AYAT-AYAT KEMISKINAN

"Aku tak punya sepatu, maka aku menggerutu, sampai aku menemukan orang yang tak memiliki kaki." [Rosihan Anwar, Menulis Dalam Air, 1983]

Pernyataan 'eyang wartawan Indonesia' itu memiliki makna yang dalam. Jangan cepat menggerutu jika tidak memiliki sesuatu. Lihatlah orang lain, bisa lebih parah kondisinya dari kita tetapi tidak menggerutu sedikitpun. Dan memang, tak selalu harapan sesuai dengan kenyataan.

Pernyataan ini berhubungan khusus dengan masalah kemiskinan. Ukuran rasa kekurangan dengan kelebihan pada seseorang tergantung bagaimana cara berpikirnya. Jika cara berpikir yang sempit, maka ia akan merasa miskin selalu, walau sebenarnya ia memiliki segalanya. Tetapi ada juga yang merasa kaya, tetapi tidak memiliki apa pun. Nah, relatif sekali.


Kemiskinan ---dalam arti sebenarnya--- memang sebuah persoalan. Seperti kita lihat setiap hari di tengah-tengah kehidupan ini. Kita masih melihat kemiskinan itu dengan mata telanjang. Semangat pemberantasan kemiskinan dikumandangkan setiap hari, tetapi kemiskinan tak juga mampu diberantas. Sudah banyak alokasi dana dihabiskan sepanjang tahun, tapi kemiskinan masih menghiasi potret hari-hari kita. Sekedar menyebut berita yang pernah ada di koran ini, aksi copet terus terjadi, tertangkap jadi kurir karena berharap uang, bayi kurang gizi, pengemis yang selalu menghiasi sudut-sudut keramaian, anjal masih berkeliaran diekspoitasi orang dewasa, dan masih banyak ayat-ayat kemiskinan di tengah kita yang sudah kita tonton.

Sementara, malam kemarin, Presiden SBY menikmati tontonan Ayat-Ayat Cinta (AAC), film besutan Hanung Bramantyo, yang diangkat dari novel Habiburrahman El-Shirazy dengan judul yang sama. SBY menonton sambil mengucah popcorn. Aksi SBY ini menyusul Wapres Jusuf Kalla yang sudah mengapresiasikan film ini. Tentu saja, disusul oleh para menteri, para gubernur, wali kota, bupati, camat, lurah, yang tertarik untuk menonton film tersebut. Entahlah kenapa, ayat-ayat kemiskinan dilupakan untuk sementara. Kita agaknya perlu pula berpikir seperti ini; mungkin pemimpin kita butuh melihat hal-hal fiksi untuk menunaikan pekerjaan atas fakta-fakta. AAC adalah fiksi yang menghibur dan mendidik, mendekatkan nurani atas keindahaan dan perikemanusiaan. Semoga ini terbawa untuk menyelesaikan fakta-fakta, berupa ayat-ayat kemiskinan.

Pada sisi lain, film Fitna dari Belanda pula yang diusik atas nama penghinaan agama. Nah, semuanya melebar dalam ranah fiksionis. Pejabat dan tokoh-tokoh kita masuk ranah fiksi, sekedar melupakan ranah fakta yang berlalu setiap waktu dalam durasi tak terbatas dengan lakon kemiskinan.

Maka soal angka kemiskinan, angka pengangguran, harga barang melonjak naik, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta ayat-ayat kemiskinan lainnya, kita nantikan dulu sampai ada lagi politisi, pejabat negara mengumbar janji untuk memberantasnya. Lalu mengalokasikan dana kembali untuk itu. Maka ayat-ayat kemiskinan akan terdengar lagi. Setidaknya sebagai komoditas.

"Tetapi jangan berharap bisa cepat diberantas, karena kemiskinan itu memang dipelihara secara sistematis untuk isu-isu strategis. Isu kemiskinan adalah isu strategis untuk dibicarakan di tengah khayalak. Kalau tidak ada lagi kemiskinan, harus dicari lagi yang paling mengena. Nah, sembari menunggu isu apa yang muncul nantinya, sementara ini, kemiskinan akan tetap dipelihara," ujar pengamat sosial yang sudah apatis untuk berkomentar secara akademis.

Soal kemiskinan, harga kebutuhan pokok, kesejahteraan masyarakat, keamanan dan kenyamanan, adalah masalah yang diamanatkan kepada pemimpin dan aparatur yang telah ada. Jika masih selalu ditemukan kegagalan demi kegagalan, secara kasat mata masih terlihat kemiskinan itu menjadi ayat-ayat kehidupan kita, maka tidaklah berlebihan agar kita ingatkan, kita pertanyakan, kemana dana yang sudah dialokasikan, habis kemana, berhasil atau tidak, atau hilang ditelan laut saja? Jawabannya sudah ada dalam alam pikiran kita masing-masing sesuai fakta-fakta yang kita lihat di lapangan. Ayat-ayat kemiskinan masih tetapi berputar pada durasi yang tak terbatas. []

DIMUAT DI POSMETRO PADANG MINGGU, 29 MARET 2008

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA