Setiap kebijakan, bagi seorang pemimpin mestilah berorientasi kepentingan kepada rakyat. Sebab substansi dari kepemimpinan adalah melayani kepentingan massal. Inilah awalnya filosof Yunani itu menyebutkan demo dan cratos. Kini kita menyebutnya demokrasi. Rakyat yang berdaulat memilih pemimpin yang akan memimpin mereka. Lalu atas kehendak rakyat pula, kemana arah dan tugas dari pemimpin itu dalam melaksanakan tugasnya.
Namun perkembangan selanjutnya, memang tidaklah mudah melahirkan demokrat sejati itu. Kita menyebutnya seorang negarawan, pemikir dan pekerja keras untuk selalu berorientasi kepada kepentingan rakyat. Sebab, selain demokrasi substansi, juga berkembangan demokrasi prosedural.
Semuanya dilandaskan prosedur, jika tidak, penjara tempatnya. Kebijakan publik harus diambil hati-hati, mengikuti prosedur dan pada gilirannya mengikis substansi yang menjadi tujuan awal. Peraturan yang berlaku memang perlu dijalankan, namun kekuatan memahami teks tanpa melihat konteks adalah kenyataan yang harus diterima akhir-akhir ini. Dimana kesabaran sudah nyaris larut dalam apatisme.
Berkenaan dengan itu, agaknya tinjauan atas kebijakan dan pemahaman tentang kebencanaan, mestinya dapat tempat yang khusus. Karena bencana harus diberlakukan secara khusus, tidak bisa dilakukan dengan regulasi normal. Sebab, dengan regulasi normal, kelambanan prosedur itu terjadi karena terlalu hati-hati. Dan padahala, regulasi normal sekalipun, harusnya tetaplah cepat seluruh amanat rakyat ditunaikan.
Begitulah kita, terus belajar mengasah naluri kebencanaan dan mengelolanya secara baik. Masih terus kita berharap kepada pemimpin-pemimpin yang mengerti manajemen penanggulangan kebencanaan. Walau hari ini, dari kandidat-kandidat yang mengikuti suksesi di Ranahminang, daerah-daerah yang terkena bencana, belum kita lihat, apa konsep dari calon-calon ini untuk penanggulangan bencana. Kita berharap ada, walau kita belum mengetahuinya.
Sebuah sistem pemerintahan yang diharapkan dapat mengambil kebijakan yang cepat dan tepat untuk penanggulangan bencana memang belum terlalu dipahami oleh aparatur yang menanganinya. Jika tidak ingin kita menyebutnya profesional, setidaknya, terlalu kaku memahami aturan dan tidak mau sedikit 'kreatif' untuk berorientasi kepada kepentingan umum.
Yang terjadi, pembiaran bantuan yang harusnya sudah lama diterima, berada di awang-awang. Dunia serba tak pasti bagi rakyat yang menunggu. Apakah itu demokrasi yang dicita-citakan oleh Aristoteles itu? Sulit kita menjawab setuju, tetapi aturan yang membelenggu dan 'kepentingan oknum' di balik seluruh rangkaian sistem yang terbangun atas nama 'aturan' telah mengukuhkan 'pembenaran' agar rakyat tetap menunggu lama. Alangkah naifnya.
Pelajaran ini patut diungkapkan, setidaknya, kita memperbaiki seluruh sistem penanggulangan bencana, tanpa harus masuk ke wilayah 'normal' pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Sebab, hal demikian sepertinya selemah-lemah akal kita dalam menangani bencana yang selalu datang setiap saat. Salam. [abdullah khusairi]
No comments:
Post a Comment