#DIRUMAHAJA

Kisah Hari Jumat

ABDULLAH KHUSAIRI

ini rahasia, maaf kalau melow...
air mata menetes sendiri nggak pergi jumatan
kali kedua. separah ini harus kita jalani...

#statusfacebook #statuswhatsapp #statustwitter #dirumahaja

Respon dari teman-teman di akun media sosial saya beragam. Ada yang ikut hanyut jadi melow, ada pula yang datar-datar saja, ada pula yang tajam. Misalnya, Dr. Faizin, MA menyatakan "lebih sedih mereka yang setiap jumat di atas mimbar." Saya balas dengan emoticon saja. Sebab kami sangat tahu maksudnya. 

Status itu tiba-tiba saja ada dalam kepala dan saya catat langsung waktu seharusnya saya mesti berada di masjid. Langsung posting. Minggu lalu saya juga sudah tak ke masjid tapi tidak begitu melow. Mungkin ini kali kedua, yang harusnya harus pergi. Sebab jarang sekali saya tidak jumatan. Saya diajarkan agar terus jumatan. Jangan pernah ditinggalkan sampai tiga kali, saya diajarkan, muslim yang tidak jumatan hingga tiga kali akan mendapat hukuman berat. 


Saya pernah jumatan di masjid-masjid di tepi jalan, jika sedang dalam perjalanan. Juga pernah di bandara Soetta, selama Program Doktor di SPS UIN Syarif Hidayatullah 2016-2019. Pokoknya, jarang sekali tanpa jumatan. Sekadar mengingat, dalam perjalanan, saya pernah jumatan seputaran Lubuk Alung, Batusangkar, Dharmasraya, Kepahiang. Keluarga bisa santai di mobil atau pergi belanja makanan. Biar mobil juga ikut rehat. Habis itu, tancap gas lagi. 

Kini kondisinya tidak boleh ke masjid karena pemerintah mengingatkan akan bahaya Virus Corona yang datang dari Wuhan. Virusnya berbahaya, belum ada obat. Mengerikan, jika membaca data-data dari berbagai negara, begitu banyak yang meninggalkan dunia karena virus ini. Jangankan masyarakat awam kesehatan, dokter saja bisa pass away juga. Kisah-kisah haru tentang ini bikin merinding. Saya yang mencoba terus mengklarifikasi begitu banyak berita, kian meyakinkan diri, jangan pernah abai soal wabah ini. 

Tidak ke masjid itu menyedihkan. Walau kadang-kadang sebel sendiri dengan materi khutbah jumat dan tidak bisa intrupsi (ehmemangnggakboleh). Namun banyak juga yang memberi sesuatu. Lumayanlah. Jumatan bagi saya, sebuah kegiatan penting setiap minggu. Waktu kecil, ayah saya selalu ingatkan agar saya shalat jumat. Sebab ayah selalu meminta masak istimewa sekembali dari menyadap karet. Sehabis jumatan biasanya makan enak. Saya juga salut, jika ada toko-toko sekarang, bila hari jumat, ia libur. Seperti ingin mengagungkan hari jumat. Hari mulia. Ada kedai sate padang yang tutup ketika Jumat tiba. Saya ingat, kalau hari Jumat, berarti saya tak sarapan sate di komplek tempat tinggal. 

Saya juga tak rajin-rajin amat ke masjid pada shalat lima waktu. Jika sempat dan ada waktu saja. Saya lebih merasa agak khusu' bila shalat sendirian. Ya, sudahlah, itu pilihan. Mungkin saja, saya sangat melow ketika peristiwa ibadah satu ini berkaitan dengan wabah penyakit tiba.  Beberapa bulan lalu, terasa sangat jauh di Wuhan sana, kini berada di sekitar kita. Menakutkan. 

Jika kita ingin sedikit mengerti, virus ini tidak langsung kelihatan. Ia memberi gejala, jika tidak diindahkan physical distancing, akan terjadi ledakan korban karena tidak tertampung dan tidak terobati secara baik oleh tim medis. Tim medis dan rumah sakit masih terbatas. Alangkah masuk akal sekali untuk #Dirumahsaja. Cari aja kesibukan di rumah. Soal rezeki, berdoalah. Bisikkan dengan hati yang tulus kepada-Nya. Insya Allah, tiba. Menulis ini, salah satu cari kesibukan, selain ada-ada saja yang dikerjakan. Semoga kita baik-baik saja, tidak terjangkit dengan virus ini. Semoga minggu depan masih bisa jumatan. Amin ya Rabb! []

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA