Ketika
Bertindak Lebih
Baik
dari Berpikir
Judul :
Bob Sadino; Mereka Bilang Saya Gila!
Penulis : Edy Zaques
Penerbit : Kintamani Publishing
Cetak :
Januari 2009
Tebal :
201 Halaman
Tinggalkan
kampus! Kampus hanya ada sampah! Kampus hanya memberi tahu tentang sesuatu,
tidak membuat orang bisa melakukan sesuatu. Kampus hanya menghasilkan ahli tapi
tidak terampil. Kampus hanya melahirkan pengangguran tingkat tinggi.
Itulah
satu kalimat provokatif dari Bob Sadino di kampus-kampus yang membuat akademisi
merah telinga. Tahan napas. Mengurut dada.
Kalimat
itu masih belum selesai. Kampus ternyata memang sampah. Kalau sampah diolah,
akan menghasilkan energi. Energi yang besar. Namun selama ini, persoalan yang
terjadi, sampah demi sampah dilahirkan oleh kampus tak pernah diolah. Ia hanya
menjadi pengangguran. Ia hanya menjadi gundukan sampai yang menggunung.
Seperti
dikatakan banyak mentor motivasi, Bob Sadino menyebutkan, kampus hanya memberi
kontribusi otak kiri. Tidak memberi kesempatan otak kanan untuk kreatif.
Padahal, kerja keras, kerja cerdas, berpikir kaya, berada pada otak sebelah
kanan.
Apalagi
kalau cara berpikir yang sudah terstruktur dan kaku. Sulit sekali berubah.
Bagaimana indonesia bisa maju, kalau orang-orang pintarnya tidak mau berubah.
"Gobloknya orang pintar tu ya, tak mau berubah. Pintar sendiri," ujar
Bob Sadino.
Apa
yang mau disampaikan Bob Sadino? Icon Entrepreneur dengan bendera usaha
Kemchicks Groups ini ternyata kembali ke persoalan Seni Berpikir, Bersikap, dan
Bertindak. Dan ternyata Bob Sadino melahirkan teori. Teori dari pengalaman yang
telah menempanya. Padahal teori-teori yang pernah ada di kampus dikatakan tak
berguna. "Untuk apa teori! Jika hanya diam di dalam buku," tegas Bob.
Bob
Sadino punya teori Lingkaran Bob Sadino (LBS), Roda Bob Sadino. Teorinya
menarik, karena berkenaan dengan siklus berpikir, bersikap dan bertindak. Bob
telah berhasil membuat kristalisasi pemikiran dari peluh pengalaman yang telah
dilakukannya.
Soal
kampus, Bob Sadino boleh jadi sedang memprovokasi. Kenyataan tentang pendidikan
yang sering kali keliru arah membuat jaminan atas pendidikan tertinggi
sekalipun tidak ada sama sekali.
Karena
praktek yang minim. Bob Sadino memuji pendidikan yang benar, seperti
Kedokteran. Anak didik langsung memegang jarum suntik. Lelaki nyentrik itu
menyentil cara pendidikan di bidang Pertanian. Anak didik tidak diajak memegang
cangkul. Malahan, dalam Intropeksi Badak Jawa (Republika, 1996), Parni Hadi menyebutkan
IPB menjadi Institut Pers Bogor, karena banyak alumni pertanian jadi orang
media. Namun tidaklah keliru, jika media yang dikelola adalah media pertanian,
tentang pertanian. Tetapi susah kalau masuk ke ranah politik. Begitulah celetuk
Parni Hadi.
Seorang
sarjana memang sering kali tak ingin bekerja keras. Titel yang telah disandang
sering kali membawa gengsi. Bob Sadino tidak puas dengan hasil pendidikan
kampus. Ia punya pikiran, jika semua mereka yang telah menamatkan bangku kuliah
mau bekerja keras, maka Indonesia akan maju. Indonesia butuh entrepreneur
seperti Bob Sadino.
Baca
buku ini. Ubah cara berpikir dan lakukanlah! Buku ini menginginkan lahirnya
"Bob Sadino" baru, yang tumbuh dan besar melalui proses pematangan.
Bukan langsung besar dan korup! [abdullah
khusairi]
No comments:
Post a Comment