Sunday, May 17, 2020

#DIRUMAHAJA

Makan Lemang 
dengan Rendang 


ABDULLAH KHUSAIRI 

"Tapainya berapa pak?" 
"Tak usah, saya makan lemang pakai rendang." 
"Oh, enak juga. Cukup setengah?" 
"Cukup."
"Makasih, bapak." 
*
Satu dari sekian banyak dialog yang pernah teringat dan berulang. Tadi sore juga begitu. Sambil memanaskan mobil, kelilinglah sebentar. Hingga masuk kampus, sekadar berputar arah dan berhenti di ATM.

Kota Padang memang sepi dari biasa. Sejak PSBB, orang banyak di rumah, walau beberapa tempat ramai. Saya kira itu hanya sebentar, orang-orang belanja memenuhi kebutuhan dapur dan mungkin juga belanja untuk lebaran. Setelah mampir isi BBM, yang masih tak turun-turun walau stok minyak dunia  sedang banjir, berhenti membeli lemang. Selera puasa memang ada-ada saja. Walau sudah ada masakan di rumah, nafsu belanja meninggi dari biasa. 


Biasanya membeli lemang di pinggir jalan dekat Masjid Raya Sumatera Barat, kini sudah terbiasa pula membelinya di seputaran by pass. Dekat jalur pulang pergi dari rumah. Berdekatan pula dengan RM Sepakat, tempat beli rendang. Sialnya, sudah beberapa kali, selalu tak dapat jatah. Habis terus. Begitulah kuliner, jika sudah terasa di lidah. Kualitas memang tak bisa didustai. 

Tak habis akal, tancap gas ke Siteba, ketemu RM Mama. Ada. Dapat. Saya senang, walau tak dapat di suatu tempat tetapi dapat di tempat lain. Soal rasa, beti. Beda tipis. Seperti kopi, rendang punya kelebihan masing-masing tempat. Begitu juga dengan lemang, punya kelebihan masing-masing. 

Soal makan lemang dengan rendang, entah dari mana asalnya. Dulu makan lemang juga sering pakai susu, sesekali memang enak pakai tapai ketan hitam itu. Paling pas dengan rendang, sebab rendang makanan terenak di dunia entah versi siapa pula itu, yang jelas pernah eboh soal masakan satu ini. 

Rendang punya sejarah. Sejarah mengakali agar ada makanan yang tahan lama. Orang-orang naik haji dulu selama 3 sampai 6 bulan. Bila pulang kembali, pertanyaan orang yang menyambut para haji baru di pelabuhan Emma Heaven, masih ada sisa rendang yang dibawa dulu? Jika masih ada, orang ingin makan lagi. Rendang yang sudah berlayar berbulan-bulan. Ada-ada saja, ya. Kini rendang di rumah makan dengan mengutamakan menu ini tak pernah sampai satu hari, terlambat sedikit habis. Tak ada cerita dua hingga tiga hari. Cuma beda jam, seharusnya datang jam 15.00 WIB bisa dapat. Kalau datang 16.30 WIB, selamat tinggal. Aromanya saja yang tinggal. Jadi, tak ada berbulan-bulan. Hahaha. 

Rendang makanan yang tahan lama. Kini berbagai kemasan dibuat. Ada yang dari daging sapi, ayam, telur ayam, telur puyuh, dll. Kemasan itu buat oleh-oleh. Bisa dibeli di kedai oleh-oleh di Kota Padang. Ada rendang yang makin lama, semakin enak. Mungkin seperti permentasi anggur untuk wine, ah tapi tak juga. Cuma yang jelas, cerita orang ingin mencicipi rendang yang dibawa pulang pergi dari Padang-Mekkah adalah bukti, rendang tahan lama. 

"Lemang enak dimakan dengan apa saja. Tergantung selera," kata penjual. Ya, benar. Cuma ada yang ketawa mendengar saya makan lemang dengan rendang. Tak ada yang aneh, soal selera, bebas! Lemang, beras ketan yang dimasak dengan santan di dalam bambu itu, kini sudah bisa dimasak dengan berbagai alat. Malahan ada dengan kaleng, walau tetap dilapisi daun. Daun pisang punya peran berbeda jika sudah bertemu beras. Sesekali cobalah beli nasi bungkus dengan kertas akan sangat berbeda bila dibungkus dengan daun pisang. Penjual ada yang mengakali, selapis daun pisang sebagai pembungkus sedangkan bungkusan luar, kertas yang sering dijual itu. Cerdik pula ya. 

Ada juga di youtube, lemang dibuat dengan peralatan yang disiapkan pabrik. Dikukus di atas kompor gas. Saya belum pernah merasakannya, enak atau tidak. Tetapi itu sudah membuktikan, perkembangan zaman hendak melindas cara membuat lemang secara tradisional. Pakai bambu, dimasak dengan jarak api dari kayu bakar yang terukur. Arah angin, besar api dan mesti dijaga agar tidak menjalar bambu hingga membuat hangus. 

Eh, sudah ya. Saya makan lemang dengan rendang dulu. Maaf, bila tulisan ini terbit selera pembaca. Sesekali, coba pulalah. Salam.[]

No comments:

Post a Comment