Lakukan Evaluasi Pemekaran dan Otonomi Daerah
Sinyal evaluasi pemekaran daerah oleh pemerintah pusat beberapa hari lalu perlu disikapi secara positif. Karena otonomi daerah belum mampu memperlihatkan hasil yang maksimal terhadap pembangunan.
Wawancara, Abdullah Khusairi, Padang
Komentar anda tentang evaluasi pemekaran daerah dan Otonomi Daerah?
Saya pikir ini perlu dan penting. Karena penyelenggaraan pemerintahan di daerah pemekaran memperlihatkan kecenderungan euforia. Tidak bertitik tolak pada semangat otonomi daerah, yaitu meningkatkan pelayanan dan percepatan pembangunan. Justru yang lebih menonjol adalah seteru politik dalam pilkada. Ini tidak baik. Dampak yang buruk. Dan yang lebih naif, penilaian dari Kejagung, yang menilai pelaksanaan otonomi daerah justru semakin membuat korupsi kian marak. Pasalnya, banyak pejabat di daerah yang tidak paham dengan tata cara penggunaan anggaran secara benar.
Evaluasi nantinya akan mengarah kepada penyatuan kembali daerah yang dimekarkan ke Kabupaten induk?
Tak ada masalah, jika itu lebih baik. Toh, memang mesti ada evaluasi perbandingan, mana yang lebih baik antara pelayanan sebelumnya dan sekarang yang sedang berjalan. Masyarakat bisa ditanya, mana yang lebih enak dan bermanfaat antara yang sekarang dan yang sebelumnya. Misalnya, sekarang lebih banyak pajak dan retribusinya, ya berarti otonomi daerah dan pemekaran daerah menyengsarakan masyarakat. Belum lagi ditambah dengan aspek politik berujung konflik massa yang tidak membuat kondusif daerah.
Evaluasi daerah pemekaran dan otonomi daerah tentu berbeda aspeknya, khusus otonomi daerah?
Ya. Bisa dipisah bisa tidak, yang jelas pemerintah daerah berpihak kepada rakyat atau membuat elit baru yang sibuk dengan jabatan? Atau ada perhatian mereka terhadap masyarakat? Waktu empat tahun, jika dibangun dengan baik dari awal, saya pikir sudah bisa dilihat hasilnya. Tetapi sekarang justru silang sengkarut pemerintah kabupaten induk misalnya persoalan pembagian daerah dan sarana yang tidak selesai-selesai. Artinya butuh persiapan yang matang dari pemerintah dengan perangkatnya dan pemahaman masyarakat.
Tapi masih banyak yang mau minta pemekaran?
Kita lihat, ini kepentingan masyarakatnya atau hanya elit saja. Pemerintah pusat harus benar-benar turun melihat daerah yang akan dimekarkan tersebut. Pertimbangan sesuai dengan aturan yang berlaku, misalnya kelayakan luas daerah, jumlah penduduk, potensi daerah dll. Kalau hanya tekanan elit, alangkah baiknya ini dihentikan. Dampaknya sangat besar. Karena bila tak mampu menggali potensi, akan menyulitkan pemerintah pusat. Nah, pemerintah pusat sudah berpikir ke arah itu. Jadi, kalau ada yang tidak layak lagi daerah pemekaran, bisa jadi akan disatukan kembali.
Secara teknis, bagaimana baiknya penilaian evaluasi dilakukan?
Dimulai dari Pemprov. Lalu diusulkan kepada pemerintah pusat. Kelayakan sebuah pemerintahan daerah, kota maupun kabupaten, memang seharusnya Pemprov. Tetapi bukan tidak mungkin tim pemerintah pusat juga langsung ikut.
Komentar anda dalam kontek pemekaran di Sumbar juga otonomi daerah yang berlangsung?
Secara umum, ya sama dengan daerah lain. Sumbar, seperti yang kita ketahui, ada daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai, pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman (4 Oktober 1999), Kota Pariaman, pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman (10 April 2002), Kabupaten Pasaman Barat, pemekaran dari Kabupaten Pasaman (18 Desember 2003)
Kabupaten Dharmasraya, pemekaran dari Kabupaten Sawahlunto Sijunjung (18 Desember 2003), Kabupaten Solok Selatan, pemekaran dari Kabupaten Solok (18 Desember 2003). Semua itu kalau dilihat, fenomenanya sama, punya semangat pembangunan untuk membangun masyarakatnya. Tetapi bila diadakan penelitian, akan kelihatan kelemahan dan kelebihan. Saya cuma menyayangkan, otonomi daerah dan pemekaran daerah berdampak pada beban berat kepada masyrakat, bukan membuat masyarakat makin cepat terpacu ekonomi dan dapat pelayanan prima. Semua kebijakan punya dampak, tetapi yang paling minimlah yang mesti diambil. Otonomi daerah pada dasarnya adalah baik, tetapi perjalanannyalah yang tidak dijaga sehingga sering oleng. Aspek politik lebih maju, sedangkan ekonomi dan pembangunan menyusul di belakang. Padahal, semangat otonomi daerah adalah sebaliknya.[]
No comments:
Post a Comment