#DIRUMAHAJA

Suasana Bathin Tentang Covid-19 

di Media Sosial 


ABDULLAH KHUSAIRI

Setiap daerah tidak memiliki suasana bathin yang sama dalam memahami ketakutan pada daerah lain. Beda daerah beda pula merasakannya. Beberapa teman di kabupaten-kota yang berbeda berkomentar santai dan belum merasakan ketakutan yang berlebihan. Sementara, pada tingkat provinsi, hampir sama, sudah ketakutan semua. Begitu pula awalnya, ketika Covid-2019 masih berada di Wuhan, negeri ini belum mengalami suasana mengerikan. 

Pada ruang percakapan di lini masa juga begitu, ada yang masih berdebat panjang soal masih Jumatan atau tidak. Pada suatu daerah mungkin saja masih merasakan seperti biasa, ketakutan belum melanda. Status ODP, PDP, belum ada di daerah tersebut, sehingga belum ada ketakutan. Ada teori dalam journalism, teori nilai berita (news value), sesuatu akan sangat berarti bagi public di suatu daerah bilamana peristiwa itu begitu dekat dengan dirinya. Nilai berita tersebut disebut, proximity. Faktor kedekatan antara yang diberitakan dengan yang terjadi.

Saya sudah merasakan kengerian sejak awal bulan, ketika mulai memahami cara kerja Covid-2019 di negara-negara yang terjangkit lebih dahulu. Sembari menikmati gaya para menteri ketika disodor alat perekam. Ketakutan dan kengerian belum terasa, optimisme masih tinggi. Seketika beberapa hari lalu ternyata sudah ada yang positif terjangkit Covid-2019, hari ini sudah ada yang meninggal dunia di Semen Padang Hospital (SPH), maka selera keluar rumah kian tak ada. Gerakan #Dirumahaja kian dapat. Keluar kalau penting saja. Makanan di kulkas penuh, ada yang patah pula levelnya karena sudah lama menanggung beban. 

Ya, berdebat teruslah berdebat, sepanjang masih ada kekuatan untuk mempertahankan pikiran-pikiran yang ada dalam kepala. Kritik dan teruslah nyinyir, jadikan hiburan, sekalipun begitu banyak kebodohan-kebodohan diluahkan. Pada masa ini, kita tak boleh kehilangan harapan, selera humor, juga meluahkan pikiran melalui beragam kanal yang tersedia. Satu yang penting, jangan masuk ke hati. Jangan merusak persahabatan. Sahabat yang adalah teman yang berdebat, mungkin juga begitu, jika tidak terjebak pada kepo, melow, iba hati, baper, dsb. 

Ruang maya adalah kenyataan baru yang disebut Jean Baudrillard (1929-207) pemikir post-strukturalisme, konsep dunia simulasi. Simulacra. Ini pula yang bermasalah sejak awal, citra-citra yang diluahkan senyatanya bukan sebenarnya, bukan senyatanya. Sehingga sahabat saya, kandidat doktor di SPS UIN Syarif Hidayatullah, Moh. Khamdan menyatakan, citra itu dilayangkan melalui media, sedangkan media membangun framing kemana hendak dibuat citra itu. Termasuk juga, tentunya citra ketakutan. 

Kini kenyataan baru bila mana tiba di daerah tempat dimana kita tinggal, maka suasananya akan berbeda. Suasana bathin publik akan terasa, mungkin saja terpaksa, mematuhi apa yang sudah diingatkan. Orang ternyata, memang mengalami lebih dahulu baru bisa percaya. Itu baik, merasakan panasnya api baru percaya api itu panas. Covid-2019 itu ada, ia membahayakan. 

Pada hari-hari #DirumahAja ini, kita sebaiknya tetaplah berikhtiar, sekecil apapun itu, berdoa selalu, agar bangsa ini selamat. So, tulisan ini juga bagian dari mencari kesibukan, sekali jadi. Tidak banyak edit, mengalir saja apa yang terpikirkan, langsung tulis pas ketika ia muncul. Seiring perintahnya dengan jari-jari di tuts keyboard. Syukurlah, secepat itu. Banyak yang lain malas mengetik sepuluh jari, padahal tinggal belajar saja di google.com. Saya merasakan, ini sangat berguna untuk mengetik cepat. Agar ide tidak cepat pergi sebelum dituliskan. Ini kunci, bagi saya. Entah bagi pembaca, terserah. Semua ada pilihan, misalnya, rekam dulu baru catat lagi. Ada juga begitu. 

Oke, kembali ke tema, saya ingin mengatakan, coba sesekali tinggalkan media sosial, puasa. Sekitar dua tiga jam, saya mencobanya, mujarab juga untuk produktivitas. Biasanya saya bersih-bersih rumah, membiarkan gadget tergeletak. Ini juga penting untuk menjaga agar optimisme kita tidak dirongrong oleh berita-berita, pendapat-pendapat, yang tidak otoritatif, menyebalkan, kadang-kadang juga omong kosong. Tulisan ini, bisa omong kosong, saya berdoa, semoga bermanfaat. Terakhir, suasana bathin di media sosial kadang-kadang tidak sehat pula untuk diperturutkan. Pada konteks ini, ada baiknya egois! []

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA