RESENSI - RENUNGAN SANTRI - RUMADI

Agama Bukan Bencana

Judul           : Renungan Santri Jihad & Kritik Wacana Agama
Penulis         : Rumadi
Penerbit       : Erlangga
Cetak           : Januari 2007
Tebal           : 286 Halaman 
Resensiator  : Abdullah Khusairi

Dalam beragama tak seorang pun yang berhak mengklaim tafsirnya yang paling benar. Karena kebenaran hanya milik Tuhan, sedangkan manusia hanyalah mencari sebagian dari "kebenaran Tuhan" tersebut. (hal.69)

Kegagalan janji modernisme terhadap kebebasan dan pluralisme memunculkan keraguan, kekaburan dan ambiguitas. Kegagapan rasionalisme menyatukan dunia dalam damai membuat frustasi tingkat tinggi. Fundamentalisme muncul sebagai alternatif menjadi sebuah otoritas transedental  yang menjanjikan eskatologis surgawi. Inilah yang melahirkan sekte-sekte---dari drunken sufi hingga escape from freedom---sebagai corak keagamaan. Dan sebenarnya, ia merupakan mekanisme pertahanan diri (self defense mechanisme) ketika berhadapan dengan dunia yang penuh keraguan dan ambigu. 


Menurut Guru Besar Studi Agama di Universitas Wake Forest AS, Charles Kimball, ada lima sebab kenapa agama bisa menjadi bencana, pertama, bila agama mengedepankan klaim kebenaran secara mutlak dan tidak menyisakan sedikit pun ruang kebenaran kepada kelompok lain. Agama menjadi Tuhan yang selalu diagung-agungkan. Pemeluk agama tidak lagi menyembah Tuhan tetapi menyembah agama. Kedua, ketaatan buta kepada seorang pemimpin agama yang dianggap mempunyai otoritas. Hal ini tidak saja terjadi pada kalangan ortodok tetapi juga pada kalangan intelek di zaman modern yang mengalami kegersangan spiritual. 

Ketiga, pemeluk agama selalu merindukan zaman ideal yang pernah ada pada zaman dahulu dan bertekad untuk merealisasikan di zaman sekarang. Cita-cita ini biasanya terkait dengan asumsi dasar yang ada dalam semua tradisi agama, bahwa ada yang salah pada zaman sekarang ini.  

Keempat, apabila agama membiarkan terjadinya tujuan yang menghalalkan segala cara. Atas kesucian agamanya, seorang pemeluk agama tak segan-segan melakukan sesuatu yang secara prinsip agama bertentangan dengan misi agama itu sendiri. Kelima, bila perang suci atas nama agama dipekikkan. Hal yang sangat mudah dilihat dalam secara umat beragama. 

Kimball menyerukan, agar umat beragama untuk menggali sumber agama yang secara otentik pernah menjadi agen perdamaian. Beragama secara otentik, berarti menelanjangi agama dari anasir-anasir yang membusukkannya. 

Persoalannya adalah, ambiguitas dan polesan terhadap agama sering terjadi; satu sisi agama dianggap suci, pada sisi lain, ummatnya dengan tangan kotor menjalankan kesucian. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan logika sehat. Membaca buku ini kita dibawa ke alam pemikiran yang jernih dan tenang. Bahwa beragama butuh ilmu dan daripadanya dipetik kearifan. Tidak taklid terhadap pemahaman-pemahaman dangkal dan merusak citra beragama. Dan secara benar, agama bukanlah bencana tetapi seringkali terjadi, manusia yang melaksanakan ajaran agama tidak melalui tata cara pelaksanaan yang ideal. Sering mencari jalan pintas yang menjadikan agama seakan-akan kunci pas. Padahal, agama tidak pernah menyulitkan manusia dalam menjalankannya. 

Terdapat delapan topik menarik yang dikupas panjang lebar dan memberi pemahaman baru terhadap hidup beragama di tengah pluralitas sekarang ini. Paling tidak, membaca buku ini, kearifan yang paling cepat ditangkap adalah; kita tidak segera merasa paling benar dalam menjalankan agama. Seribu satu wajah kebenaran yang perlu dipahami sebagian bagian dari pencarian menuju hakikat kebenaran yang ada di Tangan Tuhan. Selamat membaca. [] Dimuat di Harian Pagi Padang Ekspres, Minggu, 27 Mei 2007 

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA