Tuesday, January 23, 2007

KULIT KACANG

Raja Cerpen Rusia, Anton Chekov pernah menyatakan, di zaman ini, orang lebih mudah kehilangan kepercayaan diri daripada sarung tangan tua. Hal ini dikarenakan makin ketatnya persaingan dalam hidup.
“Saya hanya ingin mengatakan yang sejujurnya tentang kita. Betapa busuknya kita.” Begitu kata Chekov.
Melalui cerpen, Chekov menyampaikan pesan moral terhadap cara orang berkehidupan. Ia tak segan-segan menyatakan betapa busuknya pergaulan terbangun. Mujurlah itu pandang Chekov itu merupakan hasil analisanya kehidupan di Rusia sana. Namun demikian apa yang ditulis Chekov dengan gaya yang khas membuat karyanya enak dibaca sampai keluar Rusia. Ada sentuhan kemanusiaan yang memang mendobrak batas wilayah karyanya. Oleh karenanya, karya Chekov juga mengena dimana saja dibaca.
“Kadang-kadang juga dekat dengan persoalan di sekeliling kita.” Kata mania Chekov.
Selain Chekov, Jalaluddin Rumi juga sering mengingatkan hal itu dalam puisi-puisi sufistiknya. Di dalam buku Matsnawi-i-Ma’anawi (Couplets of Inner Meaning), sufi agung ini memberi pesan kemanusiaan. Menanamkan ajarannya dalam sebuah kerangka yang secara efektif menjabarkan makna batiniah sebagaimana sebuah pertunjukan atau pameran. Teknik ini bermanfaat melindungi mereka yang tidak mampu menggunakan materi pada level eksperimen yang lebih tinggi; membiarkan mereka yang menginginkan puisi, untuk memilih puisi; memberi hiburan kepada orang-orang yang menginginkan cerita; mendorong kaum intelektual yang menghargai pengalaman-pengalaman.
Salah satu pernyataan kalimat-kalimatnya yang terkenal adalah judul dari pembicaraan-ringannya: ”Yang ada di dalam ada di dalam.” Engkau mengeluarkan apa yang ada di dalam untuk dirimu.” Ar-Rumi memiliki kegelisahan sufistik yang luar biasa dalam kesusastraan dan puisi, melebihi pujangga di zamannya. Sesungguhnya, engkau adalah tanah liat. Dari bentukan mineral, kau menjadi sayur-sayuran. Dari sayuran, kau menjadi binatang, dan dari binatang ke manusia. Selama periode ini, manusia tidak tahu ke mana ia telah pergi, tetapi ia telah ditentukan menempuh perjalanan panjang. Dan engkau harus pergi melintasi ratusan dunia yang berbeda. Bacalah buku Jalan Sufi (The Way of the Sufi): Reportase Dunia Ma’rifat, ditulis Idries Shah.
Membaca Chekov dan ar-Rummi kita seperti ditertawai oleh keduanya. Kebodohan dan ketololan kadang-kadang secara sadar dilakukan demi kepentingan. Kepentingan pribadi membuat orang tak perlu objektif melihat persoalan. Padahal sudah diingatkan dalam ajaran agama, janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil. (QS Almaidah 8). Kenyataannya, dunia tidak akan pernah adil. Kearifan makin susah dicari seiring dengan hilangnya percayaan diri. ”Orang sering jadi kacang, lupa pada kulit. Padahal, tanpa kulit, kacang akan jadi ‘kacangan’. Hidup tidak akan pernah adil. Teruslah berjuang untuk mendapatkan kacang tanpa cara ‘kacangan’.” Ungkapan terakhir ini berdengung setelah merenung, entah dari siapa. [] abdullah_khusairi@yahoo.co.id

No comments:

Post a Comment