Mengolah Sepakbola
Menjadi Sastra
Judul : Gol!
Penulis : Luigi Garlando
Penerbit: Erlangga for Kids
Cetak : 2008
Tebal : 143 Halaman
Jarang sekali olahraga jadi bahan dasar oleh sastrawan. Inilah buku yang mengolah sepak bola dalam bentuk sastra. Suspensi penceritaan menjadi menarik dan sulit ditebak kemana arah "bola" dimainkan penulis.
Menulis cerita memang membutuhkan alur yang disebut alur, tokoh rekaan pratagonis maupun antagonis, lalu memiliki ending yang tajam. Buku ini juga mengikuti aturan itu. Tetapi kemasan penceritaan justru menjadi amat lucu karena penulis melaporkan kejadian di lapangan, tribun, lalu di kamar pengganti. Cerita yang lugu tetapi menyentak dan memiliki ending menarik dari bab ke bab. Mengingatkan novel-novel karya Dan Brown. Jika tidak tertegun, pembaca akan berdecak, atau setidaknya tersenyum simpul.
Tersebutlah, pensiunan seniman lapangan hijau bernama Manseur Gaston Champignon. Mantan pemain hebat yang menggantungkan sepatunya lalu menjadi koki di rumah makan. Ya, rumah makan yang didirikannya atas kecintaannya dunia masak memasak. Penampilannya nyentrik, seperti digambarkan penulis, memiliki topi seperti jamur di kepala dan selalu membawa sendok kayu walau sedang tidak di dapur. Lalu tidak pernah berpisah dari kucing kesayangan yang diberi nama Pot.
Dan di tribun sekalipun, penampilan itu masih dipertahankan. Ketika ia menonton final dua kesebelasan bebuyutan di Milan, antara Akademika Biru (Accademia Blu) dan Iblis Merah (Diavoli Rossi) bukti nyata. Ia mengagungkan Tommi, pemain cilik yang dari Akademika Biru. Tetapi Tommi di bangku cadangkan. Iblis Merah mengamuk hingga 3-0 membantai Akademika Biru sampai lima menit pertandingan usai. Walter sang pelatih disorakkan oleh Gaston dengan gusar dari tribun agar memberi kesempatan kepada pemain berbakat Tommi untuk turun main.
Tommi memang turun main di last menute. Tapi Tommi membuat terpana Iblis Merah. Posisi bisa 3-2 dengan cepat. Tapi hadiah tendangan finalti diberikan ke Tommi pada menit-menit terakhir gagal menyamakan kedudukan. Penonton menepuk kepala sendiri.
Begitulah asyiknya membaca kisah bola dengan ketegangan yang sangat tinggi. Tetapi penulis dengan cerdik menjatuhkan penceritaan dari klimak ke antiklimak dengan cepat. Membuat pembaca pasti menepuk kepala sendiri pula.
Begitulah, jika wartawan olahraga masuk wilayah sastra. Ia menulis ketegangan penceritaan dunia olahraga sangat menarik. Bahasanya mengalir deras tapi enak dinikmati. Tidak pernah menggurui dan ditambah cerita di balik berita lapangan.
Keunikan sang pemain dan mantan pemain yang masih gila bola. Sebanyak sebelas bab---sebanyak pemain bola tentunya--- penulis mengolah sepak bola menjadi cerita. Ada tokoh, konflik antar kesebelasan, ego seorang mantan pemain yang masih punya ambisi dari dapur rumah makan, dan seterusnya, semua memang mengisahkan tentang bola. Bola.
Kesebelasan anak-anak memang dipilih oleh penulis yang pernah jadi wartawan olahraga ini. Karena ada keluguan juga terbukanya mengesankan kelucuan. Selamat membaca. Bacaan yang unik. [abdullah khusairi]
No comments:
Post a Comment