Pilwako
Padang,
Tawarkanlah
Gagasan Baru
ABDULLAH
KHUSAIRI
Pelajaran
berharga dari head to head dalam Pilpres
2014 dan Pilgub DKI 2017 adalah, begitu banyak kerusakan sistem kehidupan sosial
akibat dari hanya ada dua pilihan. Luka kekalahan dan luka sosial dari caci
maki di media sosial, hanya memerlihatkan, betapa buruk wajah suksesi head to head. Dampak ini akan
menyumbangkan kualitas demokratisasi dan juga batu sandungan bagi mereka yang
terpilih dalam menjalankan amanat nanti.
Para
pasangan calon harus memahami, betapa rawan head
to head konflik di tengah masyarakat membawa perpecahan. Dan harus
disadari, betapa sulit merajut kembali menjadi kebersamaan menjadi sebuah modal
sosial nantinya. Padahal modal sosial kebersamaan adalah kekuatan kunci sukses
tidaknya pembangunan yang akan dijalankan.
Oleh
karenanya, harus ada pola baru tanpa harus menjatuhkan lawan ketika menarik
simpati rakyat. Sebab, menyerang berlebihan justru bukannya mendapatkan
simpati, justru juga membuka peluang antipati. Tidak selamanya menyerang dan
kesombongan atas keberhasilan bisa membuat luluh hati.
Pasangan
calon dan tim sukses harus terus terjaga hingga bulan Juni nanti, jangan ada
yang menyerang berlebihan kepada pihak seberang. Atau yang lebih buruk, jangan sampai
seakan-akan pihak seberang diserang oleh pihak lain tetapi yang berdampak
kepada citra pasangan yang sedang diusung. Pada politik, memang semua bisa
terjadi. Pada level-level tertentu, selalu ada militansi yang kadang-kadang
membutakan nurani. Semua itu, kuncinya ada pada diri pasangan calon yang tampil
untuk mengelola tim suksesnya.
Padang Rasional
Kota
Padang juga melaksanakan Pilwako dengan pasangan head to head. Pasangan petahana pada periode sebelumnya, mengambil
jalan bersimpang. Pasangan Mahyeldi-Emzalmi tinggal kenangan. Tetapi hasil
kerja mereka kini, di media sosial, diklaim kedua pihak; Mahyeldi-Hendri Septa
dan Emzalmi-Desri Ayunda. Padahal, itu hasil kerja pasangan Mahyeldi-Emzalmi.
Mahyeldi-Emzalmi
telah bekerja dengan baik, Kota Padang bisa disebut tacelak untuk beberapa
bagian, seperti Pasar Raya dan Pantai Padang. Sementara itu, begitu banyak yang
lain masih terbengkalai. Semoga itu juga menjadi ukuran bagi pemilih nanti,
bagi keduanya, bukan satu orang saja. Hal itu harus dimulai oleh
Mahyeldi-Emzalmi juga. Keduanya harus membangun kenangan itu dalam sebuah pola
kebersamaan bukan perbedaan.
"Kapan
perlu mereka saling memuji. Karena mereka pasangan dulunya. Indah juga terasa
Pilwako Padang dibaca dalam sejarah suatu hari nanti," kata aktivis
kelautan, yang juga Humas UBH, Indrawadi, ketika ngopi bersama penulis beberapa
hari lalu.
Kota
Padang dengan pemilih yang rasional, masih memiliki pemilih yang solid dan
militan untuk salah satu pasangan calon. Ini dapat dimaklumi. Kekuatan pasangan
calon kini, bisa direka dan diukur. Tetapi jika hanya dengan kekuatan demikian,
berarti tidak ada kampanye, Pilwako telah usai. Padahal, ada waktu tiga bulan
ini untuk meraih simpati melalui kampanye yang cerdas dan elegan. Mestinya
segeralah mengelak menyerang dengan segala keburukan di seberang.
Perang Gagasan
Salah
satu kampanye yang cerdas dan elegan itu, menawarkan gagasan-gagasan baru yang
dapat membuat warga mau menjatuhkan pilihan politiknya. Gagasan tersebut
memberi harapan baru bagi warga kota, paling tidak dapat membanggakan. Atau
yang paling tinggi, mampu meningkatkan pendapatan per kapita warga.
Jadi,
bukan hanya klaim kekuatan dan keberhasilan yang sudah ada. Sebab, semua
pasangan calon memang memiliki basis kekuatan masing-masing. Keberhasilan yang
sudah dicapai kota juga keberhasilan pasangan Mahyeldi-Emzalmi yang tinggal
kenangan, bukan atau belum keberhasilan pasangan Mahyeldi-Hendri Septa dan
keberhasilan pasangan Emzalmi-Desri Ayunda.
Kampanye
dengan kekuatan dan keberhasilan, hanya melemahkan “jembatan pembangunan” dari
periode ke periode. Juga sangat buruk dan akan berdampak konflik
berkepanjangan. Sepanjang kepemimpinan periode ke depan di Kota Padang, jika
dibangun dengan kebencian, caci maki, saling klaim keberhasilan, maka siapa pun
terpilih akan menanggung akibatnya. Anies-Sandi, Jokowi-JK, merasakan itu hari
ini. Ketika hasil head to head
menghadirkan mereka untuk memimpin. Haters-Lovers yang sulit diredam. Padahal,
pembangunan sosial, baik fisik maupun jiwa, harus dimulai dari ketenangan
dukungan penuh seluruh rakyat, bukan hanya kelompok semata.
Bisa
jadi, bagi pasangan calon dan tim yang sedang akan berlaga, yang penting menang
dulu segala dampak di baliknya nanti saja dipikirkan! Cara berpikir begini
dibangun karena betapa pentingnya menang walau semuanya hancur. Bagi Kota
Padang, ini merugikan masa depan.
Pesan
ini bukan saja bagi kedua pasangan calon, tetapi juga tim sukses, pengamat dan
seluruh warga Kota Padang. Kecerdasan politik itu mudah diasah, agar tidak
cepat terpengaruh hanya karena caci maki dan saling serang tidak produktif.
Alangkah baiknya jika saling memahami, suksesi ini untuk Padang Kota Tercinta,
bukan hanya untuk kelompok pada pasangan calon yang berlaga semata. Semoga
tulisan ini tidak menggurui demi menjaga kita semua agar tetap waras dalam
memilih dan menemukan pemimpin yang mengembirakan Padang Kota Tercinta di masa
lima tahun mendatang. Amin. [] SINGGALANG, Senin, 26 Februari 2018
No comments:
Post a Comment