Jalan Politik AHY
Agus
Harimurti Yudhoyono (AHY) baru saja menyudahi program "Ngariung di
Jabar." Sebagai Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Pemilukada 2018
dan Pilpres 2019 Partai Demokrat, AHY mulai menjalani aktivitas politik praktis
yang kian mendaki tetapi mengasyikkan. Ia sangat menikmati setiap kota yang
disinggahinya.
Hingga
hari ini, AHY masuk dalam pusaran bursa Cawapres Jokowi. Namun dinamika dan
kontestasi politik masih terus berkembang. Jokowi dan tuhanlah yang tahu, siapa
yang bakal dipilihnya. Yang jelas, ada banyak nama yang terus disebutkan di
media, AHY selalu masuk dalam pusaran tersebut.
Jokowi,
sebagai incumbent, tentu saja dengan pertimbangan-pertimbangan yang amat
mutakhir akan mengeluarkan nama dari saku depannya di saat yang tepat. Akankah
AHY nama itu? Wallahua'alam.
Jika
bukan AHY yang keluar dari saku Jokowi, tentunya
tidaklah sesuatu yang kiamat bagi jalan politik lulusan terbaik AKMIL tahun
2001 itu. Kerja
politik tidak pernah selesai pada satu titik. Jalan pengabdian tidak melulu
berhenti ketika pesta usai. AHY telah memulainya dari Pilgub DKI dengan cemerlang.
Memang tak menang tetapi telah sukses memulai jalan baru. Jalan kepemimpinan
untuk masa depan.
Ketika pidatonya tempo hari live di televisi,
banyak yang berdecak kagum. Walau masih banyak yang meragukan atas
bayang-bayang sang ayah, namun AHY anak muda yang mampu melewati ekspektasi
publik. AHY tidak akan bisa menolak ditakdirkan
sebagai anak mantan presiden. Seperti dalam sebuah tulisan Azrul Ananda, yang
tak bisa menolak sebagai anak Raja Media. Lalu Azrul punya sesuatu yang berbeda
dan mampu melewati fenomena Dahlan Iskan melalui DBL, Deteksi dan Zetizen.
AHY
tentu juga begitu. Tak mungkin mau kalah, sebagai generasi kedua seperti
anak-anak presiden yang lain. Orang seperti AHY, jangankan kalah, pada angka
yang sama saja, ia dapat diperhitungkan kalah. Sebab, semuanya sudah disiapkan
untuknya. Karenanya, jalan politik AHY akan lebih laju dari yang lain ketika
semua telah disiapkan. Dan AHY kini punya waktu yang juga panjang memersiapkan
diri sedini mungkin sebagai calon pemimpin masa depan dari Demokrat.
AHY
adalah the rising star. Ini tentu sangat menggoda bagi Jokowi. Namun Jokowi
bisa tersendat keinginannya jika berhadapan dengan PDIP. Kecuali Jokowi berani
dan bisa melewati itu. Lalu, bagaimanakah jika tak dipilih Jokowi? Akankah AHY
akan menerima poros kedua, ketiga, keempat? Bila membaca pola politik demokrat
dengan motor ahli strategi seperti SBY, itu tidak mungkin.
AHY
sehabis 2019, jika tidak keluar namanya dari saku Jokowi maka jalan politik
tidak berhenti. AHY bisa terus meneruskan roadshow seperti Ngariung di Jabar
tetapi dengan skala lebih besar, Indonesia.
Namun
ada prediksi lain, jika Jokowi menang maka AHY ditariknya untuk menjadi pembantunya.
Duduk di kursi menteri. Ini tawaran menarik bagi Demokrat. Sas-sus, saat
reshuffle awal kepemimpinan Jokowi, tawaran ini pernah menggoda tetapi tidak diambil Demokrat. Demokrat
memilih untuk moderat, tidak pula mendukung gaya opisisi Gerindra dan PKS.
Namun
tawaran ini, bagi AHY bisa tempat belajar paling baik. Lagi-lagi, bila membaca
pola politik SBY, hal ini bisa terjadi. Itupun kalau PDIP dan Megawati
merestuinya. Jadi, AHY memang tak perlu risau dalam kontestasi 2019 ini, sebab
segala kemungkinan bisa terjadi. Yang diperlukan adalah AHY terus memainkan
peran sebagai orang muda yang terus mengobar optimisme, kepedulian sosial,
keren dan gaul. Tetap senyum menawan di tengah publik tanpa perlu membuat garis
lawan-kawan.
Sebagai
sesama orang muda, AHY adalah representasi yang memungkinkan membawa jiwa muda
generasi baru di Indonesia. Sebab AHY dipersiapkan, tidak muncul tiba-tiba
seperti banyak politisi penuh ambisi di negeri ini. []
No comments:
Post a Comment