Monday, January 29, 2007
AJI Gelar Pelatihan Keselamatan Jurnalis
AJI Gelar Pelatihan Keselamatan Jurnalis
Padang, Padek---Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Padang akan menggelar Pelatihan Keselamatan Jurnalis
(Journalist Safety Training), 27-29 Januari 2007 mendatang. Acara ini akan diikuti 26 jurnalis Padang, utusan dari media cetak dan elektronik di Kota Padang.
Acara ini digelar di Carolina Hotel Bungus terselenggara atas kerja sama AJI dengan International Federation Journalist (IFJ). Di samping itu juga didukung oleh Komisi Eropa dan Lotco dan bagian dari program kerja sama Media for Democracy in Indonesia (MFDI).
Koordinator Acara dari AJI Padang, Vera Neldy mengatakan kepada koran ini, kemarin, materi pelatihan seputar keselamatan jurnalis dan pertolongan pertama bagi korban di daerah konflik.
"Seperti mempelajari situasi lapangan, bersiaga dari kemungkinan terburuk, P3K, menangani pata tulang, pendarahan dan luka bakar," ungkap Aver, demikian ia biasa disapa.
Juga akan diberikan materi seputar ranjau dan perangkap,
kekacauan dan stress, hewan berbisa, memahami hubungan militer dan media, kemampuan navigasi, dilengkapi dengan latihan.
Kriteria peserta, jurnalis media cetak, radio, online dan televisi yang masih aktif minimal satu tahun terakhir. Peserta merupakan utusan dari lembaga.
Ketua AJI Padang, Syofiardi Bachyul kepada koran ini, mengatakan, acara ini amat bermanfaat bagi jurnalis yang berada di garis terdepan (front line) dalam setiap peristiwa terjadi.
"Di sinilah keahlian dan mental sang jurnalis ditempa dengan sebenarnya," kata Syofiardi.
Memang situasi berbahaya langsung amat dekat dan akrab bagi jurnalis yang berada di lapangan. Pelatihan ini juga menyiapkan materi kewaspadaan dan keamanan sehari-hari.
Materi pelatihan akan diberikan oleh AKE, sebuah lembaga penyedia jasa Pelatihan Keselamatan Jurnalis yang
sudah dikenal luas di dunia. AKE berpusat di Hereford, Inggris. Trainer AKE merupakan tenaga berpengalaman dalam bertuga di daerah-daerh konflik.
(hry)
MISKIN HATI
Seorang teman memberi apresiasi tulisan saya di sini, dengan penuh semangat melalui short message service (SMS). Saya jawab juga dengan penuh penghormatan atas apresiasinya. Kemudian, teman ini meminta saya untuk menulis tentang gaji dewan yang sedang dibicarakan. Lalu saya katakan, sudah terlalu banyak yang menyoalkannya. Semakin dipersoalkan, semakin tajam menyakitkan rakyat.
Sebab, perihnya hidup makin memperjauh rakyat dengan pemimpinnya. Pemimpin hanya memikirkan sesuatu yang tidak riil. Kemajuan, pembangunan, peningkatan ekonomi, pendapatan negara, dan segala macam hal yang tidak dekat dengan rakyat.
Tuesday, January 23, 2007
RIAU TV
Sebagai pendiri Padang TV yang kini hadir di 33 UHF di Kota Padang. Satu dari 13 anggota yang berangkat sebagai pejuang—serasa terbuang—selama lima hari belajar di Riau TV Januari 2007. Pelatihan ini menghantar saya ke meja Presenter Berita Detak Sumbar, Dialog Malam, dll. Menjadi penyiar sebagai perjalanan, pernah mencoba dan eksis selama sembilan bulan—seperti bayi dalam kandungan ya…— tetapi jabatan sesungguhnya adalah Manager Program & Produksi Padang TV 2007. Bermain visual, berbeda dengan bermain kata, visual acap gagal menyampaikan kata. Kata lebih detail, gambar membutuhkan kata.
KULIT KACANG
Raja Cerpen Rusia, Anton Chekov pernah menyatakan, di zaman ini, orang lebih mudah kehilangan kepercayaan diri daripada sarung tangan tua. Hal ini dikarenakan makin ketatnya persaingan dalam hidup.
“Saya hanya ingin mengatakan yang sejujurnya tentang kita. Betapa busuknya kita.” Begitu kata Chekov.
Melalui cerpen, Chekov menyampaikan pesan moral terhadap cara orang berkehidupan. Ia tak segan-segan menyatakan betapa busuknya pergaulan terbangun. Mujurlah itu pandang Chekov itu merupakan hasil analisanya kehidupan di Rusia sana. Namun demikian apa yang ditulis Chekov dengan gaya yang khas membuat karyanya enak dibaca sampai keluar Rusia. Ada sentuhan kemanusiaan yang memang mendobrak batas wilayah karyanya. Oleh karenanya, karya Chekov juga mengena dimana saja dibaca.
“Kadang-kadang juga dekat dengan persoalan di sekeliling kita.” Kata mania Chekov.
Selain Chekov, Jalaluddin Rumi juga sering mengingatkan hal itu dalam puisi-puisi sufistiknya. Di dalam buku Matsnawi-i-Ma’anawi (Couplets of Inner Meaning), sufi agung ini memberi pesan kemanusiaan. Menanamkan ajarannya dalam sebuah kerangka yang secara efektif menjabarkan makna batiniah sebagaimana sebuah pertunjukan atau pameran. Teknik ini bermanfaat melindungi mereka yang tidak mampu menggunakan materi pada level eksperimen yang lebih tinggi; membiarkan mereka yang menginginkan puisi, untuk memilih puisi; memberi hiburan kepada orang-orang yang menginginkan cerita; mendorong kaum intelektual yang menghargai pengalaman-pengalaman.
Salah satu pernyataan kalimat-kalimatnya yang terkenal adalah judul dari pembicaraan-ringannya: ”Yang ada di dalam ada di dalam.” Engkau mengeluarkan apa yang ada di dalam untuk dirimu.” Ar-Rumi memiliki kegelisahan sufistik yang luar biasa dalam kesusastraan dan puisi, melebihi pujangga di zamannya. Sesungguhnya, engkau adalah tanah liat. Dari bentukan mineral, kau menjadi sayur-sayuran. Dari sayuran, kau menjadi binatang, dan dari binatang ke manusia. Selama periode ini, manusia tidak tahu ke mana ia telah pergi, tetapi ia telah ditentukan menempuh perjalanan panjang. Dan engkau harus pergi melintasi ratusan dunia yang berbeda. Bacalah buku Jalan Sufi (The Way of the Sufi): Reportase Dunia Ma’rifat, ditulis Idries Shah.
Membaca Chekov dan ar-Rummi kita seperti ditertawai oleh keduanya. Kebodohan dan ketololan kadang-kadang secara sadar dilakukan demi kepentingan. Kepentingan pribadi membuat orang tak perlu objektif melihat persoalan. Padahal sudah diingatkan dalam ajaran agama, janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil. (QS Almaidah 8). Kenyataannya, dunia tidak akan pernah adil. Kearifan makin susah dicari seiring dengan hilangnya percayaan diri. ”Orang sering jadi kacang, lupa pada kulit. Padahal, tanpa kulit, kacang akan jadi ‘kacangan’. Hidup tidak akan pernah adil. Teruslah berjuang untuk mendapatkan kacang tanpa cara ‘kacangan’.” Ungkapan terakhir ini berdengung setelah merenung, entah dari siapa. [] abdullah_khusairi@yahoo.co.id
“Saya hanya ingin mengatakan yang sejujurnya tentang kita. Betapa busuknya kita.” Begitu kata Chekov.
Melalui cerpen, Chekov menyampaikan pesan moral terhadap cara orang berkehidupan. Ia tak segan-segan menyatakan betapa busuknya pergaulan terbangun. Mujurlah itu pandang Chekov itu merupakan hasil analisanya kehidupan di Rusia sana. Namun demikian apa yang ditulis Chekov dengan gaya yang khas membuat karyanya enak dibaca sampai keluar Rusia. Ada sentuhan kemanusiaan yang memang mendobrak batas wilayah karyanya. Oleh karenanya, karya Chekov juga mengena dimana saja dibaca.
“Kadang-kadang juga dekat dengan persoalan di sekeliling kita.” Kata mania Chekov.
Selain Chekov, Jalaluddin Rumi juga sering mengingatkan hal itu dalam puisi-puisi sufistiknya. Di dalam buku Matsnawi-i-Ma’anawi (Couplets of Inner Meaning), sufi agung ini memberi pesan kemanusiaan. Menanamkan ajarannya dalam sebuah kerangka yang secara efektif menjabarkan makna batiniah sebagaimana sebuah pertunjukan atau pameran. Teknik ini bermanfaat melindungi mereka yang tidak mampu menggunakan materi pada level eksperimen yang lebih tinggi; membiarkan mereka yang menginginkan puisi, untuk memilih puisi; memberi hiburan kepada orang-orang yang menginginkan cerita; mendorong kaum intelektual yang menghargai pengalaman-pengalaman.
Salah satu pernyataan kalimat-kalimatnya yang terkenal adalah judul dari pembicaraan-ringannya: ”Yang ada di dalam ada di dalam.” Engkau mengeluarkan apa yang ada di dalam untuk dirimu.” Ar-Rumi memiliki kegelisahan sufistik yang luar biasa dalam kesusastraan dan puisi, melebihi pujangga di zamannya. Sesungguhnya, engkau adalah tanah liat. Dari bentukan mineral, kau menjadi sayur-sayuran. Dari sayuran, kau menjadi binatang, dan dari binatang ke manusia. Selama periode ini, manusia tidak tahu ke mana ia telah pergi, tetapi ia telah ditentukan menempuh perjalanan panjang. Dan engkau harus pergi melintasi ratusan dunia yang berbeda. Bacalah buku Jalan Sufi (The Way of the Sufi): Reportase Dunia Ma’rifat, ditulis Idries Shah.
Membaca Chekov dan ar-Rummi kita seperti ditertawai oleh keduanya. Kebodohan dan ketololan kadang-kadang secara sadar dilakukan demi kepentingan. Kepentingan pribadi membuat orang tak perlu objektif melihat persoalan. Padahal sudah diingatkan dalam ajaran agama, janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil. (QS Almaidah 8). Kenyataannya, dunia tidak akan pernah adil. Kearifan makin susah dicari seiring dengan hilangnya percayaan diri. ”Orang sering jadi kacang, lupa pada kulit. Padahal, tanpa kulit, kacang akan jadi ‘kacangan’. Hidup tidak akan pernah adil. Teruslah berjuang untuk mendapatkan kacang tanpa cara ‘kacangan’.” Ungkapan terakhir ini berdengung setelah merenung, entah dari siapa. [] abdullah_khusairi@yahoo.co.id
Subscribe to:
Posts (Atom)