Zinedine Zidane Berhenti Sebelum Usai
Musim depan, Zizou tak lagi berada di tepi lapangan Real Madrid. Zidane memilih berhenti sebelum usai.
Satu sikap yang dianggap tepat bagi sebagian orang, tetapi sebagian lain banyak yang menyayangkan.
Mereka yang menyayangkan tentunya masih merasakan euforia kesuksesan Zinedine Zidane mengantar Los Blancos meraih trofi Liga Champion 2018.
Sementara mereka yang menyatakan sekarang waktu yang tepat untuk pergi, menganut aliran pemikiran pergi setelah semua terasa usai.
(Baca juga: Piala Dunia 2018 - Jadwal Timnas Jerman di Fase Grup)
Bagi Zidane, dirinya tentu sudah usai menoreh jalan hidup di Real Madrid. Cukup 2,5 tahun.
Tak perlu bertahun-tahun seperti Arsene Wenger atau Alex Ferguson dalam menangani satu kesebelasan. Zidane ingin melangkah pergi, walau dengan berat hati.
Zinedine Zidane boleh jadi menganut satu teori di dunia tulis menulis. Berhenti sebelum usai.
Biarkan menggantung. Beri kesempatan pembaca membuat imajinasi lebih lanjut.
Kata Putu Wijaya: teror. "Terorlah pembacamu!" Dahlan Iskan bersepakat dengan Putu: "Berhentilah sebelum pembacamu muak!"
Seperti Soekarno berpidato, kata Dahlan Iskan, berhenti ketika pendengar masih ingin mendengarkan pekik merdeka sang orator.
Soekarno berhenti, orang termangu dan berdecak. Menunggu entah kapan lagi bisa mendengar pidato hebat dari orator ulung itu.
Zinedine Zidane bisa jadi begitu. Berhenti pada saat yang tepat, hangat, dan belum usai.
Ketika berada di puncak rasa manis kesuksesan meraih trofi Liga Champion ke-13 bagi Real Madrid, sejarah telah mencatatnya dengan tinta emas.
Setelah keputusan itu lahir, banyak orang bertanya, ke mana sang pelatih? Salah satu jawabannya, tantangan baru!
Entah di klub yang mana Zidane akan berlabuh, yang jelas ia akan pergi mencari tantangan baru. Real Madrid sudah usai di tangannya.
Zidane total sudah memberikan sembilan trofi, dari La Liga, Piala Super Spanyol, Piala Super Eropa, Piala Dunia Klub, dan tentu saja Liga Champions.
Memang ada sebagian orang memilih jalan seperti ini. Ketika berada di puncak, mengambi langkah baru.
Ada Nico Rosberg di dunia balap Formula 1. Setelah menjadi juara dunia di akhir musim 2016, ia menyatakan tak lagi ingin membalap walau masih mungkin.
Banyak yang menyayangkan sikap Rosberg, tetapi hal itu harus dihormati.
Di MotoGP, Casey Stoner yang sedang cemerlang juga menyatakan berhenti. Padahal, kesempatan masih diberikan Ducati untuknya.
Walau masih berkecimpung di dunia yang sama, Rosberg dan Stoner adalah dua juara dunia yang memilih berhenti sebelum usai.
Hidup adalah pilihan. Prinsip-prinsip hidup seseorang akan memilih jalan ke mana yang hendak dituju, apa yang hendak dicari.
Termasuk yang masih tetap setia dengan dunia mereka, sekalipun sudah sampai pada puncaknya hingga beberapa kali.
Sebut saja Valentino Rossi di MotoGP dan Lewis Hamilton di Formula 1.
Kembali ke Zinedine Zidane, sebagai pelatih yang masih baru tetapi memiliki prestasi cemerlang, tentu saja ada masa-masa gelap akan datang.
Termasuk selama di Real Madrid. Zizou tidak melulu soal kesuksesan. Ada kegagalan, kegagalan yang lumrah.
Namun, Zidane tentu tak ingin kesuksesan yang telah terukir indah ini buram karena buruknya pencapaian di masa depan.
Sementara itu, ada kesempatan di tempat lain yang lebih terbuka, yang tentunya berhubungan dengan reputasi baru, gaji baru, juga hal-hal baru.
Publik dunia akan menunggunya. Terima kasih, Zidane, karena telah memberikan pelajaran hebat.
Teruslah melangkah. Ada kalanya berhenti ketika belum usai itu sangat penting untuk kebaikan-kebaikan dalam kehidupan ini.
Sikap seperti ini tentu juga berguna dalam hal-hal lain, termasuk dalam hal politik kekuasaan.
Semuanya tak ada yang abadi dan langgeng, perubahan terus terjadi. Orang hebat selalu kuat dan membuat perubahan, bukan digulung oleh perubahan. []
sumber : https://www.bolasport.com/kolom/278309-zinedine-zidane-berhenti-sebelum-usai?page=all
No comments:
Post a Comment