Akankah Pemilu Melahirkan Koruptor Baru?
Oleh: Muhammad Zuhrizul
Koordinator Komunitas Indonesia Baru Sumbar
Kasus BLBI, kasus Alih fungsi Hutan lindung Pulau Bintan dan Sumsel, kasus Pemilihan Gubernur BI adalah bahagian kecil dari kasus–kasus yang kebetulan lagi apes dan terungkap, masih banyak lagi kasus-kasus penilepan uang negara yang dilakukan anggota Dewan mulai dari DPR RI sampai DPRD Kota/kabupaten se-Indonesia seperti dana aspirasi anggota dewan dan lainnya, semua ini dilakukan secara bersama-sama baik oleh DPRD secara keseluruhan, komisi yang membidangi sampai ke individual anggota dewan yang menerima amplop dari mitra kerja atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap keputusan Dewan. Ternyata gaji yang lumayan besar, insentif, uang ini dan itu ditambah lagi dengan prestise yang didapatkan secara sosial oleh anggota dewan tidaklah mempengaruhi keinginan anggota dewan untuk memperkaya diri dan mendapatkan uang yang banyak dengan cara-cara yang tidak halal.
Sementara dibelahan Indonesia masih banyak warga yang tidak dapat sesuap nasi untuk menyambung hidupnya, tidak dapat ke dokter untuk berobat , tidak dapat menyekolahkan anaknya walaupun si anak pintar sekalipun, apakah mereka pernah memikirkan itu ? sekarang Pertanyaannya adalah: Siapakah yang menurunkan perilaku zalim itu kepada anak-anak bangsa ini? Bagaimanakah supaya orang-orang yang berprilaku Iblis itu tidak lagi terpilih menjadi wakil rakyat? Mekanisme atau upaya apakah yang dapat dilakukan agar terpilih wakil rakyat yang tidak korup?Siapakah yang menurunkan perilaku zalim itu? kalau kita lihat dari para pendiri dan pejuang Negara ini sudah banyak para petinggi negara yang memberikan contoh hidup sederhana sebut saja Hatta sang Proklamator dengan kesederhaannya dan beliau dikenang anak bangsa namun sekarang kita, tanya siapakah tokoh di Indonesia atau Sumbar ini yang dikenang? Mantan anggota dewan, mantan gubernur semuanya nyaris dilupakan masyarakat, dan siapakah di daerah kita ini yang dapat jadi panutan generasi muda? jawabannya nihil!
Suatu kali Hatta pernah datang kerumah Subardjo di kawasan cikini, beliau terbaring sakit dan alangkah kagetnya Hatta karena Subardjo tidak dapat ke dokter karna tidak punya uang untuk berobat, itulah sekilas kehidupan para pejabat dahulu dan contoh teladan dari pemimpin terdahulu kepada anak bangsa. Kalau kita bandingkan dengan para pejabat sekarang alangkah jauh bedanya dan kalau dihitung dari gaji yang mereka dapatkan alangkah tidak sebanding dengan kekayaan yang mereka punya. Apabila kita lihat pada zaman orba dimana koruptor terbatas pada elit-elit kekuasaan di eksekutif dan yudikatif, namun hari ini korupsi betul-betul telah menulari seluruh sendi aparatur Negara baik itu Legislatif, eksekutif, yudikatif.
Untuk korupsi legislatif menurut kami munculnya dengan besarnya peran legislative dalam menetapkan undang-undang yang mengakibatkan tingginya bargaining para politisi kepada eksekutif untuk dapat memperjualbelikan suatu keputusan. Ada kawan saya yang di legislative pernah berucap, “masak miliyaran rupiah uang yang akan kita sahkan (APBN, APBD) Trus kita nga dapat apa-apa? Jalan pintas para menteri/gubernur / bupati/walikota/kepala dinas bahkan para investor agar mulusnya anggaran/proyek investasi yang mereka ajukan dapat di sahkan adalah dengan memberikan amplop (uang) atau menjanjikan beberapa proyek untuk para anggota dewan serta meminta agar pengusaha (investor) juga memberikan uang agar investasi mereka disetujui para anggota dewan. Itulah sekelumit yang mereka lakukan dan biasanya para anggota dewan memastikan tidak absent untuk hadir dalam rapat-rapat yang membahas masaalah tersebut, jadi tidak heran 1 tahun anggota dewan sudah memiliki mobil, bangun rumah, bahkan nambah istri/perempuan simpanan untuk teman di waktu kunker ke luar daerah. Gaya tajir memang sudah menjadi style sebahagian anggota dewan hari ini sebab dulu mereka sulit mendapatkan semua itu.
Bagaimanakah agar mereka tidak terpilih lagi dan yang diperkirakan akan korupsi juga tidak terpilih? Pemilihan umum sebetulnya dapat menjadi hakim dan menyeleksi para calon anggota dewan yang akan duduk di legislatif apabila seluruh masyarakat mengetahui dan memahami bahwa pilihan mereka dapat menyeleksi orang-orang yang akan mereka berikan amanah untuk dapat betul-betul mewakili aspirasi mereka,, namun lemahnya dan ketidakberdayaan ekonomi masyarakat mereka kembali memilih tampa alasan yang jelas dengan hanya imbalan baju, hubungan keluarga dan sumbangan sesaat para calon anggota dewan, kesalahan fatal kembali terjadi oleh masyarakat kita untuk memberikan peluang proses penilepan uang negara yang berkepanjangan yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat. Ada pemikiran para anggota dewan bahwa sebenarnya yang lebih banyak korupsi itu adalah para eksekutif dan yudikatif, ini pernyataan yang sangat aneh sebab mereka merupan control atas penyelenggaraan pemerintahan yang dapat saja mengawasi setiap jengkal anggaran yang digunakan oleh pihak eksekutif, namun tugas itu tidak mereka jalankan karna sudah mendapatkan jatah dan bagian dari eksekutif saat laporan pertanggung jawaban eksekutif mereka terima dengan sedikit syarat guna memperlihatkan bahwa mereka anggota dewan yang vocal kepada rakyat.
Berlombanya para partai politik menerapkan system suara terbanyak yang merupakan system yang pernah kami perjuangkan pada pemilu 2004 sebetulnya merupakan peluang bagi masyarakat untuk memilih anggota dewan yang diingini namum apakah penerapan nanti akan betul-betul dilaksanakan oleh partai. Kita kesampingkan dulu apatisme kita terhadap system suara terbanyak dan kami yakin partai tidak akan main-main untuk tidak menerapkan system ini karna telah merupakan keputusan nasional partai (bukan keputusan lokal partai)
Ada pemikiran penulis untuk mendapatkan anggota dewan yang dapat diyakini betul-betul dapat menjadi penyambung lidah rakyat dan dapat memegang tanggung jawab kepada pemilih dan masyarakat umumnya untuk tingkat kota/kabupaten dimana berkumpulnya para tokoh agama, tokoh adat, tokoh Intelektual, dan tokoh pemuda di suatu kecamatan untuk dapat menyepakati beberapa orang caleg yang mereka anggap akan dapat memperjuangkan aspirasi mereka, berlaku jujur, konsisten dan jelas diyakini tidak akan ingkar akan janjinya setelah terpilih dengan adanya kontrak politik dan sanksi sosial apabila yang bersangkutan tidak amanah lagi. Hal seperti ini dapat saja dilakukan dengan tidak lagi memikirkan dari partai mana yang bersangkutan berasal, sebab sebetulnya yang diharapkan oleh masyarakat adalah wakil rakyat dan bukan wakil partai. Setelah adanya keputusan maka para tokoh akan berupaya mensosialisasikan keputusan tersebut kepada gras root dengan terlebih dahulu adanya kontrak politik dengan yang bersangkutan apabila terpilih nantinya, mungkinkah? Jawabnya mungkin saja apabila adanya keinginan untuk negri ini lebih baik.
Kita sebagai pemilih akan bangga sekali mempunyai wakil rakyat yang kita pilih itu adalah sosok yang bersih, selalu bersuara keras menentang kezaliman, hidup sederhana dan selalu bersilahturahmi dengan seluruh masyarakat, selalu menegur, sopan dan tidak sombong, semua manusia pasti ingin dikenang semua kebaikan yang mereka perbuat didunia tapi kenapa para wakil rakyat tidak memikirkan itu? Apabila mereka berbuat baik Penulis yakin nantinya yang mereka akan tetap dikenang walaupun telah meninggal dunia nantinya dan keluarga yang ditinggal amat bangga karena almarhum menjadi panutan dan bahan perbincangan masyarakat atas apa-apa yang telah diperbuat semasa hidupnya. Tidak ada ketenangan yang lebih ketika semasa dikubur kita selalu di puji dan diberitakan semua kebaikan yang diperbuat oleh orang ramai.
Namun saat ini tak satupun mantan anggota dewan/gubernur/ bupati/walikota yang di kenang oleh masyarakat budi luhurnya karna mereka memang bukan pemimpin rakyat dan wakil rakyat tapi pemimpin dan wakil dari diri/istri dan nafsunya sendiri.
Mekanisme dan system apa yang harus dilakukan agar terpilih wakil rakyat yang tidak korup? Satu hal yang sangat penulis sesalkan kenapa para wakil rakyat di DPR RI tidak mensyahkan saja undang–undang pemilu dengan system suara terbanyak murni kalau toh akhirnya sekarang mereka malah menerapkannya di partai masing-masing, memang sangat aneh prilaku para politisi negri ini dan boleh dibilang banci dalam pengambilan keputusan. Sistem wakil rakyat dengan suara terbanyak memang sedikit dapat menyeleksi para wakil rakyat yang akan mewakili nantinya di legislative, untuk itu diharapkan nantinya system ini betul-betul menjadi produk undang-undang yang permanent di negri ini, dan juga hukuman yang berat bagi anggota dewan yang terbukti korup akan mempunyai effek jera bagi para wakil rakyat nantinya, dan yang terpenting lagi seleksi alamiah dari masyarakat yang berdaulat adalah suatu mekanisne proses yang sangat menentukan terhadap demokrasi seutuhnya, selamat memilih dan mari kita benahi negri ini mulai dari diri kita masing-masing. Wassalam. [] www.padangekspres.co.id, Rabu 10 September 2008
No comments:
Post a Comment