Saldi Isra, Pers dan Kita


Kamis (11/2) Saldi Isra akan dikukuhkan jadi Guru Besar Tata Hukum Negara di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang mengambil momen lebih cepat. Menggelar diskusi terbatas seputar Saldi Isra.


Prof. Dr. Saldi Isra, SH, MPA, seorang tokoh muda yang memiliki karier akademik yang cemerlang. Selain itu dikenal penulis aktif dengan pemikiran-pemikiran progresif.


Tulisannya kerap menghiasi koran lokal maupun nasional. Ia juga telah menulis beberapa buku seputar hukum tata negara.


Saya kenal baik dengan Saldi. Awal tahun 2000 hingga tahun 2003 kerap wawancara dengannya seputar hukum tata negara. Ia kritis dan independen. Puncak wawancara dengan Saldi Isra ketika ia terlibat dalam Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB). Selain lewat telepon, bertemu muka, juga pernah ke rumahnya untuk sekedar berdiskusi seputar hal-hal aktual.


Terakhir bertemu, di sela-sela kesibukannya meneruskan pendidikan S3, bertemu di Gramedia Padang. Bertemu sejenak setelah jauh sebelumnya pernah duduk bersama di suatu malam untuk bercerita tentang hukum di Jalan M Yamin Padang.


Diskusi soal Saldi Isra, Media, Kampus dan Jurnalis menjadi menarik ketika Syofiardi Bachyul JB (Jakarta Post) dan Nashrian Bahzein (Padang Ekspres) mengungkapkan kekecewaan soal Saldi Isra yang sempat puasa berkomentar. Menurut cerita, Saldi Isra puasa karena tidak mau salah kutip. Juga berkembang, soal tekanan yang terlalu kuat setelah ia terlalu kritis di FPSB.


"Soal salah kutip, ini kelemahan jurnalis. Berbahaya nara sumber," ujar Syofiardi. Ini harus disadari dan diperbaiki.


Syofiardi Bachyul JB adalah Ketua Majelis Etik AJI Padang. Ia mantan Ketua AJI Padang. Menurut pandangannya, Saldi Isra sudah menjadi milik nasional. Komentar tajam. Intelektualitas yang memadai dan berani.


"Tak banyak orang kampus yang siap seperti Saldi," tegas Syofiardi.
Sementara Nashrian Bahzein juga menyatakan kecewa. Karena Saldi sudah jarang mau diwawancarai dan menulis di media lokal. Sudah sibuk di kampus.


Nashrian Bahzein adalah Wakil Pemimpin Redaksi Harian Pagi Padang Ekspres mengakui, masa-masa Saldi Isra sering keluar di koran, ia belum jadi wartawan. Nashrian menyebut nama saya, dimana masa-masa saya jadi reporter memang Saldi Isra sering masuk korannya sekarang.


"Soal salah kutip, soal akurasi, memang sangat rawan," ujar Nashrian.
Lebih dari itu Nashrian menyebutkan soal akademisi yang banyak diam di kampus dan tidak aktual pemikirannya. Ini disayangkan Nashrian.


Sebelum Saldi Isra datang, memang dibicarakan tentang Saldi Isra, Media, Jurnalis dan Kampus. Kampus banyak profesor seperti Saldi yang akan dikukuhkan, tetapi tidak banyak populis karena jauh dari realitas dan begitu asyik dan terlena di kampus. Ini soal pilihan.


Menurut Romi Mardela (Bisnis Indonesia), tergantung profesornya. Mau tidak populis dan ketidakpedulian. Terpisahnya realitas kemasyarakatan dengan para intelektual. Ini juga diungkapkan Nashrian sebelumnya.


Soal Saldi, diharapkan ke depan tidak seperti kebanyakan profesor yang sudah ada. Ini dikatakan oleh Akademisi Hukum dari Fakultas Hukum Unand Charles Simabura, SH.


Pledoi Saldi
Akhirnya Saldi datang. Profesor ini datang dengan diantar oleh seseorang dengan roda dua. Gaya masih seperti dulu. Tersenyum lebar bertemu dengan teman-teman jurnalis di Kantor AJI Padang, Jl. Gandaria I No. 9 C.


"Saya mengakui sejak beberapa tahun silam membatasi diri," ungkapnya.
Begitu diungkapkan Saldi ketika diberikan kesempatan Ketua AJI Padang, Hendra Makmur yang jadi moderator sore ini.


Pria kelahiran Lahir di Paninggahan Kabupaten, 20 Agustus 1968 ini juga menyatakan alasan lain. Agar ada kaderisasi. "Saya juga begitu diperlakukan oleh Prof. Firman Hasan, SH, LLM dan Ilhamdi Taufik SH," ujarnya.


Alasan lain yang membuat para jurnalis, khususnya AJI membuat pekerjaan rumah, soal salah kutip dan frame berpikir media yang hanya mengambil yang penting saja.


"Jadi tidak komprehensif. Sehingga membuat pembaca, pendengar memiliki kesimpulan lain dari apa yang dikomentari," ujar Saldi.


Saldi memang penulis. Ia lebih memilih enjoy menulis dalam menyikapi isu-isu aktual dari pada diwawancarai. "Jadi mohon maaf. Setelah saya bisa meraih gelar, segera dikukuhkan, menerbitkan buku, saya berjanji hari ini mencoba untuk melayani teman-teman wartawan untuk wawancara," jelas ayah tiga putra ini.


Suami dari Leslie Annisaa Taufik (31) ini menyadari sekali, ia tidak saja dibesarkan kampus, tetapi juga media. Media lokal maupun nasional.


"Yang pasti dari teman-teman jurnalis," ungkapnya.


Diskusi ini meninggalkan keresahan tersendiri bagi AJI Padang. Soal salah kutip, kemampuan menangkap esensi wawancara, adalah kepentingan profesi yang harus dipenuhi oleh jurnalis.


Sedangkan soal nara sumber, profesor di kampus, adalah hubungan yang mestilah saling memberikan konstribusi kepada masyarakat. Jika tidak, jurnalis, akademisi di kampus, tidak memiliki peran yang diharapkan.


Soal bang Saldi. Tiada lain yang mesti dikatakan, Selamat! Selamat Bang Saldi. Salut! Aku ingin menyusul! [] Abdullah Khusairi, MA

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA