KOMENTAR
Membaca Mimpi
Dony Oskaria
ABDULLAH
KHUSAIRI
Bermimpilah,
sebelum bermimpi itu dilarang. Tak ada yang salah dari bermimpi sebab mimpi
adalah titik picu dan pacu seseorang agar bergerak dan berjuang menuju harapan.
Hidup harus punya harapan. Harapan lahir dari mimpi-mimpi. Mimpi harus menjadi
kenyataan agar tidak ditertawakan menjadi khayalan!
Plato
menyebutkan, realitas hadir dari alam ide. Pun begitu kehidupan ini, berangkat
dari ide-ide. Ide dalam kepala, hasil dari perenungan, daya pikir yang
dituangkan, diperjuangkan, sehingga menjadi kenyataan. Sebuah daerah yang maju,
lembaga yang kuat, berangkat dari ide-ide yang diperjuangkan dan
direalisasikan.
Adalah
Dony Oskaria, seorang profesional di bendera usaha Chairul Tanjung Corps
kelahiran Tanjung Alam, Tanah Datar, Sumatra Barat, 1969, menyatakan
mimpi-mimpinya untuk Sumbar.
"Saya
galau melihat Ranah Minang tercinta. Bergerak lamban dalam pertumbuhan, padahal
begitu banyak sumber daya alam dan sumber daya manusia yang bisa dikelola untuk
memaju pertumbuhan di atas rata-rata," ungkap Dewan Penasehat Dewan
Penasihat Presiden Bidang Ekonomi dan Industri di Komite Ekonomi dan Industri
Nasional (KEIN) ini, dalam Seminar Konsep
dan Pikiran 100 Tokoh Minangkabau untuk Sumbar ke Depan, di Pangeran Beach,
Minggu, 29 September 2019.
Seminar
yang ditaja oleh GroupWhatsApp (WAG) Tukan Ota Paten (TOP) 100 tersebut
menghadirkan hampir seluruh anggota groups untuk berbicara, menuangkan ide-ide
tentang masa depan. Anggota groups yang terdiri para pegiat wisata, akademisi,
pejabat daerah, anggota dewan, wartawan, sastrawan, seniman, pengacara, hingga
ulama, ini memberikan berbagai pandangan tentang masa depan Sumbar.
Dony
Oskaria mendapat kesempatan sebagai pembicara paling akhir yang menayangkan
slide berbagai data kekuatan bagi masa depan Sumbar. "Siapapun kepala
daerah di masa depan, kita punya harapan agar mau mendengar ide-ide dari kita
yang peduli bangkitnya Ranah Minang," ungkap Ketua Kelompok Kerja untuk
industri pariwisata di KEIN ini.
Dony
punya kapasitas untuk membicarakan mimpi-mimpi yang bisa digapai Sumbar ke
depan. Namun hal itu bisa menjadi kenyataan melalui tangan dingin orang-orang
yang mau berjuang untuk maju, termasuk para pemimpin yang mendekatkan telinga
ke para expert, seperti Dony.
Sebagai
jebolan Ilmu Akuntansi, Universitas Andalas, Padang (1989 - 1994), Ilmu
Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran, Bandung Program MBA, The Asian
Institute of Management di Filipina (2009), ia memiliki pengalaman dalam
menumbuhkembangkan corporasi perbankan, perhotelan, hingga media, di bawah
bendera CT Corps.
Persoalannya
kemudian, siapakah yang mau memimpin Sumbar ke depan? Sayangnya seminar yang
murni digagas dari WAG TOP100 ini tidak mau membicarakan siapa, tetapi memilih
membicarakan apa. Itu urusan politik praktis. “Kita membicarakan apa, bukan
siapa,” kata Jasman Rizal, satu dari tiga admin WAG TOP100.
Mimpi
Dony adalah juga kegalauan banyak orang, khususnya di WAG TOP100 yang terkenal
dinamis dan otokritis terhadap apapun yang sedang menjadi trending topik.
Melalui Dony, yang melihat secara zoom in
dan zoom out persoalan Sumbar, jauh
dari pretensi kepentingan politik kekuasaan suatu kelompok.
Inilah
yang saya sebutkan dalam memandu diskusi, pesan sastrawan (alm.) Leon Agusta
suatu hari dalam suatu pertemuan terbatas dengannya. "Bung harus buat
forum atau dewan kota, sebuah forum yang tak punya kepentingan politik
kekuasaan tetap peduli dengan kemajuan. Setiap orang yang berselera memimpin
harus dibongkar isi otak dan perutnya di forum itu," ujar Leon.
Agaknya
melalui WAG TOP100 inilah, usulan Leon Agusta itu bisa hadir. Dony mau hadir,
lalu para anggota lain juga ikut mendengar dan menyuarakan mimpi-mimpi masa
depan Sumbar. Maka inilah sejarah, sebuah group chat whatsapp menggelar seminar
berangkat dari rasa cinta terhadap daerah.
Pertanyaan
selanjutnya, apakah Dony berselera menjadi gubernur? Sungguh, melihat kiprahnya
di tingkat nasional, terlalu kecil ukuran baju dinas gubernur itu buat Dony. Ia
telah melanglangbuana jauh, tinggi dan besar, alangkah sayangnya jika harus
berbaju sempit, kecil, mengurus 5 juta jiwa daerah ini. Tetapi dorongan dan
pikirannya tentang Sumbar yang dipaparkannya di Seminar WAG TOP100 harus menjadi
catatan penting bagi kita yang
sehari-hari mengamini kegalauannya.
Dony,
didukung pendapat akademisi pariwisata dari Unand, jebolan Australia, Sari
Lenggogeni, Ph.D, juga pegiat pariwisata yang sukses membuka kesempatan
hidupnya masyarakat sekitar kawasan wisata Lawang Park, Zuhrizul, ditambah lagi
pendapat pelaku wisata Chairul Umaya, Wartawan Senior Hasril Chaniago, Profesor
Nursyirwan Effendi, hingga Buya Masoed Abidin dapat dinyatakan kunci pembangunan
Sumbar ke depan adalah sektor pariwisata. “Hanya saja, ekosistem pariwisata
tersebut belum terbangun dengan seksama,” kata Sari Lenggogeni, sehingga belum
bisa dirasakan secara utuh imbasnya terhadap masyarakat badarai. “Pemda harusnya menjadi regulator dan fasilitator, jangan
pernah masuk menjadi operator,” tegas mantan Uni Sumbar ini.
Fokus
pembangunan secara menyeluruh harus memerhatikan kekuatan di nagari, anak muda,
pemanfaatan digitalisasi, pangsa pasar yang tepat dan cepat. Dony melalui slide
yang penuh data bertajuk, Potensi dan
Proyeksi Ekonomi Sumbar, menyatakan unggulan utama Sumbar adalah pariwisata
dan pertanian. Dukungan ke sektor ini harus kuat dan fokus tanpa menihilkan
sektor lain. Kuncinya, kesadaran para pengambil kebijakan untuk mendorong dan
mengayomi agar masyarakat bisa mengembangkan dirinya dengan kesempatan yang
diberikan, modal sosial yang dimiliki, kekuatan budaya yang sudah ada, sehingga
pembangunan bisa berlari tanpa terseok-seok.
“Kuncinya
leadership dan birokrasi yang mengerti, mau dan mampu, mengeja mimpi-mimpi itu.
Kini kita merasakan, itu yang lemah. Semoga kita mendapatkan pemimpin-pemimpin
baru di setiap daerah kota dan kabupaten, juga gubernur yang mau bekerja keras
untuk daerah ini,” ujar Bobi Lukman Piliang, salah seorang peserta yang sengaja
pulang dari Jakarta untuk mengikuti acara ini.
Mimpi
Dony adalah mimpi banyak orang, yang bisa diungkapkan secara bebas merdeka
karena ia melihat dari perspektif yang begitu lapang dan beban, atas nama cinta
terhadap kampung halaman tempat ia dilahirkan. Begitu banyak yang telah ia
perbuat untuk kemajuan daerah lain, panggilan itulah datang ke mimpinya. Ia seperti melihat butiran permata di dasar
lautan tetapi tak satu orang pun yang mau bergerak mengangkatnya ke permukaan.
Mungkin malas, mungkin juga tak tahu ia memiliki permata yang bisa membuat
makmur sejahtera tetapi asyik menangkap ikan-ikan kecil di permukaan. Ikan-ikan
itulah yang dibanggakannya sebagai hasil tangkapan paling baiknya ke publik. Betapa
ironis. Salam. [] sumber:
https://prokabar.com/membaca-mimpi-dony-oskaria/ dan http://hariansinggalang.co.id
No comments:
Post a Comment