Sunday, November 13, 2011

Sumbar Tak Punya Rencana Induk Kebudayaan

PADANG- Sumatera Barat (Sumbar) harus memiliki Rencana Induk Kebudayaaan Daerah (RIKD). Hal itu dilakukan sebagai bentuk upaya memetakan potensi kebudayaan yang ada di Sumbar.


"Kebudayaan di Sumbar harus dipetakan dalam RIKD. Sehingga arah kebudayaan di Sumbar bisa terlihat dengan jelas," ungkap Budayawan, Abel Tasman, dalam Diskusi bertajuk "Menyigi arah perjuangan hidup orang minang masa kini," di Sekretariat Magistra, Parak Jigarang, Kota Padang, Sabtu (17/09) malam.


Belum adanya RIKD itu, terlihat dengan kurangnya kesadaran berbudaya oleh masyarakat Sumbar yang berfalsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).


Tak hanya itu, tanpa RIKD saat ini aset kebudayaan Sumbar belum dipetakan secara baik. Misalkan saja Rendang dan Silat.


Rendang, meski telah didampuk menjadi makanan terenak di dunia oleh Stasiun TV internasional CNN, tapi pihak Pemerintah Sumbar belum juga berupaya menjadikan rendang sebagai aset kebudayaan di Sumbar. Malah negara tetangga, Malaysia yang hendak mengambil kesempatan itu untuk mempromosikan rendang sebagai makanan khas.


Begitu juga dengan silat. Bela diri yang terkenal di Sumbar itu malah dipoles menjadi sebuah film bertajuk " Merantau" oleh sutradara Australia, Gareth Evans.


"Seharusnya aset kebudayaan milik kita, kita petakan, tapi kenyataannya kedua aset itu malah dipoles oleh orang bukan Minang," ujar Abel.


Selain itu, kata Abel, adanya RIKD akan membuat Sumbar mengetahui identitasnya. Identitas tersebut diperlihatkan dengan adanya "judul" Sumbar yang merupakan arah kebudayaan Sumbar. "Tapi hingga sekarang Sumbar belum ada Judul," paparnya.


Dikatakan Abel, harusnya Sumbar bisa meniru apa yang dilakukan oleh Pemerintah Bali. Pemerintah daerah tersebut menganggarkan dana di APBD sebesar 250 Miliar Rupiah untuk menata adat dan kebudayaan di Pulau Dewata itu. Hal tersebut memang terlihat oleh kuatnya adat di Bali, serta kebudayaan terlihat dengan jelas.


"Jadi di Bali masalah tanah ulayat pun tidak ada lagi, karena pemerintahannya kuat hingga tingkat pemerintahan adat. Berbeda dengan Sumbar yang masih memiliki masalah tanah ulayat akibat lemahnya fungsi pemangku adat di tengah masyarakat Sumbar," papar politisi Partai Gerindra tersebut.


Melihat keadaan itu, kata Abel, amat disayangkan hingga kini Pemerintah Sumbar tak juga sadar dengan isu kebudayaan. Begitu juga dengan arah pendidikan yang belum juga menemukan tujuannya. Dalam hal tersebut, harusnya peran perguruan tinggi amat dibutuhkan dalam penentuan arah pendidikan di Sumbar.


"Tanpa adanya arah tersebut, Sumbar saat ini mengalami krisis di semua lini baik kepempimpinan, pendidikan juga kebudayaan" terang Anggota Komisi IV DPRD Sumbar itu.


Oleh sebab itu, kata Abel, Sumbar harus segera menyusun Rencana Induk Kebudayaan daerah (RIKD).


Nantinya dalam RIKD akan disusun konsep adat, sistim nilai budaya dan kebudayaan di Sumbar. RIKD tersebut setelah rampung akan menjadi Perda yang siap menentukan arah kebudayaan di Sumbar.


Diskusi hangat dalam hari jadi Magistra ke 6 itu dihadiri oleh beberapa penulis, akademisi serta budayawan. Seperti Rusli Marzuki Saria, Zelfeni Wimra, Deddy Arsya, Romi Zarman, Esha Tegar Putra, Abdullah Khusairi, Jamaluddin Rahmat, dan Muhammad Nasir. (dodo)


Minggu, 18/09/2011 13:01 WIB


sumber. www.padangmedia.com

No comments:

Post a Comment