ABBASIYAH
Resume
Ensiklopedia
OLEH
ABDULLAH KHUSAIRI
SAEFULLAH ABU BAKAR
Approaches and Methodology of Islamic Studies
Abbasiyah adalah sebuah dinasti
dari Bani Abbas, pada masa klasik dan pertengahan. Lebih terkenal disebut Bani
Abbasiyah. Daulah ini melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan Bani
Abbasiyah karena pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman
Nabi Muhammad SAW. Nama lengkapnya, Abu Abbas as-Saffah.
Pada Daulah Abbasiyah inilah sebagai
puncak keemasan pencapaian peradabaan Islam. Kehadirannya, dihitung dalam
sejarah sejak 132 H/750 M s.d 656 H/1258). Bila dirinci, 508 tahun atau 5
abad lebih. Artinya, paling tidak, daulah ini eksis hingga 8 keturunan. Tentu
saja, ini waktu yang sangat panjang dan lama, sebelum kekuasaan dan peradaban
beralih ke panggung belahan dunia yang lain.
Periodeisasi Bani
Abbasiyah
Guna melihat secara singkat,
eksistensi era kekuasaan Daulah Abbasiyah, ada baiknya mengikuti periodeisasi
secara umum yang telah banyak dituliskan para sejarawan. Periodeisasi tersebut,
sebagai berikut:
Periode Pertama
(750-847 M) | Periode Tangan Besi
Selamat 97 tahun, Daulah
Abbasiyah dijalani dengan tangan besi alias otoriter. Periode otoriter ini
dipimpin oleh Abu Jakfar al Mansur (754-775 M), setelah 4 tahun kepemimpinan
Abu Abas. Tetapi Abu Jakfar memimpin hanya 21 tahun saja.
Abu Jakfar memerintah dengan
kejam. Inilah modal bagi tercapainya
masa kejayaan Daulah Abasiyah. Pemerintahannya masih menekankan pada kebijakan
perluasan daerah.
Dasar-dasar pemerintahan Daulah
Abasiyah ini telah diletakkan dan dibangun oleh Abu Abbas as-Safak dan Abu
Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah
sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq
(842-847 M).
Zaman keemasan telah dimulai pada
pemerintahan pengganti Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan
Harun Al-Rasyid dan Al-Makmun. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan
berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan
pada umumnya.
2. Periode Kedua
(847 M – 945M) | Khalifah Lemah
Ini periode awal yang lemah.
Sehingga ada pemberontakan yang muncul di periode ini. Seperti di Zanj, di dataran
rendah Irak Selatan dan Karamitah yang berpusat di Bahrain. Periode ini
dipimpin oleh Khalifah al-Mukasim (833-842 M).
Sebelum itu, Abbasiyah dipimpin
Khalifah Al-Mutawakkil (842-861), sudah ada muncul kemunduran karena keluasan
daerah dan ketidakmampuan kepemimpinan.
Faktor-faktor yang menyebabkan
kemunduran Bani Abassiyah pada periode ini; pertama,
luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat;
kedua, profesionalisasi tentara menyebabkan
ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi; ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat
besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa
pengiriman pajak ke Baghdad.
3. Periode Ketiga
(945 M - 1055 M) | Kuasa Buwaihi
Ciri utama periode ketiga ini,
Daulah Abbasiyah di bawah kekuasaan Bani Buwaihi. Keadaan Khalifah lebih buruk
ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran
Syi’ah.
Akibatnya kedudukan khalifah
tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani
Buwaihi telah membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai
wilayah bagian Selatan Persia, Hasan menguasai wilayah bagian Utara, dan Ahmad
menguasai wilayah al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak
sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasa
Ali bin Buwaihi.
Pada masa inilah muncul pemikir
besar seperti al-Farabi (870-950M) Ibnu Sina (980-1037), al-Biruuni (973-1048),
Ibnu Maskawih (930-1030) dan kelompok studi Ikhwan as-Safa. Bidang ekonomi,
pertanian dan perdagangan juga mengalami kemajuan. Juga diikuti dengan
pembangunan kanal masjid dan rumah sakit.
4. Periode Keempat
(1055 M - 1199 M) | Kuasa Seljuk
Periode keempat ini ditandai oleh
kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah. Kehadirannya atas undangan khalifah
untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan kepemimpinan memang
sudah membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang agama sudah
kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah.
Sebagaimana periode sebelumnya,
ilmu pengetahuan juga berkembang pada periode ini. Nizam al-Mulk, perdana
menteri pada masa Alp Arselan dan Maliksyah mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067
M) dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-cabang Madrasyah Nizamiyah
didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi
model bagi perguruan tinggi di kemudian hari. Dari madrasah ini, banyak lahir
cendikiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di antaranya, az-Zamarksyari, penulis
dalam bidang tafsir dan ushuluddin (teologi), al-Qusyairi dalam bidang tafsir,
al-Gazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawuf dan Umar Khayyam dalam bidang
ilmu perbintangan.
Pada masa ini, mereka membagi
wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinvsi dengan seorang gubernur untuk
mengepalai masing-masing propinsi tersebut. Pada masa pusat kekuasaan melemah,
masing-masih propinsi tersebut memerdekakan diri.
5. Periode Kelima
(1199 M - 1258 M) | Bebas Merdeka
Pada periode ini terjadi perubahaan
besar-besaran. Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu
dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan
sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan
politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad
tanpa perlawanan pada tahun 1256 M.
Kemajuan-Kemajuan
Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah menoreh sejarah
kemajuan yang sangat besar, sehingga disebut The Golden Age of Islam. Masa keemasan itu mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang
paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun.
Istana khalifah Harun yang
identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan
tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun
tercatat buku legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi,
dan budaya.
Adapun kemajuan-kemajuan yang
telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut:
1.
Administrasi
Sebelum Daulah Abbasiyah hadir, dalam
pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani Umayyah nota bene bangsa Arab namun
pada masa Abbasiyah orang non-arab
mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis.
Khalifah sebagai kepala
pemerintahan, penguasa tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan dan
dianggap pemimpin yang sakral. Para khalifah tidak peduli dan mentaati suatu
aturan atau cara yang tetap dalam mengangkat putera mahkota.
Pada masa ini, diadakan posisi seorang
wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum
Islam untuk mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana
non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua wazir, wazir yang
memiliki kekuasaan yang sangat tinggi (tafwid) dan wazir (tanfiz) yang
kekuasaannya terbatas.
Yang pertama disebut juga Wazir Utama
atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat bertindak tanpa harus
direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para gubernur dan hakim.
Pada saat para khalifah lemah,
kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam. Sementara wazir tidak berkuasa
penuh, hanya mentaaati perintah khalifah saja.
Kalau pada masa Umayyah terdapat
lima kementerian pokok, yang disebut diwan, maka di masa Abbasiyah kelima
tersebut ditambah jumlahnya.
Kelima kementerian tersebut ialah
(1) Diwan al-jund (War of Office).
(2) diwan al-Kharaj (Department of
Finance). (3) Diwan al-Rasal (Board
of Correspondence). (4) Diwan al-Khatam (Board og Signet). (5) Diwan al-Barid (Postal Department).
Kelima diwan ini pada era
Abbasiyah ada penambahan diwan diantaranya. (6) Diwan al-Azimah (The Audit and Account Board). (7) Diwan
al-Nazri fi al-Mazalim (Appeals and
Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (The Board of Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (The Board of Crown Land). (10) Diwan
al-Diya (The Board of States). (11)
Diwan al-Sirr (The Board of Military
Infection). Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (The
Board Request).
2.
Sosial
Pada bidang sosial, sebenarnya
para Khalifah di Bani Abbasiyah tercatat begitu fokus menjaga stabilitas
politik dan terus mengutamaan politik kekuasaan. Ini dimaksud agar kelanggengan
terjaga dalam kepemimpinan periode mereka.
Kebijakan dalam bidang sosial
tetap saja mengacu kepada kepentingan politik kekuasaan. Dampaknya, dinasti ini
menjadi majemuk dan melunturkan jati diri bangsa Arab. Banyak orang baru, non
arab mendapat tempat di kursi strategis pemerintahan, terutama yang sangat
kelihatan, penempatan Orang Mawali menggantikan orang-orang arab yang dipecat
karena dianggap tidak cakap dan melanggar aturan.
Pada konteks itulah, aristokrasi
Arab mulai digantikan hierarki pejabat yagn mewakili berbagai bagnsa, semula
hanya di dominasi Persia dan Turki, seterusnya semua mendapat kesempatan yang
sama, sesuai kemauan khalifah.
3.
Kegiatan Ilmiah
Periode Abbasiyah adalah era yang
identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu
pengetahuan termasuk science,
kemajuan peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa
keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan
peradaban dunia. Semasa dinasti Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang
ditanam itu berkembang pesat yang mencapai puncakya pada era Abbasiah.
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat
kegiatan Dunia Islam selalu bermuara
pada masjid. Masjid dijadikan centre
of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan
keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam ma’had.
Abad X Masehi disebut abad
pembangunan Daulah Islamiyah dimana dunia Islam, mulai dari Cordon di Spanyol
sampai ke Multan di Pakistan, mengalami pembangunan di segala bidang, terutama
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Dunia Islam, pada waktu itu dalam keadaan
maju, jaya dan makmur.
Di antara pusat-pusat ilmu
pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah Damaskus, Alexandria, Qayrawan,
Fustat, Kairo, al-Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain. Banyaknya cendekiawan
yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan istana para kahlifah Abbasiyah,
misalnya Mansur yng banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari
cendekiawan-cendekiawan Persia.
Yang terbesar dan banyak
berpengaruh pada mulanya ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti jabatan
wazir yang diberikn Mansur kepada Khalid ibn Barmak, kemudian ke anak dan cucu-cucunya. Mereka ini
berasal dari Bactra, dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan
dan filsafat, yang condong kepada paham Mu’tazilah.
Pribadi beberapa Khalifah
terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur, Harun, dan Ma’mun adalah kutu
buku dan sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga terpengaruh dalam kebijaksanaannya
yang banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu pengetahuan.
4.
Peran Pemerintah
Pada masa kejayaan Islam banyak
Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas aktivitas mereka paling menonjol
dan besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar
melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar peranannya dalam
mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka menerjemahkan dari buku-buku asing,
seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam bahasa arab yang telah
dimulai sejak zaman Umayyah.
Misalnya, Khalid ibn Yazid,
seorang penguasa, pecinta ilmu yang memerintahkan kepada para cendekiawan Mesir
atau yang tinggal di Mesir agar mereka menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran,
bintang, dan kimia yang berbahasa Ynani ke dalam bahasa arab. Demikian juga
Khalifah Umar II menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran kedalam bahsa
arab.
Pada 832 M, Ma’mun mendirikan
Bait al-Hikmah di Baghdad sebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong
bintang, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Terjemahan buku ilmu
pengetahuan dimulai, lahirnya buku-buku turunannya sebagai hasil analisis.
Misalnya apa yang yang telah
dilakukan oleh Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari
ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada
masa inilah lahir karya-karya ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah
muncul ulama-ulama besar.
Di antara kebanggaan zaman
pemerintahan Abbasiyah adalah terdapatnya 4 imam yaitu Abu Hanifah, Malik,
Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab fikih yang ulung ketika itu. Mereka
merupakan para ulama fikih yang paling agung dan tiada bandingannya di dunia
Islam.
Sebab-Sebab
Kemunduran
Sejak abad ke-7 M bangsa Arab
dengan cepat sekali menguasai satu persatu wilayah kemajuan dunia saat itu
sampai mereka pernah menjadi penguasa yang sangat kuat dimana peta kekuatan
Islam melebar sampai Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami masa
kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti
Seljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima.
Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuaasaan suatu
dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri.
Adapun faktor penyebab kehancuran
Abbasiyah, diantaranya, sebagai berikut.
1. Internal
Semasa Abbasiyah wilayah
kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera Atlantik, disebelah timur sampai
India dan perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai keselatan,
teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan
wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah
yang lemah.
Di samping itu, sistem komunikasi
masih sangat lemah dan tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat dapat
informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi
pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya banyak wilayah lepas dan berdiri
sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun dinasti ini mulai mengalami kemunduran.
Sementara itu jauhnya
wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian hari
didorong oleh para Khalifah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh
kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi Khalifah.
Karena tidak adanya suatu sistem
dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta-gantinya putera mahkota
dikalangan istana dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi keatuan bulat
terhadap pengangkatan para pengganti Khalifah. Seperti perang saudara antara
Amin-Ma’mun adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak adanya kerukunan antara
tentara, istana, dan elit politik lain yang juga memacu kemunduran dan
kehancuran dinasti ini.
Selain agama juga faktor ekonomi
cukup dominan atas lemahnya sendi-sendi kekhalifahan Abbasiyah. Beban pajak
yang berlebihan dan pengaturan wilayah-wilayah (Provinsi) demi keuntungan kelas
penguasa telah menghancurkan bidang pertaniandan industri. Saat para Wali,
Amir, dan lain-lain termasuk kalangan istana makin kaya, rakyat justru makin
lemah dan miskin. Dengan adanya independensi dinasti-dinasti tersebut
perekonomian pusat menurun karena mereka tidak lagi membayar upeti kepada
pemerintahan pusat. Sementara itu, disisi lain meningkatnya ketergantungan pada
tentara bayaran.
Di samping itu, faktor yang
penting yaitu merosotnya moral para Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran,
serta melalaikan salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.
Faktor-faktor intern yang membuat
Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara lain : a). Adanya persaingan tidak
sehat di antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama
Arab, Persia, dan Turki. b). Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok
pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan darah. c). Munculnya
dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan social yang berkepanjangan. (4)
Akhirnya terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan
politik.
2. Eksternal
Ada faktor eksternal yang membuat
dinasti ini jatuh ke jurang kehancuran total. Serangan dari Bangsa Mongol, di
bawah kepemimpinan Hullagu, cucu Jhengis Khan. Hal ini didukung pula oleh
gangguan pasukan Asasin, yang didirikan Hasan ibn Sabah (1256 M), di pegunungan
Alamut, Iraq. Mereka adalah sekte Syi’ah Ismailiyah. Mongol juga diganggu
pasukan Asasin ini, lalu mereka diserang Hullagu dan meneruskan serangan ke
Baghdad.
Setelah selama dua bulan tentara
Mongol mengepung Kota Baghdad, setelah jalan damai gagal, akhirnya khalifah
tunduk. Naasnya, Hulagu tetap membunuh dan membantai orang-orang penting
istana. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak 800.000 orang. Ini
sungguh sebuah tragedi.
Ketika bangsa Mongol dapat
menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang
lolos dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah dengan gelar Khalifah yang
berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir
tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan yang disandang oleh
keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh Sultan salami dan Turki
Usmani ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan demikian, maka hilanglah
Khalifah Abbasiyah untuk selamnya.
Sedangkan faktor ekstern yang
terjadi adalah (1) berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan, dan yang
paling menentukan adalah (2) sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin
oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun
pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.
D. Dinasti Kecil di Barat dan Timur
Lima tahun setelah berdirinya
kekhalifahan Abbasiyah, Abd al-Rahman muda, satu-satunta keturunan Dinasti
Umayyah yang dari pembantaia masal. Satu
tahun kemudian, tahu 756, dia mendirikan sebua Dinastiyang kelak menjadi dinasti
besar.
Selanjutnya pada 785, Idris ibn Abdullah, cicit al-Hasan
ikut serta dalam salahsatu pemberontakan sengit kelompok Ali di Madinah.
Perlawanan tersebut bisa diredam dan dia menyelamatkan diri ke Maroko
(al-Maghrib). Disana dia berhasil mendirikan kerajaan yang mengabadikan namanya
selama hampir dua abad (788-974) berikutnya yaitu Idrisiyah, yang menjadikan
Fez, sebagai ibukota utamanya adalah dinasti Syiah pertama dalam sejarah.
Ketika Idrisiyah-Syiah meluaskan
daerah kekuasaannya di sebagian Barat Afrika Utara, Aglabiyah-Sunni juga melakukan
hal yang sama ditimur. Di luar wilayah yang dinamakan Ifriqiyah (Afrii ka
kecil, terutama Tunisia)., Harun al-Rasyid pada 800 telah mengangkat Ibrahim
ibn al-Aglab sebagai gubernur dan berdiri sendiri dalam memerintah.
Dinasti selanjutnya adalah ZiyadatAllah merupakan
penerus Ibrahim. Dinasti itu menjadi salah satu titik penting dalam sejarah
konflik berkepanjangan antar Asia dan Eropa. Dengan armadanya yang lengkap,
mereka memporak-poranadakan kawasan pesisir Italia, Prancis, Korsika, dan
Sardinia.
Tidak lama setelah tuntasnya
pemberontakan pada penguasa Abbasiyah di Mesir dan Suriah, muncul lagi dinasti
Turki lain yang masih keturunan Faghanah yakni Ikhsidiyah yang didirikan di
Fushtat. Pendirinya adlah Muhammad Ibnu Thughj (935-946). Dinasti sebelum
Iksidiyah adalah Dinasti Thulun yang berumur pendek (869-905), di Mesir dan
Suriah adalah Ahmad ibn Thulun.
Ke wilayah Utara, Iksidiyah Mesir
memiliki pesaing kuat yaitu Dinasti Hamdaniyah yang Syiah. Dinasti ini didirikan
pertama kali di Mesopotamia dengan Mosul sebagai ibukotanya, mereka adalah
keturunan Hamdan ibn Hamdun dari suku Thalib, di bawah pimpinan Syf al-Dawlah.
Saat dinasti-dinasti kecil
sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah kekuasaan khalifah di Barat,
proses yang sama juga tengah terjadi di timur, terutama dilakukan oleh orang
Turki dan Persia.
Dinasti yang pertama mendirikan
sebuah Negara semi-independen disebelah timur Baghdad adalah orang yang pernah
dipercaya al-Ma’mun untuk menduuduki
jabatan jenderal yakni Thahir ibn al-Husayn dari Khurasan. Ia pendiri
dinasti Tahiriah berkuasa sampai tahun 872, dan digantikan oleh Dinasti
Saffariyah. Yang bermula di Sijistan dan berkuasa di Persia selama 41 tahun
(867-908), didirikan oleh Ya’qub ibn al-Laits al-Saffar. Kemudian dinasti ini
digantikan oleh Dinasti Samaniyyah yang didirikan oleh Nashr ibn Ahmad
(874-892).
Salah seorang budak Turki yang
disukai dan dihargai oleh penguasa Samaniyyah, serta dianugerahi pos penting
dalam pemerintahan adalah Alptigin. Pada
962, dia merebut Ghaznah terletak di Afghanistan dari tangan penguasa pribumi
dan mendirikan sebuah kerajaan independen dan berkembang menjadi imperium
Ghaznawi. Wilayahnya meliputi Afghanistan dan Punjab (962-1186), pendiri
Dinasti Ghaznawi yang sesungguhnya adalah Subuktigin. Enam belas raja
Ghaznawi yang kemudian menggantikannya
adalah keturunan langsung darinya.
Demikian uraian singkat
perjalanan sejarah Daulah Abbasiyah. []
Kronologi Kerajaan Bani Abbasiyyah
752M – Awal Berdiri Kerajaan Bani Abbasiyyah
755M - Pemberontakan Abdullah bin Ali
756M - Abd ar-Rahman I Kerajaan Bani Ummaiyyah Spanyol.
763M- Penubuhan kota Baghdad.
Kekalahan tentera Abbasiyyah di Sepanyol.
786M- Harun al-Rashid menjadi
Khalifah.
792M- Serangan ke atas selatan
Perancis.
800M- Kaedah sainstifik
dicipta. Algebra dicipta oleh Al-Khawarizmi.
805M- Kempen menentang
Byzantine. Penawanan Pulau Rhodes dan Cyprus.
809M- Kewafatan Harun
al-Rashid. Al-Amin dilantik menjadi khalifah.
814M- Perang saudara di antara
Al-Amin dan Al-Ma'mun. Al-Amin terbunuh dan Al-Ma'mun menjadi khalifah.
1000M- Masjid Besar Cordoba
siap dibina.
1005M- Multan dan Ghur ditawan.
1055M- Baghdad ditawan oleh
tentera Turki Seljuk. Pemerintahan Abbasiyyah-Seljuk bermula, yang kekal
sehingga tahun 1258 apabila tentera Mongol memusnahkan Baghdad.
1085M- Tentera Kristian tawan
Toledo (di Sepanyol).
1091M- Bangsa Norman tawan
Sicily, pemerintahan Muslim di sana tamat.
1095M- Perang Salib pertama
berlaku.
1099M- Tentera Salib tawan
Baitulmuqaddis. Mereka membunuh semua penduduknya.
1144M- Nur al-Din tawan Edessa
daripada tentera Kristian. Perang Salib kedua berlaku.
1187M- Salahuddin Al-Ayubbi
tawan Baitulmuqaddis daripada tentera Salib. Perang Salib ketiga berlaku.
1194M- Tentera Muslim menawan
Delhi, India.
1236M- Tentera Kristian tawan
Cordoba (di Sepanyol).
1258M- Tentera Mongol menyerang
dan memusnahkan Baghdad. Ribuan penduduk terbunuh.Kejatuhan Baghdad. Tamatnya
pemerintahan Kerajaan Bani Abbasiyyah.
Khalifah Abbasiyyah Baghdad
Abu al-Abbas al-Saffah 750 -
754
Al-Mansur 754 - 775
Al-Mahdi 775 - 785
Al-Hadi 785 - 786
Harun al-Rashid 786 - 809
Al-Amin 809 - 813
Al-Ma'mun 813 - 833
Al-Mu'tasim 833 - 842
Al-Wathiq 842 - 847
Al-Mutawakkil 847 - 861
Al-Muntasir 861 - 862
Al-Musta'in 862 - 866
Al-Mu'tazz 866 - 869
Al-Muhtadi 869 - 870
Al-Mu'tamid 870 - 892
Al-Mu'tadid 892 - 902
Al-Muktafi 902 - 908
Al-Muqtadir 908 - 932
Al-Qahir 932 - 934
Ar-Radi 934 - 940
Al-Muttaqi 940 - 944
Al-Mustakfi 944 - 946
Al-Muti 946 - 974
At-Ta'i 974 - 991
Al-Qadir 991 - 1031
Al-Qa'im 1031 - 1075
Al-Muqtadi 1075 - 1094
Al-Mustazhir 1094 - 1118
Al-Mustarshid 1118 - 1135
Ar-Rashid 1135 - 1136
Al-Muqtafi 1136 - 1160
Al-Mustanjid 1160 - 1170
Al-Mustadi 1170 - 1180
An-Nasir 1180 - 1225
Az-Zahir 1225 - 1226
Al-Mustansir 1226 - 1242
Al-Musta'sim 1242 - 1258
Khalifah Abbasiyyah Kaherah
Al-Mustansir II 1261
Al-Hakim I 1262-1302
Al-Mustakfi I 1302-1340
Al-Wathiq I 1340-1341
Al-Hakim II 1341-1352
Al-Mu'tadid I 1352-1362
Al-Mutawakkil I 1362-1383
Al-Wathiq II 1383-1386
Al-Mu'tasim II 1386-1389
Al-Mutawakkil I (menaiki takhta
semula) 1389-1406
Al-Musta'in 1406-1414
Al-Mu'tadid II 1414-1441
Al-Mustakfi II 1441-1451
Al-Qa'im 1451-1455
Al-Mustanjid 1455-1479
Al-Mutawakkil II 1479-1497
Al-Mustamsik 1497-1508
Al-Mutawakkil III 1508-1517
No comments:
Post a Comment