Sunday, February 1, 2015

Catatan Awal Tahun

Tak Perlu Berlebihanlah


Awal tahun kita diributkan oleh kisruh dua lembaga penegakan hukum, KPK-Polri. Awalnya KPK menetapkan status Tersangka kepada Calon Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Budi Gunawan (BG), atas kasus rekening gendut, yang besoknya akan melakukan Fit and Propert Test di Gedung DPR. KPK seperti biasa membuat konferensi pers yang diliput banyak media. Memang begitu tradisinya, kadang setelah itu tak tahu lagi bagaimana nasib Tersangka. Ada yang langsung masuk sesi Persidangan ada yang terkatung-katung hingga satu tahun lebih. Kasihan juga mereka yang sudah ditetapkan Status Tersangka, mereka sudah dicap oleh publik sudah bersalah padahal panjang jalan mencari keadilan belum dilalui.


Korupsi memang meraja, tetapi tata cara pemberantasan korupsi memang harus tampak sempurna dan profesional. Membuat Tersangka terkatung-katung nasibnya, kasihan sekali, karena kebenaran tuduhan harus dibuktikan di Pengadilan. Kasus mantan Menteri Agama R.I, Surya Dharma Ali salah satu yang tak ada kabar berita di media. Mungkin saja ada perkembangan lanjutannya.
Setelah BG ditetapkan tersangka, Polri akhirnya menangkap Anggota Komisioner Pemberantasan Korupsi, Bambang Wijayanto (BW) dan selanjutnya ditetapkan status Tersanka atas kasus keterangan palsu di pengadilan.


Ini menarik. Sejak awal, jauh sebelum ini, soal hak penyidikan dua lembaga sudah sering bergesekan. Ada kasus Susno Duaji, Chandra Hamzah dan seterusnya.


Hikmah
Apapun alasannya, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sudah menjadi amanat undang-undang. Namun ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Ada juga terselip persoalan penanganan dan proses. Ada yang menyaru kepentingan, gesekan, karena memang mau tidak mau, bersentuhan dengan kepentingan kekuasaan dan politik.


Kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Lebih-lebih publik, media massa, sangat mendukung apa yang dilakukan KPK, sementara Polri sepertinya kesepian dan sepertinya dipersalahkan.


Saya berpendapat, kelemahan KPK periode ini adalah koordinasi dan komunikasi dengan lembaga lain sangat kurang. Sehingga penanganan pemberantasan korupsi sendirian. Jadinya, KPK mendapat lawan.


Polri memang sudah lama menjadi bulan-bulanan kritikan publik. KPK ingin memperlihatkan taji, tak ada yang bisa bebas dari jeratan hukum atas kasus korupsi. Namun persoalannya, betapa mudah menebak, KPK sepertinya ingin memainkan kekuasaan tersebut dan tak perlu menjalankan koordinasi dan komunikasi untuk kesuksesan kinerjanya.


Semestinya KPK jauh hari sudah menetapkan BG sebagai tersangka mengingat kasusnya sudah lama. Menggunakan momentum diangkatnya BG menjadi Polri, jelas tidak strategis. Sementara Polri, banyak menduga menangkap BW tiada lain karena tidak senang BG ditetapkan sebagai tersangka. Kedua lembaga ini sama-sama kuat berargumen hukum positif. Namun sangat lemah dengan argumen hukum akal, nurani dan "akal sehat" kata Prof. Dr. H. Syafii Maarif.


Ada banyak massa yang terdiri dari pakar hukum, akademisi, aktivis, mendukung KPK. KPK mendapat dukungan moral yang luar biasa. Nyaris tak ada yang mengkritisi kinerja KPK yang juga harus dikritik oleh media.


"Misalnya, dramatisir tersangka luar biasa hebat. Menjelang diperiksa, harus pakai mobil dari belakang ke depan gedung. Hanya 20 meter demi kamera televisi," kata teman saya yang temannya sedang jadi tersangka.


Ada beberapa lagi, dimana KPK menggunakan kesemena-menaan, ini tak dikritik. Soal Polri, sudah jadi rahasia umum, lembaga satu ini membutuhkan reformasi luar biasa. Cuma momentumnya belum juga ada.


Pro terhadap KPK maupun Polri tidak akan menyudahi kisruh. Negeri ini sudah lelah dengan keadaan ini. Pro KPK bukan berarti harus menghina Polri, juga begitu sebaliknya. Ada nada marah yang berlebihan di media sosial, yang kelewatan, karena memang diduga mereka memiliki kepentingan untuk mendukung. Tetapi itulah yang terjadi ketika emosi sudah sampai ke ubun. Tahu sedikit tapi emosinya banyak. Kasihan juga kita.


Kita diuji, agar tetap independen dan jernih. Sungguh tak ada yang suci di dunia ini. Haruslah sesuai porsi agar semua bisa percaya diri. Introspeksi diri itulah yang etika moral paling tinggi. Salam. #SaveIndonesia. []

No comments:

Post a Comment