Saturday, January 31, 2009

BUKABUKUPADEKMINGGU

Titik Balik



ABDULLAH-KHUSAIRI4Orang-orang menunjuk hidungnya. Menyalahkan. Menertawakan. Mencibirkan. Menjauhkan. Membencikan. Ia seumpama sampah! Segala kesalahan ditumpahkan kepadanya dengan lengkap. Serupa tukang cuci piring menumpahkan air dan sisa makan ke comberan saja. Begitulah ia disiram kekalahan!



Ia benar-benar tidak memiliki harga diri di hadapan siapa pun yang mengenalnya. Ia malu bercampur pasrah. Tetapi ia tabah! Menghadapi dengan "senang hati" apa yang sedang terjadi. Ia memahami tentang keruntuhan moral atas dirinya. Ia menelannya sebagai pengalaman hidup yang berharga. Berbulan-bulan, bertahun-tahun, ia berhadapan situasi yang sangat dibencinya. Sesekali ia merasakan hati yang patah. Sesekali ia menyumpah juga. Namun tekad untuk menghadapi tantangan seperti ini sebagai pengalaman hidup serupa nabi yang sakit dimana seluruh tubuhnya telah keropos. Cuma tinggal sepotong hati saja, itupun sudah didekati ulat.

Namun siapa menyangka, sampai pada titik nadir kesabaran yang ia kunyah, pendulum sejarah atas dirinya bergerak naik. Lambat laun orang-orang tak lagi memiliki kekuatan untuk menudingnya.

Ia kepompong yang kini jadi kupu-kupu. Mulai disanjung. Mulai dipuji. Mulai didekati. Mulai pula orang "menjilat" terhadap dirinya.


Apa sebenarnya yang ini diambil dari fenomena hidup seperti ini? Adalah titik kesabaran. Pada titik manakah ia berada? Sering sekali nilai tantangan yang satu ini antara satu orang dengan orang lain tidak sama. Karena memang, beragam dasar sikap hidup yang telah menduduki persepsi. Di antaranya adalah, keangkuhan! Tanpa disadari. Keangkuhan itu pula yang membuat lambat laut pendulum itu bergerak turun, lama kelamaan ia sampai pada titik nadir ketiadaan.


Fenomena di atas terjadi ketika titik kesabaran itu tak dapat dipertahankan. Karena kebenaran tidak bisa dikalahkan, ia cuma bisa dibungkam sepanjang kekuatan pembungkaman itu dilakukan. Dan biasanya, pembungkaman selalu rapuh dimamah waktu.


Demikianlah, betapa hidup selalu memiliki rahasia. Dimana tak selalu yang bermanis dalam kampanye, berjanji, tebar pesona, sebaik yang terlihat. Begitu juga yang sedang dituding salah, perlu ramai-ramai menyalahkan. Karena kadang-kadang pendulum sejarah berubah. Hidup memang penuh misteri.


Suatu hari, Hendry David Thoreau (1817-1862) menuliskan dalam Environmentalism, dari pada cinta, daripada uang, dari pada kemasyhuran, dari pada kejujuran, berilah aku kebenaran.


Pernyataan ini dinukilkan kembali dalam Film Into The Wild (2007). Sebuah film dengan suguhan filsafat hidup, alam dan makna nurani, sesuatu yang patut dibutuhkan di saat ini.[] abdullahkhusairi@yahoo.com



No comments:

Post a Comment