Hari Ini, Tokoh Pendidikan Kami Menghadap Ilahi
Selamat jalan Datuk HM. Nurdin Razak. Cucu tertua ini tak bisa ikut mengantar ke pemakaman Pematang Karas. Ada dua kelas, hari ini, Senin (4/5). Keduanya kelas Teologi Dakwah di Jurusan Manajemen Dakwah dan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang. Cucumu ikhlas atas kepergian Datuk. Tentu Datuk berbahagia bisa bertemu dengan Nenek.
Kita terakhir bertemu, Agustus lalu, selebihnya kita biasa berkabar lewat seluler. Aku pulang setelah kabar duka kepergian Pak Ngah Uje. Ampun dan maaf tak bisa kali ini bisa pulang mendadak seperti waktu itu. Selain dua kelas, sudah pula ada rencana jadi pemateri dalam sebuah pelatihan se kabupaten yang ditaja Balai Bahasa Padang. Ada pula agenda penelitian di kabupaten lain.
Aku pulang beberapa hari ke depan saja. Karena ada juga pelatihan di STAI Curup. Menjadi pemateri lagi, pelatihan jurnalistik mahasiswa di daerah dingin itu. Begitulah, ini bukan alasan. Sungguh. Ini hanya cerita tentang segala karena pendidikan yang pernah Datuk sampaikan. Tentang yang Datuk banggakan, cucunya sudah jadi staf pengajar pula. Menyusul Datuk.
Datuk. Terakhir Datuk aku sopiri, ketika jalan-jalan sore Ramadhan tahun lalu, hingga sampai ke Pauh. Tahun-tahun sebelumnya, kita lakukan. Sering Datuk cerita, jika ada kesempatan jalan-jalan, tentang sejarah kehidupan masa lalu. Aku catat dengan baik. Ingin aku menuliskannya. Apalagi cerita tentang Datuk Haji Daga, Datuk Razak, Datuk Hakim, Datuk Rafii. dll.
Dulu, waktu aku kecil, Datuk juga sering menjemput, untuk keliling sehabis Ashar. Ini menarik, membuat hati senang, bisa duduk di belakangmu, sembari menunggu beduk maghrib pertanda berbuka tiba. Aku masih ingat, motor itu merknya, Yamaha Alfa.
Datuk orang hebat. Hanya dua orang saja anaknya yang tak dihantarkannya menjadi PNS Kemenag R.I. Selebihnya, sampai dihantarkan. Jadi KaKUAKec, Guru MAN, Guru MIN. Sebagai guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Sarolangun, Datuk memang memiliki visi tentang masa depan. Tak heran, kita keluarga besar Kemenag R.I. Apalagi jika ditarik ke keluarga lebih besar.
"Alhamdulillah. Itu baru hebat," pujimu waktu dikabarkan, aku jadi pengajar juga.
Terima kasih Datuk. Atas bimbingan dan arahan. Kami melanjutkan perjuanganmu. Ini foto terakhir kita bersama, ketika Datuk ke Padang, waktu wisuda Rafii Hidayatullah Nazari, Oktober 2013. Datuk waktu itu dapat masuk ke lantai dua Gedung Serba Guna (GSG) Kampus di Lubuk Lintah itu. Datuk dapat menikmati satu cucu lagi meraih sarjana. Datuk memang peduli tentang pendidikan. "Tak boleh menyerah," begitu pesan Datuk. Bila ingat cerita Datuk jatuh bangun menjalani kehidupan yang tak lupa dengan dunia pendidikan, betapa penting masa depan dengan pendidikan. Datuk adalah tokoh pendidikan kami.
Selamat jalan, Datuk tercinta. Salam sama Nenek. Aku sedih di sini tapi aku yakin Datuk bahagia di sana. Alfatihah.... []
Aku membaca tulisan ini ketika masih dalam perjalanan pulang dari dinas ke JangkaT sekitar jam 21.40, sama denganmu ri, ini untuk kesekian kalinya aku tak dapat hadir ketika orang-orang terdekat kita berpulang. Resiko anak rantau, kata kawan seperjalanan. Tapi yang paling membekas dari kenangan masa lalu adalah ketegaran sikap kita menghadapi segala kenyataan hidup, seperti yang dulu mereka selalu ajarkan kepada kita...selamat jalan pak tuo,..doa kami mengiringi kepergianku. ...
ReplyDeleteperjuangan memang butuh banyak pengorbanan. terima kasih...
ReplyDelete