Tuesday, October 31, 2017

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

Resensi
Cinta dan Iman 
Jadi Energi

Judul                     : Asmara di Atas Haram
Penulis                 : Zulkifli L. Muchdi
Penerbit              : Erlangga
Cetak                    : Maret 2012
Tebal                     : 466 Halaman
ISBN                      : 978-979-099-835-3


Konsep hidup kita akan berbeda-beda, sesuai dengan pengetahuan yang kita miliki. Kita berpegang pada keyakinan, juga pada pola pikir yang kita bangun. Ia dipengaruhi oleh pengetahuan, agama, lingkungan dan juga cita-cita yang kita inginkan.

Namun demikian, jika kita tanya ke dalam lubuk hati kita, apa yang kita cari dalam hidup ini? Filosof Yunani, Aristoteles (384 SM – 322 SM) pernah menjawabnya, manusia hidup mencari kebahagiaan. Kebahagiaan seperti apakah yang dicari oleh manusia? Jawabannya, kembali lagi kepada, apa pola pikir yang dibangun, apa agama, apa pengetahuan, dan seterusnya. Semua itu, menjadi modal untuk membangun watak seseorang. Sadar tidak sadar, ia akan digolongkan dalam paham kehidupan, idealisme, hedonisme, materialisme, sosialisme, dan sebagainya.


Asmara di Atas Haram sebuah novel yang beranjak dari cara pandang keyakinan yang luar biasa hebat. Kenapa hebat? Sebab Yasser, tokoh dalam novel ini, punya sikap, cara pandang, pola pikir, yang dibangun dari agama yang ia anut. Islam. Berpegang teguh pada keyakinan yang dianggap kolot pada hari ini.

Apakah ada manusia seperti Yasser di tengah masyarakat yang kian hedonis ini? Bagi penulis novel ini, tentu saja Yasser adalah cita-cita. Sebuah protype anak muda yang dirindukan banyak perempuan. Jujur, amanah, berani dan punya pendirian yang kuat.

Kuat. Karena, di tengah kepanikan membutuhkan uang Rp60 Juta untuk operasi sang ibu tercinta, tiba-tiba di dalam rekeningnya ada uang Rp5 Miliar. Ia tidak mengambilnya. Ia ketakutan. Protes kepada keadaan. Keadaan yang telah menguji imannya. Siapa yang pula yang telah sudi mentransfer uang sebanyak itu ke rekening anak muda ini? Ini rahasia yang baru terungkap setelah ia berada di Tanah Haram.

Mengambil setting cerita di Banjarmasin, negeri seribu sungai, cerita mengalir kuat dan mengejutkan. Kadang-kadang juga terasa naif. Pandangan Yasser tentu saja dipandang kolot untuk masa sekarang. Tetapi demikianlah bagi seorang yang hafiz al-Quran tingkat Nasional. Ia harus memegang teguh setiap ilmu yang telah ia gali dari sekolah agama dan pengetahuan keagamaan yang kuat itu.

Cita-cita Yaser sangat mulia. Ia ingin menjadi manusia yang mulia di hadapan Allah SWT. Menjalankan seluruh ajaran yang ia dapatkan. Sementara, di sisi lain, urusan duniawi telah mengikatnya menjadi takdir tersendiri. Hidup yang susah. Mandiri sejak dini. Kuliah yang pontang-panting. Semuanya ia jalani dengan seluruh keredhaan dan kesahajaan.

Setelah di Banjarmasin, cerita berangkat ke Mekkah al-Mukarramah. Di sana, cinta dan iman bersua. Seorang dara berasal dari tanah jawa, Banten tepatnya. Istiqomah namanya. Hafiz pula ia.

Merebut hati Istiqomah bukan perkara mudah. Terdapat onak dan duri. Bersaing ketat pula dengan anak pak Menteri. Ah, memang kebahagiaan harus diperjuangkan. Yasser mengerti dan mau menjalaninya hingga bisa menggapainya. Berhasilkah Yasser merebut hati bidadarinya?

Cerita makin lengkap setelah muncul pula seorang dokter cantik bak pinang dibelah dua dengan Istiqomah. Tapi Yasser tak ragu. Cuma dokter Liza harus berhadapan pula dengan anak pak Menteri. Bagaimana jadinya, sementara Liza sudah jatuh hati sebelumnya dengan Steven. Bukankah Steven telah meminang Liza lewat ayah dan ibu di Jakarta?


Sebuah novel yang dibumbui kegiatan haji secara lengkap. Patut dibaca oleh mereka yang telah pulang haji, sekedar mengenang sebuah daerah dan doa-doa yang pernah dilafalkan. Juga harus dibaca bagi mereka yang akan berangkat menunaikan ibadah haji. Sungguh pun begitu, patut dibaca oleh siapa saja. Sebab, ada romantisme, doa-doa, juga air mata. Memberikan kesan, betapa indah bila iman dan cinta berlabuh di waktu bersamaan. Keduanya, butuh pengorbanan dan perjuangan. Jika sudah bisa dilewati, kebahagiaan dan keredhaan Illahi pula imbalannya. Selamat membaca. [abdullah khusairi]

No comments:

Post a Comment