In Memoriam H. Boy Lestari Dt. Palindih

 In Memoriam H. Boy Lestari Dt. Palindih

Sepasang Kekasih Telah Pergi Saat Pandemi 

ABDULLAH KHUSAIRI


Ketua Gerakan Seribu (Gebu) Minang Sumbar, H. Boy Lestari Dt. Palindih berpulang, Pukul 05.5 Wib. Sabtu (9/1). Tokoh yang sangat populer. Hampir semua orang kenal dengannya. Pengusaha sukses yang religius. Sumbar berduka. 

Satu dari sekian banyak yang kenal itu, adalah saya. Kenal dekat dan akrab. Saling memuji, kadang juga saling kritik tetapi jarang bertemu. Sama-sama sibuk tetapi saling bersahutan di lini masa dan ruang group percakapan. Kadang bagarah, kadang serius, kadang berdebat. 

Dia orang baik. Kepada siapapun, senyumnya sumringah. "Anak muda, jadi jurnalis itu juga berdakwah. Namamu sangat bagus," ujarnya suatu kali. Entah tahun berapa, lama sekali. Ketika itu, saya bertandang ke kantornya. Banyak wartawan yang dekat dengannya, saya salah satunya. Ada-ada saja komentar yang membuatnya harus tampil di media massa. 

"Inyiak itu da'i dengan dakwah bil baliho," ujar saya suatu waktu. Tawa khas itu  keluar. Minuman dihidangkan. Ruang kerjanya memang tak sepi dengan tamu, dari berbagai kalangan. Kami bisa tertawa lepas. Saya tahu, dalam lisan Arab, bil baliho harusnya dibaca bil balihi, tetapi saya tak peduli karena fenomena dakwah islamiyah lewat baliho. Padahal baliho biayanya mahal. Hanya untuk kampanye dari politisi dan produk yang bisa begitu, kecuali milik sendiri seperti dirinya. Baliho itu juga berasal dari bahasa arab, baligha, artinya menyampaikan. Sama hal dengan i'lan, artinya pengumuman. 

Inyiak kadang-kadang meminta kata-kata untuk dituliskan di baliho-baliho itu.  Ditelepon dari jauh, minta pendapat. Kadang juga saya menelpon, memberi masukan dan pemikiran. "Terima kasih, buya," begitu katanya. 

Aktif di berbagai organisasi sosial kemasyarakatan keagamaan, membuatnya sibuk sekali. Sebagai pengusaha, ia harus mengurus koordinasi dengan anggota pegawainya. Baik di hotel, juga di advertising. Putra Kamang ini menikmati sebagai tokoh publik yang disegani, kenal dengan pejabat-pejabat penting di Jakarta tetapi tak pernah melupakan orang-orang seperti saya. 

"Maaf yo, talambek," ujarnya suatu waktu ketika saya sedang sekolah doktor. Dia selalu senang berbagi, mengerti ketika dibutuhkan. Satu dari sekian banyak orang yang sangat baik kepada saya, adalah Inyiak Indiah. 

"Alhamdulillah. Doktor baru, selamat yo. Ikut bangga dan bahagia," balasnya ketika promosi doktor. Seterusnya kami acap bertemu dalam berbagai kesempatan acara.  

Suatu kali ia mengajak agar nama saya tercantum di Bravo Lima, Tarbiyah Islamiyah. Lalu ditugaskan bersama teman-teman Pemuda Tarbiyah menulis buku berjudul "Tarbiyah Untuk Ummat" (2012). Lalu launching pada saat musyawarah Persatuan Tarbiyah Islamiyah Sumbar. 

Boy Lestari adalah fenomena muslim menengah yang memiliki semangat dakwah yang tinggi. Ghirah beragama yang tak surut. Penampilannya menarik. Fotonya nampang di banyak bilboard miliknya, jika tak sedang dikontrak oleh relasinya. Sebagai pengusaha Iklan Luar Ruang yang masuk lima besar di Kota Padang, tak heran ia memiliki tempat-tempat bilboard yang strategis. Kadang-kadang saya foto bilboar itu, lalu kirim ke dia. Kadang-kadang saya kritik dan beri masukan kata-katanya. 

Begitulah hubungan kami. Dan subuh tadi, Inyiak Indiah demikian saya memanggilnya, pergi untuk selamanya. Riuh ucapan duka di lini massa dan ruang percakapan. Begitu banyak yang sayang padanya. Mengirim alfatihah tetapi tak mungkin melayat di masa pandemi ini. Saya berharap, Inyiak Indiah membaca tulisan ini. Entahlah, tak sampai hati atas kepergian yang begitu cepat. 

"Sepasang kekasih telah pergi," tulis saya ke Khairul Jasmi, ketika foto Inyiak Indiah dan isteri dikirim ke saya. Sang isteri tercinta, Hj. Indo Rianti baru beberapa hari yang lalu pergi, Minggu (3/1) disusulnya. Tak hendak hidup sendiri, hidup bersama mati bersama. Meninggalkan anak cucu tercinta, seluruh kolega, jamaah dan kita yang sehari-hari hampir selalu menerima pesan-pesan dakwah dan penuh keakraban darinya. 

"Mereka pergi dalam perih," balas Khairul Jasmi. Emoticon tangis mengiringi. 

Inyiak Indiah, segala kebaikanmu terpatri dengan baik di hati kami. Allah Swt ternyata lebih sayang dari kami. Maafkan kami. Alfatihah! Teruslah ke surga. [] sumber: prokabar.com

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA