BURUKNYA AKSES SANITASI
BABS Bisa Bikin Stunting
Buang Air Besar Sembarangan (BABS) karena buruknya sanitasi rupanya bisa bikin geger. Salah-salah bisa menimbulkan stunting atau kekerdilan kepada manusia. Sedang Sumbar termasuk daerah yang sanitasinya buruk.
Padang --- Jangan pernah berpikir bahwa meski kakus sudah bersih lalu semua yang bertalian dengan pencernaan akan baik-baik saja. Budaya mengabaikan sanitasi akan berakibat buruk pada tubuh, bahkan tak jarang akan berakibat munculnya stunting.
Maka dapat dibayangkan pula bila kakus tak bersih, akses sanitasi buruk, akan melahirkan generasi yang buruk dan tidak sehat. Oleh karenanya, diperlukan upaya besar-besaran dan kerja keras semua pihak khususnya di Sumatera Barat untuk memperbaiki semua ini. Urusan ini tidak hanya urusan yang jadi tanggung jawab Dinas Kesehatan saja melainkan tanggung jawab semua pihak.
Demikian benang merah dari diskusi seputar burunya sanitasi Sumbar yang digelar di Hotel Pangeran Beach kemarin oleh Forum Editor, PKBI, LP2M dan SNV.
Sejumlah pembicara tampil pada diskusi yang dimoderatori oleh Plt. Ketua Forum Editor Sumbar, Eko Yanche Edrie, antara lain Direktur Eksekutif Aliansi Kabupaten Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI), H. Josrizal Zain (mantan Wako Payakumbuh), Pakar Gizi FK Unand, Prof. Dr. Masrul, Technical project officer WASH SNV Arti Indallah, akademisi komunikasi UIN, DR. Abdullah Khusairi, MA dan Kabid Kesmas Dinas Kesehatan Sumbar, Syafwan.
Bahwa, isu tentang buruknya sanitasi sudah lama mengapung, bahkan belakangan dikaitkan pula sebagai pangkal bala dari munculnya kasus-kasus stunting atau pengerdilan tubuh. Sayangnya, kata Prof. Masrul, tidak banyak yang memberi perhatian untuk memperbaiki keadaan. “Seolah-olah ini adalah urusan sektoral belaka yakni hanya sebagai urusan Dinas Kesehatan atau Kementerian Kesehatan saja. Padahal untuk mengatasinya harus dilakukan dengan serempak secara lintas-sektoral,” tutur mantan Dekan Faulktas Kedokteran Unand itu.
Sebelumnya mantan Walikota Payakumbuh H. Josrizal Zain yang kini berkiat di AKKOPSI menyebutkan bahwa soal sanitasi semestinya bersangkut paut dengan dignity atau martabat. Makin bagus sanitasi, toilet, saluran ke belakang, semakin baik martabat dan semakin beradab. “Sayangnya banyak yang mengabaikan hal ini. Seolah sanitasi hanyalah soal kecil saja dan tidak memberi pengaruh besar kepada kehidupan masyarakat di masa datang. Itu sebabnya saya sangat keras untuk membenahi sanitasi saat jadi Walikota di Payakumbuh. Saya ingin generasi baru tumbuh dengan sehat karena ditopang oleh sanitasi yang bagus dan layak,” ujar mantan pengurus Partai Demokrat yang mengaku mulai menjauhi dunia politik ini.
Maka, katanya, jika kebersihan toilet, saluran limbah, ketersediaan air bersih adalah martabat, semua pihak harus merasa terlecut ketika dikatakan sanitasinya buruk yang berarti martabatnya merosot atau turun.
Di mata aktifis SNV –sebuah NGO’s Belanda yang berkonsentrasi pada kesanitasian—Arti Indallah Tjakranegara, persoalan abai atau tidaknya masyarakat kita terhadap sanitasi adalah persoalan budaya. “Budaya hidup bersih sesungguhnya sudah diajarkan semua agama terutama Islam. Tapi sayangnya banyak yang melupakan,” kata cucu dari almarhum Kolonel Anas Malik (Bupati Padang Pariaman 1980-1990) itu.
Menurutnya, untuk mengembalikan budaya hidup bersih sebagaimana tuntunan agama itu, tak cukup hanya dilakukan oleh sebuah instansi seperti Dinas Kesehatan saja. “Harus terpadu. Meskipun mengucapkan kata ‘terpadu’ itu mudah, tapi pelaksanaannya kita akui tidak mudah. Masalahnya, ini harus mau tidak mau kita lakukan bersama, perlu kesadaran bersama,” katanya seraya menambahkan pentingnya pressure group seperti media untuk mengingat-ingatkan.
Tapi peranan media sebagai pressure group sekaligus aufklarung atau pencerah kadang terhambat dari penyikapan awak media terhadap isu sanitasi. “Isu sanitasi sangat tidak seksi, tidak seseksi isu korupsi, perselingkuhan dan skandal politik. Karena itu sedikit media yang menyentuhnya untuk membuat dia viral lalu menyentuh level pengambil kebijakan,” kata mantan wartawan yang kini jadi pengajar komunikasi di UIN Imam Bonjol Padang, Abdullah Khusairi.
Menurut dia, tidak hanya sisi media yang perlu diusik tapi para pemangku kepentingan lain seperti Dinas Kesehatan, Bappeda, Lingkungan Hidup, perguruan tinggi, PU juga perlu meramu sedemikian rupa isu sanitasi ini sehingga bisa menjadi isu yang seksi dan menarik untuk pers.
Media, kata Abdullah Khusasiri perlu juga dibantu dengan amunisi-amunisi seksi. Ia mencontohkan, kalau sekedar menyebut sanitasi buruk, tentu jadi tidak seksi. “Tapi coba sampaikan ke media, bahwa akibat buang air besar sembarangan, menyebabkan munculnya stunting di Sumbar. Nah itu baru terasa seksi,” katanya.
Adanya tali bertali antara sanitasi buruk dengan stunting di Sumbar diakui oleh Kabid Kesmas Dinas Kesehatan Sumbar, Syafwan yang tampil pada sessi ke-4 di panel diskusi tersebut. Sumbar, kata Syafwan memang termasuk provinsi dengan akses sanitasi belum baik.
Syafwan menybut dalam data BPS, Sumatera Barat masih menempati urutan ketiga terbawah di Indonesia terkait proporsi perilaku buang air besar di jamban pada penduduk di atas 10 tahun.
“Data ini merujuk hasil utama Riskesdas 2018. Salah satu faktor penyebabnya adalah minimnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat, serta belum menjadikan hal tersebut sebagai kebutuhan dan hak setiap manusia,” kata Syafwan.
Untuk Indonesia, Menurut data BPS, akses sanitasi saat ini adalah 74,58%. Dari 74,58% akses tersebut, yang termasuk sanitasi aman hanya 7,42%. Dapat dipastikan Indonesia tidak dapat mencapai target RPJMN 2019 untuk mencapai akses 100%.
Untunglah, perhatian besar diberikan sejumlah pegiat guna memperbaiki keadaan. “Bulan Juli lalu dilaksanakan kegiatan melalui Program Voice for Change Partnership (V4CP), SNV Indonesia menjadi tuan rumah International Wash Learning Event. Bertempat di Padang, Sijunjung, dan Solok gelaran ini berlangsung pada 22-26 Juli 2019. Acara dihadiri oleh perwakilan Kedutaan Besar Belanda, AKKOPSI, SNV Belanda, SNV Kenya, SNV Ghana, PKBI, LP2M, YKWS, dan Mitra Bentala,” kata Direktur Eksekutif PKBI, Firdaus Djamal pada pengantar diskusi.
International Learning Event merupakan kegiatan tahunan. Negara peserta saling berbagi pengalaman mengenai cara menciptakan pasar, lingkungan yang mendukung, dan rantai pasok dalam sektor sanitasi guna mencapai ODF dan akses sanitasi universal. ODF –Open Defection Free—adalah situasi dimana masyarakat tidak lagi buang air besar sembarangan.
Diskusi kemarin sebenarnya juga dikaitkan dengan peringatan Hari Toilet se Dunia. Maka sebelumnya FED-PKBI-LP2M-SNV mengajak media-media di Sumbar menyoroti ihwal buruknya akses sanitasi, agar bisa jadi perhatian semua pihak. Sebuah kegiatan yang disebut media-tripp dilaksanakan dengan melakukan investigasi ke sejumlah titik yang sanitasinya baik dan sanitasinya buruk untuk kemudian ditulis di media.
“Lalu para wartawan kita ajak berlomba menulis soal kesanitasian ini,” ujar Direktur Eksekutif LP2M Ramadhaniati sebelum diumumkan nama-nama pemenangnya.
Tampil sebagai juara I adalah Yose Hendra (Langgam.id) dengan judul Merawat Generasi Sanitasi, juara II Buliza Rahmat (Harian Khazanah) dengan judul Akses Sanitasi Kita Masih Buruk, Juara III Febri D Chaniago (Padangmedia.com) dengan judul Menyigi Strategi Pariaman dan Payakumbuh Wujudkan Sanitasi Aman dan juara harapan Hendri Nova (Singgalang) dengan judul Inovasi Jamban Sehat Menuju Sanitasi Aman. (khazanah) https://www.metroandalas.co.id/berita-babs-bisa-bikin-stunting.html
No comments:
Post a Comment