Dunia Jurnalistik Memendam Persoalan


Padang – Singgalang
Dunia jurnalistik Indonesia memendam persoalan. Lemahnya perlindungan hukum, hegemoni media, pelanggaran kode etik, hingga soal kesejahteraan awak media, seolah tidak ada penyelesaiannya.
Namun yang perlu dijunjung wartawan di atas semua itu, yakni jurnalisme damai. Wartawan senior Parni Hadi dalam kunjungannya ke Singgalang, Jumat (3/2) bicara banyak hal tentang persoalan tersebut. Pertemuan dihadiri Pemimpin Umum Singgalang, H. Basril Djabar, Ketua PWI Sumbar Basril Basyar, Ketua AJI Padang Hendra Makmur, Pemimpin RRI Padang Edi Supakat, Pemimpin Redaksi Singgalang Khairul Jasmi dan beberapa wartawan media cetak dan elektronik di Sumbar.
Hal yang perlu disadari wartawan, kata Parni Hadi, perbedaan antara wartawan sebagai profesi dan sebagai posisi. Kata dia, profesi adalah sesuatu yang abadi, sementara posisi jabatan bersifat sementara dan boleh berubah.
“Meskipun bekerja sebagai pemimpin, politisi atau pegawai, seorang wartawan tetaplah seorang wartawan. Setinggi apapun posisinya, dia tetap seorang wartawan,” kata Parni.
Diungkapkannya, menjadi wartawan tidaklah mudah. Dibutuhkan setidaknya keterampilan, pemahaman kode etik, dan jaminan dari kesejahteraan yang memperkerjakannya.
Bergelut di bidang jurnalistik selama lebih dari 40 tahun, Parni Hadi menggagas sendiri seperti apa idealnya konsep jurnalistik.
Ia menamakan jurnalistik prophet (Jurnalisme Kenabian) dengan mengedepankan keempat sifat nabi seperti benar, mendidik, bertanggung jawab dan mengandung kebijaksanaan.
Meski bernama jurnalisme kenabian, bukan berarti etos kerja itu khusus bagi wartawan Islam saja. Kata Parni, semua agam menganut azas kedamain yang juga mengedepankan empat hal di atas ebagai nilai utama ajarannya.
“Tugas utama wartawan mendamaikan persoalan bukan malah merunyamkan keadaan. Perlu disadari fungsi pers sebagai control social,” kata Parni mengingatkan.
Disadarinya, hal tersebut terkendala dengan kebutuhan pasar saat yang butuh berita dengan konten, sarkas dan ricuh. Bagi beberapa perusahaan media, hal itu merupakan produk jual karena mudah diterima pasaran.
Parni menegaskan, peliputan suatu masalah harus didasari dengan kebijakan sehingga membantu masyarakat untuk bersikap lebih arif.
Ketua AJI Padang, Hendra Makmur mengedepankan hal serupa. Kata dia, di lapangan banyak ditemukan wartawan yang mengabaikan kode etik.
Hal ini didasari karena rendahnya pendapatan yang diterima wartawan dari profesinya. “Kami meminta kepada setiap perusahaan pers agar menjamin kesejahteraan wartawan, minimal dengan memberi gaji sesuai dengan upah minimum regional,” kata Hendra.
Di lain pihak, soal kode etik wartawan bisa terpenuhi dengan adanya Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Pemimpin Redaksi Harian Haluan, Zul Effendi menukaskan, hal ini penting guna menyaring mana yang benar-benar wartawan di luar sana.
Beberapa waktu lalu, UKW telah dilakukan di Jakarta oleh Dewan Pers. Utusan Sumbar, di antaranya Pemimpin Redaksi Singgalang, Khairul Jasmi dan Redpel Widya Navis dinyatakan lulus.
Hegemoni Pusat
Wartawan Abdullah Khusairi menilai, UU Penyiaran tidak diperlakukan dengan optimal. Akibatnya, masyaraka tidak punya pilihan lain ketika menonton televise. Isu-isu daerah pun tidak terlalu dilirik, kecuali konflik besar dan bencana.
“Pusat perlu didorong menyediakan ruang bagi isu-isu daerah, sebagai alternative lain bagi masyarakat selain menjamurnya tayang tidak mendidik,” katanya.
Disadari atau tidak, terjadi perang media di Indonesia yang mengancam eksistensnya satu sama lain. Saat ini, media TV berjumlah 1000 nama, media cetak 1000 dan radio mencapai 2000 nama.
“Untuk bertahan, profesionalitas perusahaan media dan wartawan sangat diharapkan,” kata Basril Basyar.
Hasil diskusi kemarin akan disampaikan Ketua PWI Sumbar, Basril Basyar pada pertemuan PWI Indoensia dalam rangka Hari Pers Nasional.
Yang perlu ditekankan, kata Parni, jalan kedamaian harus ditempuh wartawan dalam setiap kerjanya. Sekali wartawan, tetap wartawan. (405) Harian Singgalang, Sabtu (4/2)

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA