Menunggu Gubernur Baru

Oleh: Abdullah Khusairi
Pesta Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) telah usai. Sebuah perhelatan dengan menghabiskan dana miliaran rupiah dari pasangan calon yang ikut dalam suksesi dan dana negara. Rakyat diberi suguhan sebentuk pesta. Namanya, pesta demokrasi. Beberapa minggu terakhir saja, kita tak lagi melihat baliho-baliho kampanye di setiap sudut kota.
Pesta telah usai. Gubernur terpilih telah ditetapkan, menunggu pelantikan dan menyimak hasil gugatan di Mahmah Konstitusi (MK). Pasangan terpilih bak sepasang pengantin yang baru saja akad nikah, menunggu pesta perkawinan saja. Dan tentu, menunggu malam pertama dengan getar yang tak tertahan.
Pasangan Irwan Prayitno-Muslim Kasim terpilih sekali putaran saja (32,63 persen). Inilah pilihan rakyat. Hasil pesta demokrasi yang harus dihormati, walau dengan tingkat partisipasi yang masih dipertanyakan. Namun demikian, kerja keras pelaksanaan Pemilukada di tengah penanggulangan bencana dan sepenungguan bantuan bencana, adalah hal yang patut diapresiasikan.
Harapan masyarakat, begitu besar atas terpilihnya pemimpin baru. Harapan itu, kadang terasa naif, kadang terasa realistis. Lebih-lebih ketika dihubungkaitkan dengan masalah kebencanaan, kesejahteraan, kemakmuran, dan kepastian-kepastian peningkatan kapasitas pelayanan birokrasi kepada masyarakat.
Perubahan untuk Sumbar Lebih Baik. Inilah jargon yang diusung oleh pasangan Nomor 3 Irwan-MK. Sebuah jargon yang di dalamnya berisi janji. Janji untuk lebih baik. Janji adalah utang. Harus dibayar. Apakah bisa lebih baik, atau tidak? Tentu di ujung waktu dari pasangan ini dapat dilihat. Lima tahun lagi.
Sumatera Barat, dari dulu, begitu-begitu saja. Ratusan kali pejabat menyatakan, kemajuan di sana-sini, tetapi secara substansi, dapat dilihat dengan kasat mata. Masih banyak kantong-kantong kemiskinan, masih begitu banyak pembangunan yang timpang. Baik antar kabupaten dan kota, maupun antar bidang kehidupan.
Oleh karenanya, janji dalam visi dan misi pasangan calon gubernur terpilih, adalah harapan besar kita semua. Lebih-lebih mengingat jargon yang telah disuarakan kemana-mana, terbaca di setiap sudut kota. Pertanyaannya? Apakah mampu atau tidak? Harapan kita tentu saja bisa direalisasi, dengan catatan, bisa didukung seluruh elemen. Menghormati seluruh kebijakan dari pemimpin baru kita dan memberi dorongan agar kerja keras dan cerdas di seluruh lini aparat pemerintah daerah.
Retorika politik bisa saja berubah-ubah. Namun janji tetaplah janji. Harus ditepati. Dan tidaklah arif, jika nanti mencari dalih, bahwa tugas gubernur dan wakil gubernur hanya termaktub dalam surat keputusan dan perundang-undangan, berlindung di balik angka-angka nisbi, kegagalan dilapis dengan pencitraan.
Pemimpin yang berhasil dan diakui, dikenang sepanjang hayatnya, adalah pemimpin yang bekerja keras dan cerdas. Di hati masyarakat punya monumen kepemimpinan yang selalu diingat. Hati rakyat sudah terbiasa luka, berdarah, kecewa, tapi mereka tak kan pernah bisa didustai dua kali. Kita tunggu kiprah pemimpin baru.
Apa yang paling penting bagi rakyat masyarakat Sumatera Barat? Salah satu yang paling krusial adalah rasa aman. Dalam Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow. Rasa aman ini, menduduki peringkat kedua, setelah sandang pangan.
Menjawab kebutuhan rasa aman itu, pemerintah dan legislatif membuat UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang ini, juga mengamanatkan agar setiap daerah membuat badan penanggulangan bencana beserta perangkatnya.
Sumbar sudah memiliki itu, namun masih baru. Baru dibuat setelah bencana gempa mengguncang beberapa kali. Kita butuh manajemen kebencanaan yang profesional. Ini harus menjadi prioritas di atas yang lain. Sebab, negeri ini sangat rawan bencana. Seperti rawannya kebakaran, oleh karenanya, manajemen kebencanaan dengan segala persiapannya, tidak bisa lagi diremehkan. Kehadiran sebuah badan penanggulangan bencana seharusnya adalah menjawab dari rasa takut dan melahirkan rasa aman.
Jika sudah dengan persiapan yang matang, paling tidak, kerugian dari bencana alam, baik banjir, galodo, gempa, badai, dapat diminimalisir. Bencana memang tidak diduga, tapi alam akan tidak bersahabat jika manusia lupa.
Pola kepemimpinan daerah yang memiliki isu selama ini soal penghargaan dari pemerintahan pusat agaknya mesti dirubah, bahwa pemimpin yang berhasil itu haruslah diberi penghargaan oleh rakyat sendiri.
Kiprah gubernur baru merupakan harapan besar, apalagi mengingat jargon, Perubahan Untuk Sumbar Lebih Baik. Semoga janji itu ditepati dan nyata. Tidak semu dan bisu. Kita tunggu! [] Sumber www.hariansinggalang.co.id

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA