Sunday, March 22, 2020

#SERIKULIAHAN


Pengalaman Menulis 


ABDULLAH KHUSAIRI

Setiap kata perlu dipertanggungjawabkan. Setiap ketukan jari terhadap huruf di keyboard adalah sejarah. Setiap kalimat yang dibangun menunjukkan siapa penulisnya. Setiap tulisan dalam bentuk karya adalah sidik jari penulisnya. Jika masih ada stupid mistake maka sebuah naskah belum layak dihidangkan kepada khalayak. 

"Goblok!" kata Prof. Dr. Azyumardi, MA, CBE suatu ketika di dalam kelas kuliah di Sekolah Pascasarjana (SPS) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat. 


Tulisan ini diperuntukkan kepada mahasiswa-mahasiswi yang sedang dan akan memasuki tahap penulisan skripsi. Agar saya tidak menguraikan secara berulang-ulang kepada setiap orang yang konsultasi judul, masalah, metode dan teori dalam penelitian, lebih baik ditulis saja. 

Menulis adalah keterampilan, seperti halnya keterampilan berbicara. Setiap orang bisa dan pandai berbicara. Ia tumbuh secara alamiah di lingkungan tempat dimana dibesarkan. Semakin terlatih berbicara, semakin baiklah penalarannya. Lingkungan keluarga membentuk diri seseorang. 

Berbicara yang baik, bisa dilatih. Latihan intonasi suara, penyebutkan huruf, kata per kata, ada tekniknya. Pada teater, pada pelatihan kehumasan, sering ada pelatihan vokal agar seseorang bisa mengucapkan dengan baik, lancar dan mudah dipahami. Mereka yang sulit dipahami apa yang dikatakannya menunjukkan urutan metode berpikir logisnya perlu diperbaiki dengan cara belajar dan belajar. Artinya, berbicara juga perlu latihan agar bisa enak didengar. 

Begitu juga menulis. Semua orang bisa menulis, seperti halnya semua orang bisa berbicara. Tetapi menulis juga butuh latihan, jika hendak dan ingin naskah yang ditulis disenangi banyak orang untuk dibaca. Banyak karya mahasiswa dalam bentuk skripsi tidak ditulis dengan baik. Tidak pula melewati latihan menulis dengan intesitas tinggi sehingga karyanya tidak bermutu. Setelah tamat, setelah sarjana, ia sendiri tak mau membacanya apalagi orang lain. 

Kenapa itu sampai terjadi? Karena menulis tidak ditekuni sebagai bagian dari hal penting. Fokusnya lebih kepada jadi sarjana, bukan bagaimana setelah menyandang gelar sarjana. Menyandang gelar sarjana, berarti telah memiliki kecakapan-kecapakan umum dan khusus. Kecakapan umum itu seperti menulis dan berbicara untuk kepentingan kelompok dan umum.   Kecakapan khusus, keilmuan yang dipelajari selama empat tahun di kelas kuliah. Menjadi mahasiswa-mahasiswi harus cakap dalam menulis, syarat penting memasuki dunia kerja. 

Lalu, bagaimana memulai untuk menulis? Saya mencoba sesederhana mungkin agar tulisan ini menjadi petunjuk yang mudah. Jika ingin mulai menulis, perlu menguasai bahan banyak tentang apa yang akan dituliskan. Bisa dimulai dengan membuat dan mengumpulkan kata-kata kunci untuk diuraikan. Begitu banyak yang mau menceritakan tetapi sulit menuliskan, itulah fenomena masyarakat kita. Seberapa banyak bahan yang sudah terkumpul? Sudah dibaca semua? Jika sudah, mulailah dengan membuat outline! Mungkin juga bisa dibuat maksud yang didapatkan. 

Ada kendala khusus bagi yang belum bisa mengetik sepuluh jari. Walau sebagian yang lain menyatakan tidak perlu tetapi saya menyatakan ini perlu sekali agar ide-ide dalam kepala tidak cepat hilang. Ide-ide muncul langsung bisa dicatat segera ke layar komputer. Jangan berhenti sebelum habis bahan. Mengetik sebelas jari atau acak, mengganggu konsentrasi, apalagi mengetik teks dari buku, itu juga pekerjaan yang kadang-kadang terasa sangat sia-sia. Sungguhpun itu mengutip, harus dicoba menulis kembali dengan versi sebagai penulis. Lalu jangan sampai lupa menuliskan sumber-sumber referensi. 

Saya termasuk malas kalau mengoreksi naskah skripsi yang belum jadi menurut versi mahasiswa. Artinya, ia sendiri menyadari begitu banyak stupid mistake, kalimat yang rancu, belum menjalani editing yang memadai. Biasanya, naskah seperti itu saya berikan lagi ke penulisnya. Bagaimana mungkin seorang peneliti tetapi menghasilkan tulisan yang tidak teliti? Kalimat yang panjang, bertele-tele, serta terkesan asal jadi. Saya biasanya akan drive dulu mindset, tidak bisa langsung diajak menulis sementara ia belum siap. 

Tema dasar yang dipilih dalam menulis haruslah benar-benar terkuasai dengan baik. Bahan bacaan sudah dibaca semua. Artinya harus suka membaca. Menulis dan membaca, pekerjaan saya sejak lama. Sepertnya ini pekerjaan sepele dan receh, tetapi cobalah sesekali tekuni. Mengasyikkan, semoga. Semoga begitu. Kalau mau menulis skripsi, bacalah agak sepuluh skripsi. Kalau ingin menulis cerpen, bacalah banyak cerpen lebih dahulu. Begitu seterusnya. Bersambung... 

No comments:

Post a Comment