Saturday, October 21, 2017

BANI ABBASYIAH

ABBASIYAH
Resume Ensiklopedia
OLEH
ABDULLAH KHUSAIRI
SAEFULLAH ABU BAKAR

Approaches and Methodology of Islamic Studies 

Abbasiyah adalah sebuah dinasti dari Bani Abbas, pada masa klasik dan pertengahan. Lebih terkenal disebut Bani Abbasiyah. Daulah ini melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan Bani Abbasiyah karena pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Nama lengkapnya, Abu Abbas as-Saffah.

Pada Daulah Abbasiyah inilah sebagai puncak keemasan pencapaian peradabaan Islam. Kehadirannya, dihitung dalam sejarah sejak 132 H/750 M s.d 656 H/1258). Bila dirinci, 508 tahun atau 5 abad lebih. Artinya, paling tidak, daulah ini eksis hingga 8 keturunan. Tentu saja, ini waktu yang sangat panjang dan lama, sebelum kekuasaan dan peradaban beralih ke panggung belahan dunia yang lain.


Periodeisasi Bani Abbasiyah
Guna melihat secara singkat, eksistensi era kekuasaan Daulah Abbasiyah, ada baiknya mengikuti periodeisasi secara umum yang telah banyak dituliskan para sejarawan. Periodeisasi tersebut, sebagai berikut:

Periode Pertama (750-847 M) | Periode Tangan Besi
Selamat 97 tahun, Daulah Abbasiyah dijalani dengan tangan besi alias otoriter. Periode otoriter ini dipimpin oleh Abu Jakfar al Mansur (754-775 M), setelah 4 tahun kepemimpinan Abu Abas. Tetapi Abu Jakfar memimpin hanya 21 tahun saja.
Abu Jakfar memerintah dengan kejam. Inilah modal  bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abasiyah. Pemerintahannya masih menekankan pada kebijakan perluasan daerah.
Dasar-dasar pemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan dibangun oleh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M).
Zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid dan Al-Makmun. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.

2. Periode Kedua (847 M – 945M) | Khalifah Lemah
Ini periode awal yang lemah. Sehingga ada pemberontakan yang muncul di periode ini. Seperti di Zanj, di dataran rendah Irak Selatan dan Karamitah yang berpusat di Bahrain. Periode ini dipimpin oleh Khalifah al-Mukasim (833-842 M).
Sebelum itu, Abbasiyah dipimpin Khalifah Al-Mutawakkil (842-861), sudah ada muncul kemunduran karena keluasan daerah dan ketidakmampuan kepemimpinan.
Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Bani Abassiyah pada periode ini; pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat; kedua, profesionalisasi tentara menyebabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi; ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

3. Periode Ketiga (945 M - 1055 M) | Kuasa Buwaihi
Ciri utama periode ketiga ini, Daulah Abbasiyah di bawah kekuasaan Bani Buwaihi. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah.
Akibatnya kedudukan khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani Buwaihi telah membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian Selatan Persia, Hasan menguasai wilayah bagian Utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasa Ali bin Buwaihi.
Pada masa inilah muncul pemikir besar seperti al-Farabi (870-950M) Ibnu Sina (980-1037), al-Biruuni (973-1048), Ibnu Maskawih (930-1030) dan kelompok studi Ikhwan as-Safa. Bidang ekonomi, pertanian dan perdagangan juga mengalami kemajuan. Juga diikuti dengan pembangunan kanal masjid dan rumah sakit.

4. Periode Keempat (1055 M - 1199 M) | Kuasa Seljuk
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah. Kehadirannya atas undangan khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan kepemimpinan memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah.
Sebagaimana periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang pada periode ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan Maliksyah mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-cabang Madrasyah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi di kemudian hari. Dari madrasah ini, banyak lahir cendikiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di antaranya, az-Zamarksyari, penulis dalam bidang tafsir dan ushuluddin (teologi), al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Gazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawuf dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan.
Pada masa ini, mereka membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinvsi dengan seorang gubernur untuk mengepalai masing-masing propinsi tersebut. Pada masa pusat kekuasaan melemah, masing-masih propinsi tersebut memerdekakan diri.

5. Periode Kelima (1199 M - 1258 M) | Bebas Merdeka
Pada periode ini terjadi perubahaan besar-besaran. Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 1256 M.

Kemajuan-Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah menoreh sejarah kemajuan yang sangat besar, sehingga disebut The Golden Age of Islam. Masa keemasan itu  mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun.
Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun  tercatat buku legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi, dan budaya.
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut:

1.    Administrasi
Sebelum Daulah Abbasiyah hadir, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani Umayyah nota bene bangsa Arab   namun pada masa Abbasiyah orang non-arab  mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis.
Khalifah sebagai kepala pemerintahan, penguasa tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan dan dianggap pemimpin yang sakral. Para khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetap dalam mengangkat putera mahkota.
Pada masa ini, diadakan posisi seorang wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua wazir, wazir yang memiliki kekuasaan yang sangat tinggi (tafwid) dan wazir (tanfiz) yang kekuasaannya terbatas.
Yang pertama disebut juga Wazir Utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat bertindak tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para gubernur dan hakim.
Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam. Sementara wazir tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khalifah saja.
Kalau pada masa Umayyah terdapat lima kementerian pokok, yang disebut diwan, maka di masa Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya.
Kelima kementerian tersebut ialah (1) Diwan al-jund (War of Office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance). (3) Diwan al-Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al-Khatam (Board og Signet). (5) Diwan al-Barid (Postal Department).
Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada penambahan diwan diantaranya. (6) Diwan al-Azimah (The Audit and Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi al-Mazalim (Appeals and Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (The Board of Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (The Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya (The Board of States). (11) Diwan al-Sirr (The Board of Military Infection). Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (The Board Request).

2.    Sosial
Pada bidang sosial, sebenarnya para Khalifah di Bani Abbasiyah tercatat begitu fokus menjaga stabilitas politik dan terus mengutamaan politik kekuasaan. Ini dimaksud agar kelanggengan terjaga dalam kepemimpinan periode mereka.
Kebijakan dalam bidang sosial tetap saja mengacu kepada kepentingan politik kekuasaan. Dampaknya, dinasti ini menjadi majemuk dan melunturkan jati diri bangsa Arab. Banyak orang baru, non arab mendapat tempat di kursi strategis pemerintahan, terutama yang sangat kelihatan, penempatan Orang Mawali menggantikan orang-orang arab yang dipecat karena dianggap tidak cakap dan melanggar aturan.
Pada konteks itulah, aristokrasi Arab mulai digantikan hierarki pejabat yagn mewakili berbagai bagnsa, semula hanya di dominasi Persia dan Turki, seterusnya semua mendapat kesempatan yang sama, sesuai kemauan khalifah.

3.    Kegiatan Ilmiah
Periode Abbasiyah adalah era yang identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa dinasti Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang pesat yang mencapai puncakya pada era Abbasiah.
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara  pada masjid. Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam ma’had.
Abad X Masehi disebut abad pembangunan Daulah Islamiyah dimana dunia Islam, mulai dari Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami pembangunan di segala bidang, terutama ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Dunia Islam, pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.
Di antara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain. Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan istana para kahlifah Abbasiyah, misalnya Mansur yng banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendekiawan-cendekiawan Persia.
Yang terbesar dan banyak berpengaruh pada mulanya ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti jabatan wazir yang diberikn Mansur kepada Khalid ibn Barmak,  kemudian ke anak dan cucu-cucunya. Mereka ini berasal dari Bactra, dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan dan filsafat, yang condong kepada paham Mu’tazilah.
Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur, Harun, dan Ma’mun adalah kutu buku dan sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga terpengaruh dalam kebijaksanaannya yang banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu pengetahuan.
4.    Peran Pemerintah
Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas aktivitas mereka paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka menerjemahkan dari buku-buku asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam bahasa arab yang telah dimulai sejak zaman Umayyah.
Misalnya, Khalid ibn Yazid, seorang penguasa, pecinta ilmu yang memerintahkan kepada para cendekiawan Mesir atau yang tinggal di Mesir agar mereka menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa Ynani ke dalam bahasa arab. Demikian juga Khalifah Umar II menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran kedalam bahsa arab.
Pada 832 M, Ma’mun mendirikan Bait al-Hikmah di Baghdad sebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong bintang, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Terjemahan buku ilmu pengetahuan dimulai, lahirnya buku-buku turunannya sebagai hasil analisis.
Misalnya apa yang yang telah dilakukan oleh Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada masa inilah lahir karya-karya ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah muncul ulama-ulama besar.
Di antara kebanggaan zaman pemerintahan Abbasiyah adalah terdapatnya 4 imam yaitu Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab fikih yang ulung ketika itu. Mereka merupakan para ulama fikih yang paling agung dan tiada bandingannya di dunia Islam.

Sebab-Sebab Kemunduran  
Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan cepat sekali menguasai satu persatu wilayah kemajuan dunia saat itu sampai mereka pernah menjadi penguasa yang sangat kuat dimana peta kekuatan Islam melebar sampai Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami masa kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri.
Adapun faktor penyebab kehancuran Abbasiyah, diantaranya, sebagai berikut.

1. Internal
Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera Atlantik, disebelah timur sampai India dan perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai keselatan, teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah yang lemah.
Di samping itu, sistem komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya banyak wilayah lepas dan berdiri sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun dinasti ini  mulai mengalami kemunduran.
Sementara itu jauhnya wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian hari didorong oleh para Khalifah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi Khalifah.
Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta-gantinya putera mahkota dikalangan istana dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi keatuan bulat terhadap pengangkatan para pengganti Khalifah. Seperti perang saudara antara Amin-Ma’mun adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elit politik lain yang juga memacu kemunduran dan kehancuran dinasti ini.
Selain agama juga faktor ekonomi cukup dominan atas lemahnya sendi-sendi kekhalifahan Abbasiyah. Beban pajak yang berlebihan dan pengaturan wilayah-wilayah (Provinsi) demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang pertaniandan industri. Saat para Wali, Amir, dan lain-lain termasuk kalangan istana makin kaya, rakyat justru makin lemah dan miskin. Dengan adanya independensi dinasti-dinasti tersebut perekonomian pusat menurun karena mereka tidak lagi membayar upeti kepada pemerintahan pusat. Sementara itu, disisi lain meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran.
Di samping itu, faktor yang penting yaitu merosotnya moral para Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran, serta melalaikan salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.
Faktor-faktor intern yang membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara lain : a). Adanya persaingan tidak sehat di antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki. b). Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan darah. c). Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan social yang berkepanjangan. (4) Akhirnya terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.

2.  Eksternal
Ada faktor eksternal yang membuat dinasti ini jatuh ke jurang kehancuran total. Serangan dari Bangsa Mongol, di bawah kepemimpinan Hullagu, cucu Jhengis Khan. Hal ini didukung pula oleh gangguan pasukan Asasin, yang didirikan Hasan ibn Sabah (1256 M), di pegunungan Alamut, Iraq. Mereka adalah sekte Syi’ah Ismailiyah. Mongol juga diganggu pasukan Asasin ini, lalu mereka diserang Hullagu dan meneruskan serangan ke Baghdad.
Setelah selama dua bulan tentara Mongol mengepung Kota Baghdad, setelah jalan damai gagal, akhirnya khalifah tunduk. Naasnya, Hulagu tetap membunuh dan membantai orang-orang penting istana. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak 800.000 orang. Ini sungguh sebuah tragedi.


Ketika bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah dengan gelar Khalifah yang berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan yang disandang oleh keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh Sultan salami dan Turki Usmani ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan demikian, maka hilanglah Khalifah Abbasiyah untuk selamnya.
Sedangkan faktor ekstern yang terjadi adalah (1) berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan, dan yang paling menentukan adalah (2) sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.

D.    Dinasti Kecil di Barat dan Timur
Lima tahun setelah berdirinya kekhalifahan Abbasiyah, Abd al-Rahman muda, satu-satunta keturunan Dinasti Umayyah yang  dari pembantaia masal. Satu tahun kemudian, tahu 756, dia mendirikan sebua Dinastiyang kelak menjadi dinasti besar.
Selanjutnya  pada 785, Idris ibn Abdullah, cicit al-Hasan ikut serta dalam salahsatu pemberontakan sengit kelompok Ali di Madinah. Perlawanan tersebut bisa diredam dan dia menyelamatkan diri ke Maroko (al-Maghrib). Disana dia berhasil mendirikan kerajaan yang mengabadikan namanya selama hampir dua abad (788-974) berikutnya yaitu Idrisiyah, yang menjadikan Fez, sebagai ibukota utamanya adalah dinasti Syiah pertama dalam sejarah.
Ketika Idrisiyah-Syiah meluaskan daerah kekuasaannya di sebagian Barat Afrika Utara, Aglabiyah-Sunni juga melakukan hal yang sama ditimur. Di luar wilayah yang dinamakan Ifriqiyah (Afrii ka kecil, terutama Tunisia)., Harun al-Rasyid pada 800 telah mengangkat Ibrahim ibn al-Aglab sebagai gubernur dan berdiri sendiri dalam memerintah.

Dinasti selanjutnya adalah ZiyadatAllah merupakan penerus Ibrahim. Dinasti itu menjadi salah satu titik penting dalam sejarah konflik berkepanjangan antar Asia dan Eropa. Dengan armadanya yang lengkap, mereka memporak-poranadakan kawasan pesisir Italia, Prancis, Korsika, dan Sardinia.
Tidak lama setelah tuntasnya pemberontakan pada penguasa Abbasiyah di Mesir dan Suriah, muncul lagi dinasti Turki lain yang masih keturunan Faghanah yakni Ikhsidiyah yang didirikan di Fushtat. Pendirinya adlah Muhammad Ibnu Thughj (935-946). Dinasti sebelum Iksidiyah adalah Dinasti Thulun yang berumur pendek (869-905), di Mesir dan Suriah adalah Ahmad ibn Thulun.
Ke wilayah Utara, Iksidiyah Mesir memiliki pesaing kuat yaitu Dinasti Hamdaniyah yang Syiah. Dinasti ini didirikan pertama kali di Mesopotamia dengan Mosul sebagai ibukotanya, mereka adalah keturunan Hamdan ibn Hamdun dari suku Thalib, di bawah pimpinan Syf al-Dawlah.
Saat dinasti-dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah kekuasaan khalifah di Barat, proses yang sama juga tengah terjadi di timur, terutama dilakukan oleh orang Turki dan Persia.
Dinasti yang pertama mendirikan sebuah Negara semi-independen disebelah timur Baghdad adalah orang yang pernah dipercaya al-Ma’mun untuk menduuduki  jabatan jenderal yakni Thahir ibn al-Husayn dari Khurasan. Ia pendiri dinasti Tahiriah berkuasa sampai tahun 872, dan digantikan oleh Dinasti Saffariyah. Yang bermula di Sijistan dan berkuasa di Persia selama 41 tahun (867-908), didirikan oleh Ya’qub ibn al-Laits al-Saffar. Kemudian dinasti ini digantikan oleh Dinasti Samaniyyah yang didirikan oleh Nashr ibn Ahmad (874-892).
Salah seorang budak Turki yang disukai dan dihargai oleh penguasa Samaniyyah, serta dianugerahi pos penting dalam pemerintahan  adalah Alptigin. Pada 962, dia merebut Ghaznah terletak di Afghanistan dari tangan penguasa pribumi dan mendirikan sebuah kerajaan independen dan berkembang menjadi imperium Ghaznawi. Wilayahnya meliputi Afghanistan dan Punjab (962-1186), pendiri Dinasti Ghaznawi yang sesungguhnya adalah Subuktigin. Enam belas raja Ghaznawi  yang kemudian menggantikannya adalah keturunan langsung darinya.
Demikian uraian singkat perjalanan sejarah Daulah Abbasiyah. []

Kronologi Kerajaan Bani Abbasiyyah

752M – Awal Berdiri Kerajaan Bani Abbasiyyah
755M - Pemberontakan Abdullah bin Ali
756M - Abd ar-Rahman I Kerajaan Bani Ummaiyyah Spanyol.
    763M- Penubuhan kota Baghdad. Kekalahan tentera Abbasiyyah di Sepanyol.
    786M- Harun al-Rashid menjadi Khalifah.
    792M- Serangan ke atas selatan Perancis.
    800M- Kaedah sainstifik dicipta. Algebra dicipta oleh Al-Khawarizmi.
    805M- Kempen menentang Byzantine. Penawanan Pulau Rhodes dan Cyprus.
    809M- Kewafatan Harun al-Rashid. Al-Amin dilantik menjadi khalifah.
    814M- Perang saudara di antara Al-Amin dan Al-Ma'mun. Al-Amin terbunuh dan Al-Ma'mun menjadi khalifah.
    1000M- Masjid Besar Cordoba siap dibina.

    1005M- Multan dan Ghur ditawan.
    1055M- Baghdad ditawan oleh tentera Turki Seljuk. Pemerintahan Abbasiyyah-Seljuk bermula, yang kekal sehingga tahun 1258 apabila tentera Mongol memusnahkan Baghdad.
    1085M- Tentera Kristian tawan Toledo (di Sepanyol).
    1091M- Bangsa Norman tawan Sicily, pemerintahan Muslim di sana tamat.
    1095M- Perang Salib pertama berlaku.
    1099M- Tentera Salib tawan Baitulmuqaddis. Mereka membunuh semua penduduknya.
    1144M- Nur al-Din tawan Edessa daripada tentera Kristian. Perang Salib kedua berlaku.
    1187M- Salahuddin Al-Ayubbi tawan Baitulmuqaddis daripada tentera Salib. Perang Salib ketiga berlaku.
    1194M- Tentera Muslim menawan Delhi, India.
    1236M- Tentera Kristian tawan Cordoba (di Sepanyol).
    1258M- Tentera Mongol menyerang dan memusnahkan Baghdad. Ribuan penduduk terbunuh.Kejatuhan Baghdad. Tamatnya pemerintahan Kerajaan Bani Abbasiyyah.

Khalifah Abbasiyyah Baghdad

    Abu al-Abbas al-Saffah 750 - 754
    Al-Mansur 754 - 775
    Al-Mahdi 775 - 785
    Al-Hadi 785 - 786
    Harun al-Rashid 786 - 809
    Al-Amin 809 - 813
    Al-Ma'mun 813 - 833
    Al-Mu'tasim 833 - 842
    Al-Wathiq 842 - 847
    Al-Mutawakkil 847 - 861
    Al-Muntasir 861 - 862
    Al-Musta'in 862 - 866
    Al-Mu'tazz 866 - 869
    Al-Muhtadi 869 - 870
    Al-Mu'tamid 870 - 892
    Al-Mu'tadid 892 - 902
    Al-Muktafi 902 - 908
    Al-Muqtadir 908 - 932
    Al-Qahir 932 - 934
    Ar-Radi 934 - 940
    Al-Muttaqi 940 - 944
    Al-Mustakfi 944 - 946
    Al-Muti 946 - 974
    At-Ta'i 974 - 991
    Al-Qadir 991 - 1031
    Al-Qa'im 1031 - 1075
    Al-Muqtadi 1075 - 1094
    Al-Mustazhir 1094 - 1118
    Al-Mustarshid 1118 - 1135
    Ar-Rashid 1135 - 1136
    Al-Muqtafi 1136 - 1160
    Al-Mustanjid 1160 - 1170
    Al-Mustadi 1170 - 1180
    An-Nasir 1180 - 1225
    Az-Zahir 1225 - 1226
    Al-Mustansir 1226 - 1242
    Al-Musta'sim 1242 - 1258

Khalifah Abbasiyyah Kaherah

    Al-Mustansir II 1261
    Al-Hakim I 1262-1302
    Al-Mustakfi I 1302-1340
    Al-Wathiq I 1340-1341
    Al-Hakim II 1341-1352
    Al-Mu'tadid I 1352-1362
    Al-Mutawakkil I 1362-1383
    Al-Wathiq II 1383-1386
    Al-Mu'tasim II 1386-1389
    Al-Mutawakkil I (menaiki takhta semula) 1389-1406
    Al-Musta'in 1406-1414
    Al-Mu'tadid II 1414-1441
    Al-Mustakfi II 1441-1451
    Al-Qa'im 1451-1455
    Al-Mustanjid 1455-1479
    Al-Mutawakkil II 1479-1497
    Al-Mustamsik 1497-1508
    Al-Mutawakkil III 1508-1517


No comments:

Post a Comment