Cendekiawan Muslim Lamban Menguasai Media
KHAIRUL JASMI
Wartawan Utama
"Awak ke Jakarta, baok amak, istri, anak dan adik perempuan," kata Abdullah Khusairi. Dan pada Senin (15/7) mereka duduk dengan takzim, menyaksikan Khusairi jadi doktor di UIN Ciputat.
Ini Senin yang cemerlang bagi mantan wartawan itu, setelah jungkir balik membiayai dirinya sendiri. Ibunya, memandang nyaris tak berkedip tatkala semua guru besar menyatakan, ia berhak menyandang gelar doktor. Khusairi lulus cum laude dengan nilai 95.
"Dinyatakan lulus dengan nilai 95, cum laude," kata Prof. Jamhari, ketua sidang ujian promosinya.
Pada awalnya, ia mendaftar S3 di UIN dengan bekal keras hati belaka. Hanya ada pesan:
"Sekolahlah tinggi-tinggi," membuatnya tak henti untuk meneruskan sekolah hingga sampai ke tingkat doktoral. Itulah kalimat dari sang ayah sebelum pergi untuk selama-lamanya, 20 tahun silam. Kini ia meraih doktor dengan lika-liku panjang pengalaman. Salut!
Apapun tujuan hidupmu, fokuslah ke situ. Bergeraklah. Lalu hadapi segala onak dan duri, begitulah para motivator handal negeri ini. Itu pula yang terasa, setelah mendapat kabar seorang sejawat yang kerap terlibat besama dalam dunia kepenulisan dan kewartawanan yang berhasil meraih gelar doktor. Sebuah capaian puncak dunia pendidikan. Saya hanya baru sampai magister, entahlah kalau esok. Kini belum.
Dia adalah Abdullah Khusairi, penulis, jurnalis dan dosen, yang saya kenal puluhan tahun silam. Waktu itu, seorang mahasiswa dekil yang mengundang saya menjadi pembicara pelatihan jurnalistik di kampusnya. Setelah itu, kami kerap bertemu di lapangan. Beda media satu tujuan, mendapatkan berita. Dia wartawan yunior saya sudah senior. Selebihnya, sama. Sama-sama menulis, penyuka berat buku sastra. Suatu hari ia sodor cerpen karya lewat email, saya komentari. Beri masukan. Entah diikutinya entah tidak, saya tak tahu.
"Selamat meraih doktor, salut!" begitu kalimat yang saya kirim whatsappnya. Bangga dan turut bahagia. Kini mantan wartawan itu sedang bahagia, bisa meraih doktor lewat beasiswa, Ministry of Religion Affair (MORA) Kemenag RI 2016. Program doktor 3 tahun diselesaikan dengan hasil cumlaude.
Sebagai mantan wartawan, doktor baru ini masih setia dalam dunia tulis menulis. Selain aktif menulis di jurnal-jurnal akademis, sejak wartawan ia juga menulis buku. Katanya, hampir seluruh cerita pendek yang saya tulis, dibacanya sejak di bangku kuliah.. Buku terbaru saya, Rindu Baitullah Menikam Ulu Hati (Republika Penerbit: 2018) merupakan dieditorinya. Sebelum itu, kami terlibat beberapa project penulisan bersama, seperti buku Upaya Memulihkan Ranah Minang Pasca Gempa (Kimpraswil Sumbar-BNPB: 2010). Project yang baru saja usai, Sulawesi Bangkit! (Republika Penerbit: 2019).
Maka benar, jadi wartawan itu puncaknya selain jadi pemimpin redaksi, penghargaan jurnalistik, lahirnya buku, perjalanan jurnalistik, juga mungkin dilengkapi dengan gelar akademik. Terserah setuju atau tidak, tetapi Abdullah Khusairi sudah membuktikannya, pernah jadi pemimpin redaksi, penghargaan jurnalistik, punya buku, juga punya pengalaman perjalanan jurnalistik dan meraih gelar doktor. Ia terus menggapai mimpinya dan berhasil. Setahu saya, ia rajin menulis resensi dan esai sejak mahasiswa. Saya tak tahu, ternyata diam-diam dia S2 dan mengajar di almamaternya. Lalu jadi dosen.
Ujian Promosi
Abdullah Khusairi meraih gelar doktor setelah mengetengahkan disertasi berjudul Diskursus Islam Kontemporer di Media Cetak: Kajian terhadap Radikalisme dalam Artikel Populer Surat Kabar Harian Kompas dan Republika 2013-2017. Di hadapan enam profesor penguji, Prof. Dr. Jamhari, MA (Ketua); Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Promotor I); Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA (Promotor II); Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA; Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA; Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA, promovendus dengan pasih mempertahankan temuan-temuan penelitiannya.
Tentang radikalisme, yang kita sendiri merasakan akhir-akhir ini menjadi kajian yang mendalam disertasi Abdullah Khusairi setebal 300 halaman. Saya berharap segera menjadi buku. Hampir belasan bulan ia menelaah dan menuliskan kerja akademiknya, sehingga bisa ujian di Auditorium Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Senin (15/7).
Salah satu kesimpulan disertasinya menyatakan, cendekiawan muslim masih terlalu sedikit dan begitu lamban menguasai media massa. Sementara itu gerakan dan pemikiran radikal berkembang pesat melalui media sosial. Perlu ada gerakan agar cendekiawan muslim khususnya yang moderat (washatiyah) untuk menyiarkan pemikirannya lebih massif ke tengah publik melalui berbagai kanal informasi agar ummat tidak terpapar radikalisme.
“Terima kasih Press! atas support hingga tercapai cita-cita meraih gelar doktor. Gelar untuk mereka yang telah mendorong dan memotivasi secara langsung dan tidak langsung kepada saya,” balas Whatasapp sang doktor.
Turut hadir dalam ujian promosi tersebut, keluarga dan kolega doktor baru ini. Selamat pak doktor! [] harian singgalang, selasa 16 juli 2019
No comments:
Post a Comment