Resensi
Cinta
dan Iman
Jadi Energi
Jadi Energi
Judul : Asmara di Atas Haram
Penulis : Zulkifli L. Muchdi
Penerbit :
Erlangga
Cetak : Maret 2012
Tebal :
466 Halaman
ISBN : 978-979-099-835-3
Konsep hidup
kita akan berbeda-beda, sesuai dengan pengetahuan yang kita miliki. Kita
berpegang pada keyakinan, juga pada pola pikir yang kita bangun. Ia dipengaruhi
oleh pengetahuan, agama, lingkungan dan juga cita-cita yang kita inginkan.
Namun demikian,
jika kita tanya ke dalam lubuk hati kita, apa yang kita cari dalam hidup ini? Filosof
Yunani, Aristoteles (384 SM – 322 SM) pernah menjawabnya,
manusia hidup mencari kebahagiaan. Kebahagiaan seperti apakah yang dicari oleh
manusia? Jawabannya, kembali lagi kepada, apa pola pikir yang dibangun, apa
agama, apa pengetahuan, dan seterusnya. Semua itu, menjadi modal untuk
membangun watak seseorang. Sadar tidak sadar, ia akan digolongkan dalam paham
kehidupan, idealisme, hedonisme, materialisme, sosialisme, dan sebagainya.
Asmara di Atas Haram
sebuah novel yang beranjak dari cara pandang keyakinan yang luar biasa hebat.
Kenapa hebat? Sebab Yasser, tokoh dalam novel ini, punya sikap, cara pandang,
pola pikir, yang dibangun dari agama yang ia anut. Islam. Berpegang teguh pada
keyakinan yang dianggap kolot pada hari ini.
Apakah ada
manusia seperti Yasser di tengah masyarakat yang kian hedonis ini? Bagi penulis
novel ini, tentu saja Yasser adalah cita-cita. Sebuah protype anak muda yang
dirindukan banyak perempuan. Jujur, amanah, berani dan punya pendirian yang
kuat.
Kuat. Karena, di
tengah kepanikan membutuhkan uang Rp60 Juta untuk operasi sang ibu tercinta,
tiba-tiba di dalam rekeningnya ada uang Rp5 Miliar. Ia tidak mengambilnya. Ia
ketakutan. Protes kepada keadaan. Keadaan yang telah menguji imannya. Siapa
yang pula yang telah sudi mentransfer uang sebanyak itu ke rekening anak muda
ini? Ini rahasia yang baru terungkap setelah ia berada di Tanah Haram.
Mengambil
setting cerita di Banjarmasin, negeri seribu sungai, cerita mengalir kuat dan
mengejutkan. Kadang-kadang juga terasa naif. Pandangan Yasser tentu saja
dipandang kolot untuk masa sekarang. Tetapi demikianlah bagi seorang yang hafiz
al-Quran tingkat Nasional. Ia harus memegang teguh setiap ilmu yang telah ia
gali dari sekolah agama dan pengetahuan keagamaan yang kuat itu.
Cita-cita Yaser
sangat mulia. Ia ingin menjadi manusia yang mulia di hadapan Allah SWT.
Menjalankan seluruh ajaran yang ia dapatkan. Sementara, di sisi lain, urusan
duniawi telah mengikatnya menjadi takdir tersendiri. Hidup yang susah. Mandiri
sejak dini. Kuliah yang pontang-panting. Semuanya ia jalani dengan seluruh
keredhaan dan kesahajaan.
Setelah di
Banjarmasin, cerita berangkat ke Mekkah al-Mukarramah. Di sana, cinta dan iman
bersua. Seorang dara berasal dari tanah jawa, Banten tepatnya. Istiqomah
namanya. Hafiz pula ia.
Merebut hati
Istiqomah bukan perkara mudah. Terdapat onak dan duri. Bersaing ketat pula
dengan anak pak Menteri. Ah, memang kebahagiaan harus diperjuangkan. Yasser
mengerti dan mau menjalaninya hingga bisa menggapainya. Berhasilkah Yasser
merebut hati bidadarinya?
Cerita makin
lengkap setelah muncul pula seorang dokter cantik bak pinang dibelah dua dengan
Istiqomah. Tapi Yasser tak ragu. Cuma dokter Liza harus berhadapan pula dengan
anak pak Menteri. Bagaimana jadinya, sementara Liza sudah jatuh hati sebelumnya
dengan Steven. Bukankah Steven telah meminang Liza lewat ayah dan ibu di
Jakarta?
Sebuah novel
yang dibumbui kegiatan haji secara lengkap. Patut dibaca oleh mereka yang telah
pulang haji, sekedar mengenang sebuah daerah dan doa-doa yang pernah
dilafalkan. Juga harus dibaca bagi mereka yang akan berangkat menunaikan ibadah
haji. Sungguh pun begitu, patut dibaca oleh siapa saja. Sebab, ada romantisme,
doa-doa, juga air mata. Memberikan kesan, betapa indah bila iman dan cinta
berlabuh di waktu bersamaan. Keduanya, butuh pengorbanan dan perjuangan. Jika
sudah bisa dilewati, kebahagiaan dan keredhaan Illahi pula imbalannya. Selamat
membaca. [abdullah khusairi]
No comments:
Post a Comment