Saturday, November 4, 2017

RESENSI - BOB SADINO

Ketika Bertindak Lebih
Baik dari Berpikir

Judul              : Bob Sadino; Mereka Bilang Saya Gila!
Penulis            : Edy Zaques
Penerbit          : Kintamani Publishing
Cetak              : Januari 2009
Tebal              : 201 Halaman

Tinggalkan kampus! Kampus hanya ada sampah! Kampus hanya memberi tahu tentang sesuatu, tidak membuat orang bisa melakukan sesuatu. Kampus hanya menghasilkan ahli tapi tidak terampil. Kampus hanya melahirkan pengangguran tingkat tinggi.
Itulah satu kalimat provokatif dari Bob Sadino di kampus-kampus yang membuat akademisi merah telinga. Tahan napas. Mengurut dada.
Kalimat itu masih belum selesai. Kampus ternyata memang sampah. Kalau sampah diolah, akan menghasilkan energi. Energi yang besar. Namun selama ini, persoalan yang terjadi, sampah demi sampah dilahirkan oleh kampus tak pernah diolah. Ia hanya menjadi pengangguran. Ia hanya menjadi gundukan sampai yang menggunung.

Seperti dikatakan banyak mentor motivasi, Bob Sadino menyebutkan, kampus hanya memberi kontribusi otak kiri. Tidak memberi kesempatan otak kanan untuk kreatif. Padahal, kerja keras, kerja cerdas, berpikir kaya, berada pada otak sebelah kanan.
Apalagi kalau cara berpikir yang sudah terstruktur dan kaku. Sulit sekali berubah. Bagaimana indonesia bisa maju, kalau orang-orang pintarnya tidak mau berubah. "Gobloknya orang pintar tu ya, tak mau berubah. Pintar sendiri," ujar Bob Sadino.
Apa yang mau disampaikan Bob Sadino? Icon Entrepreneur dengan bendera usaha Kemchicks Groups ini ternyata kembali ke persoalan Seni Berpikir, Bersikap, dan Bertindak. Dan ternyata Bob Sadino melahirkan teori. Teori dari pengalaman yang telah menempanya. Padahal teori-teori yang pernah ada di kampus dikatakan tak berguna. "Untuk apa teori! Jika hanya diam di dalam buku," tegas Bob.
Bob Sadino punya teori Lingkaran Bob Sadino (LBS), Roda Bob Sadino. Teorinya menarik, karena berkenaan dengan siklus berpikir, bersikap dan bertindak. Bob telah berhasil membuat kristalisasi pemikiran dari peluh pengalaman yang telah dilakukannya.
Soal kampus, Bob Sadino boleh jadi sedang memprovokasi. Kenyataan tentang pendidikan yang sering kali keliru arah membuat jaminan atas pendidikan tertinggi sekalipun tidak ada sama sekali.
Karena praktek yang minim. Bob Sadino memuji pendidikan yang benar, seperti Kedokteran. Anak didik langsung memegang jarum suntik. Lelaki nyentrik itu menyentil cara pendidikan di bidang Pertanian. Anak didik tidak diajak memegang cangkul. Malahan, dalam Intropeksi Badak Jawa (Republika, 1996), Parni Hadi menyebutkan IPB menjadi Institut Pers Bogor, karena banyak alumni pertanian jadi orang media. Namun tidaklah keliru, jika media yang dikelola adalah media pertanian, tentang pertanian. Tetapi susah kalau masuk ke ranah politik. Begitulah celetuk Parni Hadi.
Seorang sarjana memang sering kali tak ingin bekerja keras. Titel yang telah disandang sering kali membawa gengsi. Bob Sadino tidak puas dengan hasil pendidikan kampus. Ia punya pikiran, jika semua mereka yang telah menamatkan bangku kuliah mau bekerja keras, maka Indonesia akan maju. Indonesia butuh entrepreneur seperti Bob Sadino.

Baca buku ini. Ubah cara berpikir dan lakukanlah! Buku ini menginginkan lahirnya "Bob Sadino" baru, yang tumbuh dan besar melalui proses pematangan. Bukan langsung besar dan korup! [abdullah khusairi]

No comments:

Post a Comment