22 Mei 2019

22 Mei 2019


Saya sedih. Rakyat dan aparat harus berhadapan di lapangan karena kekuasaan. Sehebat apapun logika tentang keadilan, penegakan hukum, semuanya menjadi kotor karena ada darah yang tumpah, nyawa yang melayang dan tangis seorang ibu karena kehilangan anak. Sementara itu, para elite masih membangun kebenaran dengan logika mereka sendiri. Kedua belah pihak meyakini dengan logika tersebut dan menginjak-injak komitmen hukum positif yang mestinya dihormati bersama. 


Oke. Ada rasa tidak puas atas pelaksanaan Pileg dan Pilpres Serentak 2019. Oke, ada kecurangan. Oke, ada bermacam-macam hal yang harus diungkapkan. Semuanya bermuara pada kalah menang perebutan kekuasaan. Titik. Sepenting itukah kekuasaan bagi manusia? Entahlah, yang jelas, kerusuhan yang diduga ada pihak ketiga adalah kecolongan dari nafsu kuasa kedua belah pihak yang tidak terkontrol. 

Bersileweran video kekerasan, beragam narasi yang dibuat, bagiku tak lagi laku jika masih ingin mempropagandakan bawah yang membuat video, mengirim video, merasa paling benar. Serta yang di dalam video adalah salah. Apapun alasannya, atas nama kemanusiaan, kekuasaan yang telah diperebutkan itu membawa mudharat karena nafsu telah mengalahkan akal sehat. Akal sehat? seakan-akan semua sudah sehat, tetapi tidak menerima jalan terbaik demi bangsa? Naif. Mengaku sehat tetapi tindakan penuh kebencian, caci maki, dan kata-kata kasar yang tak layak. 

Saya berharap, ada kesadaran dari relung hati paling dalam para elite untuk merenungi sikap dan tindakan yang sudah diambil selama proses sukses ini. Luka sosial ini begitu perih terasa, hanya karena kebodohan dan ketololan dalam meraih ambisi. Saya sedih sekali, semoga mereka bisa menyadari, sejarah akan mencatat setiap orang yang terlibat. 

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA