Wartawan Bukan Sekedar Wawancara

Kamis, 26/05/2011 11:43 WIB | Oleh : Yeni Purnama Sari


Berawal dari kisah ‘nestapa seorang wartawan istana’, salah seorang alumni suara kampus angkatan 1998 Maifil Eka Putra mencoba menanamkan ideologi wartawan kepada aktivis suara kampus (SK) di Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) SK, Selasa (24/05).


“Ia seorang wartawan yang bertugas di Istana Presiden, dapat bepergian kemana saja dan dihargai pemerintah, namun karena terlena ia akhirnya terbaring tidak berdaya. Banyak penyakit yang dideritanya, bahkan rumah yang dulu ditinggali ditarik pemerintah,” kata Maifil menceritakan kisah itu. “Wartawan seperti inikah yang adek-adek inginkan?,” tanya Maifil.


Diskusipun berjalan hangat, banyak tanggapan dari wartwan SK. “Pekerjaan wartawan tidak menjamin kesejahteraan masa tua, karena itu ia mesti mempersiapkan sesuatu untuk masa tuanya,” ujar Rafi. “Wartawan harus mempertimbangkan usia dalam bertugas, minimal umur 40 tahun ia telah berhenti jadi wartawan,” tanggap Arjuna.
“Manajemen hidup, wartawan dikenal melalui karya seperti Rosihan Anwar, jadi seorang wartawan mesti mempunyai karya agar dapat hidup selamanya,” tegas Andri El Faruqi.


Menanggapi tanggapan dari aktivis SK, Maifil mulai menceritakan kisah hidupnya. Maifil mulai belajar menulis melalui diari. Kemudian tertarik mempublikasikan tulisan ke media agar dibaca semua orang. Ternyata tulisannya dimuat dan kemudian termotivasi untuk terus menulis dan mengirimkan karya ke media.


Akhirnya ia mulai sering meliput dan menulis berita. Hingga diangkat jadi wartawan penuh di Singgalang. Kemudian Maifil jadi koresponden di majalah ummat. Menyoroti dunia politik. Tahu bobroknya kondisi politik Indonesia, tapi tak bisa menuliskannya secara vulgar. Hanya bisa mengurut dada. Wartaone.com tempat ia beraktivitas, yang banyak berpihak kepada SBY ternyata dimodali oleh SBY. Independensi pers banyak dinodai politik, tidak sesuai dengan hatinya Maifil pun memilih keluar dari wartaone.com.


“Menjadi wartawan adalah kesempatan untuk menentukan pilihan hidup” ujarnya. Maifil memilih mengabdikan diri di Dompet duafa. Untuk kepentingan umat.


Suara Kampus adalah media untuk menjadikan kita orang besar. Hidup ditentukan oleh cara bekerja pada saat sekarang. Intinya, siapkanlah pilihan saat masih menjadi wartawan.


Dilanjutkan tentang manajemen SK, Maifil dan Abdullah Khusairi memberi masukan, dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan wartawan SK.


“Bagaimana dengan portal yang mesti ada tiap hari?,” tanya salah seorang anggota SK. Maifil mengatakan online membuat dunia tanpa tepi, berpacu dengan waktu. “Kita harus cepat, tepat dan lengkap, kalau bisa kita lebih dulu satu detik dari yang lain,” ujarnya.


Belajarlah melihat sesuatu dengan berbagai sudut pandang. Latihlah insting kewartawanan. Tugas lapangan adalah tugas meliput di luar area kampus. “Tulislah sesuatu yang membuat koran kita disimpan orang,” kata Abdullah khusairi yang akrab disapa ‘bang Badul’.


“Dulu bang maifil pernah membuat tulisan yang luar bisa dengan judul ‘Mahasiswa IAIN diserang AIDS’. Setelah dibaca sampai akhir, ternyata AIDS itu maksudnya aku ingin dosen senior,” canda Khusairi. “Tulisan itu abang buat karena banyak mahasiswa IAIN yang kecewa, karena kebanyakan asisten dosen yang mengajar bukan dosen senior,” jawab Maifil.


Khusairi mengatakan, cobalah menjadi wartawan yang kritis dan kreatif dalam ide. “Mulailah untuk berfikir terbalik,  jika kita adalah pembaca, apa sesungguhnya yang kita butuhkan, maka baru kita bisa mengahasilkan karya yang akan dibaca orang banyak” kata Maifil.


"Mencari ide berita untuk portal. Merubah sudut pandang, kelihaian memilih angle yang menarik. Melatih kepekaan terhadap lingkungan. Baik buruk suatu hal, tergantung bagaimana kita menyajikannya,” kata Maifil.


Sementara Khusairi mengatakan menulislah dengan santun. Kritis harus, nakal boleh, tapi jangan sampai kurang ajar. “Tulisan yang kritis itu mesti kita tulis dengan elegan,” ujarnya.


Suara kampus juga merupakan corong brand image IAIN ke luar. Menjadi jurnalis harus bermanfaat bagi orang banyak. Belajar menulis rinci. Dunia jurnalistik dunia kreatif. Aktifkan indera. Ketika menatap sesuatu imajinasi harus liar. Belajar menatap sesuatu dari segala angle, jangan selalu monoton dan biarkan akal itu berpikir kritis. [] sumber www.suarakampus.com

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA