#DIRUMAHAJA


Pada Mulanya Provokasi Tingkat Dewa! 

ABDULLAH KHUSAIRI

"Terima kasih TVONE, terima kasih pemirsa telah kirim foto. Salam hormat. Selamat menunaikan ibadah puasa. Tetap tabah menghadapi wabah, tetap di rumah."
*

Sejak kuliah di Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) tahun 1995, dunia media massa sudah ditekuni sambil kuliah. Aktif di Tabloid Mahasiswa Suara Kampus, juga media komunitas di Senat Fakultas, Alfitrah. Pada jurusan ini banyak tentang teori dengan praktek yang minim. Maklum waktu itu belum ada labor. 

"Jurusan tanpa labor, adalah jurusan icak-icak," cemeeh Dr. Sheiful Yazan, M.Si., tetapi tekad agar mahasiswanya menjadi apa yang hendak ia cita-citakan begitu besar. 

"Siapa yang saja di kelas ini yang karyanya dimuat di koran, klipinglah. Setor ke saya, tak perlu kuliah lagi. Sudah saya jamin nilainya," ujar Kang Iful, demikian kami memanggilnya. Sebuah provokasi tingkat dewa! Tapi saya masuk terus, kuliah kemediamassaan tak boleh tertinggal pun sehari.


Begitu banyak mata kuliah tentang kemediamassaan, membuat intensitas pertemuan dengan Kang Iful padat di semester-semester akhir. Harusnya itu di awal-awal, tapi tak apa. Kesempatan belajar memang terbuka lebar. Tekad agar tulisan dimuat di koran lokal akhirnya kesampaian. 

Sederetan nama baru dari angkatan '95 mulai menghiasi Surat Kabar Umum Harian Haluan Edisi Minggu dan Harian Umum Independen Singgalang. Selain saya, ada nama Irsad Sati, Elfiyon Julinit, Ka'bati, Jasriman, Rinal Sagita, Said Sirajuddin, Ridardon, Bonar Harahap, dll. Juga ada nama-nama lain yang akhirnya juga menjadi pekerja media. Semua itu berkat tangan dingin Kang Iful, guru media kami. 
Bersama Bonar Harahap (Metro TV) 

Belajar tentang media dengan Kang Iful tak pernah jenuh. Selalu ada yang baru dan menarik. Selain tulis menulis, radio, juga televisi. Kami pernah membuat majalah udara, juga menulis naskah-naskah untuk televisi. Bagaimana kamera dimainkan, walaupun kamera tak ada. Beda dengan kini, sudah punya kamera dan studio mini. Ada selalu benih-benih kader muncul meyakinkan. 

Hingga tamat, memilih jalan sebagai orang media kesampaian seiring dengan kebebasan mendirikan media buah dari perjuangan reformasi. Berlabuh ke Harian Pagi Padang Ekspres yang baru tumbuh, membuka kesempatan untuk tumbuh bersama. Berselang enam tahun di anak perusahaan Jawa Pos yang pemiliknya kini punya disway.id itu, digeser untuk mendirikan televisi. Lahirlah Padang TV. Belajar audiovisual diteruskan sambil bekerja. Sayangnya, cuma satu tahun, diminta pula untuk menggawangi Posmetro Padang. Belum habis rasa nyaman, dipindahkan pula ke Padang-Today.Com. Pindah-pindah terus tetapi mendapatkan pengalaman yang sungguh menakjubkan. 

Padang Ekspres memberi kesempatan besar untuk menulis. Apa saja tulis. Jadi berita, jadi feature, jadi cerpen, puisi, opini, dan segala macamnya. Jalan-jalan ke luar negeri, apalagi di dalam negeri. Padang-Jakarta masih dengan Bandara Tabing pernah balik hari saja.  

Wara-Wiri di Layar Kaca 
Padang TV memberi kesempatan menjadi host dan presenter, dengan jabatan manajer program dan televisi. Nyali untuk Live awalnya sangat dingin tetapi akhirnya bisa setelah melewati kegiatan Taping. Semua itu proses yang menarik, bekerja sambil belajar. 

Setelah masuk kampus, dunia media tak pernah ditinggalkan. Menjadi kolomnis di Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, kegiatan rutin di sela mengajar di kelas-kelas jurnalistik. Kesempatan datang lagi ketika menjadi host di TVRI Sumbar, sekali seminggu. Kegiatan kian bertambah pula. Wara-wiri di televisi menjadi kian biasa. Suatu waktu diajak Fadhli Reza untuk Live di Sindo TV, yang kini bermetamorfosa menjadi Inews. 

Ramadan 1414 H jagat media sosial saya seheboh-hebohnya. Ketika ditayangkan Indahnya Ramadan di TVONE. Tak tanggung-tanggung, bersama Ustadz Abdul Somad. Kali ini Donal Chaniago yang punya gawe. Koresponden TVONE wilayah barat itulah yang memberi kesempatan. Selain program Indahnya Ramadan juga tampil di channel Youtube yang dikelolanya. 

Saya menjadi host Indahnya Ramadan bersama Syahrul Gunawan, Hilbram Dunar, dll. Ada yang protes, kenapa hanya jadi host harusnya narasumber. Pada kesempatan lain, kenapa cuma jadi moderator, tidak menjadi narasumber. Ya, sih. Tetapi itu acaranya bukan acara sesuai dengan kapasitas untuk jadi narasumber. Lha moderator yang narasumbernya Wakil Gubernur, itu bukanlah pekerjaan sepele. 

Jadi host itu susah, bukan pekerjaan sepele, paling tidak itu menurut saya. Ada juga yang menyayangkan, sudah doktor kenapa hanya host aja, harusnya narasumber. Ah, sudahlah. Berkomentar memang enak. Hehehe. Doktor saya tentang Pengkajian Islam atau Filsafat Islam, kajiannya dihitung terlalu berat, hanya kalangan terbatas. Jadi, tidak pengajian agama biasa. Atau menjadi ustadz, ceramah-ceramah di masjid. Wahai, jangan terlalu banyak permintaan, repot saya dibuatnya. Bersyukur dan bersenang-senanglah dengan yang ada. Hati riang adalah obat. Hahaha. 

Begitulah akhirnya wara-wiri di televisi, di acara demi acara, lekat tangan sang guru Kang Iful tak pernah sedikitpun saya lupakan. Tentu saja, ada guru-guru lain. Kang Iful adalah awal, bermula saya hendak ditetaskan menjadi pekerja media yang kini pulang kampung, eh kampus! Alhamdulillah. 

"Terima kasih tvone, terima kasih pemirsa telah kirim foto. Salam hormat. Selamat menunaikan ibadah puasa. Tetap tabah menghadapi wabah, tetap di rumah."[] 

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA