DEMOCRACY, TECHNOLOGI DAN NEGERI KAMI……
Masyarakat dunia sedang melihat perjalanan sistem demokrasi sampai pada puncaknya. Ketika sistem ini dianut oleh banyak negara yang merasa pas dengannya, maka tidaklah sulit melihat bagaimana perkembangan dan pujian terhadap sistem ini memang telah harus diberikan.
Amerika Serikat baru saja melaksanakan suksesi dengan hiruk pikuk sistem pemilu di negara itu. Enak membaca berita dan menyimaknya dengan seksama. Perbedaan partai politik dan pandangan menjadi bumbu yang menarik dalam kancah pemenangan. Tapi memang masih ada yang tidak fair, melakukan ancaman untuk pembunuhan.
Sementara itu, di Indonesia, bertepatan dengan hari pemilihan di Amerika, Jawa Timur juga melakukan pencoblosan pemilihan gubernur. Penghitungan suara mulai memperlihatkan kecenderungan pilihan rakyat. Rakyat dalam sistem demokrasi memang menjadi daulat.
Tulisan ini tidak hendak mengupas realitas yang terjadi secara utuh bagaimana hiruk pikuk pemilu di Amerika dan Jawa Timur serta pemilu legislatif dan pilpres di negeri ini. Cuma menumpang sebagai tempat bergantungnya persoalan yang akan diceritakan. Sebuah cerita yang datang melintas dalam kepala.
Pertama, sistem demokrasi yang dianut masyarakat dunia memang sudah bisa mencapai puncak, namun sesuai dengan kurun sejarahnya, akankah ada akhir dari sistem demokrasi ini, dengan ditemukannya sistem terbaru yang lahir dari tabiat manusia? Inilah yang sebenarnya harus dilihat, ketika sistem komunis, sosialis, runtuh dan tidak lagi menjadi trend. Ia tetap ada tapi tak jadi pilihan terbaik lagi.
Kedua, kemajuan teknologi informasi menawarkan kemudahan. Termasuk di dalamnya bagaimaan teknologi bisa membuat seseorang bisa cepat terkenal dan langsung bersinggungan dengan masyarakat pemilih melalui dunia maya. Obama memang masyarakat yang memanfaatkan teknologi itu. Bagaimana pencitraan dilakukan dengan sempurna dan debat yang memukau melalui televisi membuat publik terpesona adanya. Polesan pencitraan ternyata sudah jadi sebuah model yang harus dilakukan oleh siapa saja yang akan tampil di depan publik. Soal yang satu ini, tiba-tiba ingat bagaimana Tipu Muslihat karya Dan Brown mengupas cerita kekuasaan di negeri Paman Sam itu.
Ketiga, akankah perbedaan partai politik dan kekalahan yang pahit bisa membuat orang bisa dewasa dalam sistem demokrasi ini. Dimana dendam dan ketidaksiapan untuk kalah sering kali menjadi beban setelah pemilihan dilakukan. Demokrasi di Indonesia tampaknya emang belum sebaya dengan di Amerika sana. Usai Pilkada, selalu ada aksi menolak hasil. Padahal jauh hari sudah dikatakan, siap menang dan siap kalah. Ah, politik memang sangat memungkinkan berbuat apa saja. []
Itu tentang opera politik yang cantik, menghibur dan sarat emosi. Bagi negeri kita, mental genetikisme, riwayatisme dan kampungisme masih kental. Dan itu ciri utama masyarakat tradisional.
ReplyDeleteTetapi di balik itu, orang negeri kita yang "mabuk obama" be berapa waktu yang lalu, memastikan diri bahwa solidaritas dan jiwa humanis masih tinggi. Itu menjadi modal utama membangun peradaban. "Dari badawiyah kepada madaniyyah"
Sayangnya tidak banyak yang menonton opera itu secara lengkap. Mereka hanya terfokus pada Obama. Mereka tidak melihat bagaimana mcCain
menyampaikan "pidato kekalahan", atau lebih jauh sistem pemilu AS.
Pantas saja banyak yang protes bila mengalami kekalahan. Yang pasti, sikap seperti itu menegaskan sisas-sisa "prilaku barbar" bangsa kita.
yoooo lah...