Tenggelamnya Kapal Ikan Asing

ABDULLAH KHUSAIRI - PADANG

Ide dasar judul tulisan ini tentu saja dari Novel Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1938). Tapi ini bukan fiksi tapi fakta yang diekspos media massa, kapal asing yang tertangkap aparat pemerintah lalu dibakar dan ditenggelamkan karena telah melakukan penangkapan ikan secara tidak sah (illegal fishing) di wilayah Indonesia. 

Ada yang mencibir dan ada yang memuji atas tindakan berani Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti ini. Mencibir karena dianggap hanya pencitraan. Katanya, bukan kapal yang dibakar tapi perahu nelayan malang dan miskin dari negeri lain. 

Itupun hanya beberapa saja, yang lain masih dibiarkan. Macam-macam. Selalu saja ada alasan untuk bila tidak setuju dengan satu tindakan dari seseorang yang sudah sejak awal memang tidak disukai. 

Ada yang memuji tindakan berani tersebut. Katanya, untung ada kebijakan berani serupa itu, selama ini tak banyak yang diketahui. Sewaktu pemerintahan sebelumnya, banyak juga yang ditangkap tapi tidak terekspos apalagi dibakar dan ditenggelamkan. Dipuji karena berani menegakkan kedaulatan negara di laut. Walau baru beberapa, tapi sudah melakukan sebuah tindakan demi kedaulatan, patutlah diapresiasi. 


Amanat Rakyat
Terlepas dari suka tidak suka itu, pemerintah memang sudah diamanatkan Undang Undang Dasar (UUD) untuk menyelamatkan, memanfaatkan, seluruh Sumber Daya Alam (SDA) dalam NKRI untuk kesejahteraan dan kemakmuran. Air, Tanah, Udara, serta yang terkandung di dalamnya, diatur sedemikian rupa untuk dimanfaatkan. Artinya, tugas pemerintah tidak sekedar main bakar semata. Jauh dari itu, mengeksplorasi kekayaan yang ada untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. 

Karena itulah pentingnya memberikan tekanan kepada pemerintah agar memaksimalkan seluruh SDA demi kemashlahatan rakyat. Sebab bukan cerita baru tentang kekayaan alam dikuras tetapi dimanfaatkan segelintir orang serta bekerja sama pula dengan pihak asing. Belum lagi soal ekspor impor yang juga dikendalikan mafia dan tidak tersentuh aparat keamanan.

Jika saja optimalisasi SDA sektor kelautan dan perikanan bisa dilakukan, alangkah kaya negeri ini. Bisa jadi, tidak terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) setiap tahun, yang membuat merangseknya harga kebutuhan pokok. Jika saj a tegaknya hukum di laut, agaknya tidak akan ada kebocoran SDA yang harusnya bisa dapat menambah Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional (APBN). Jika saja setiap titik perbatasan negara bisa dijaga dengan baik, aparat yang memiliki integritas, sarana yang lengkap, tentu saja akan tidak akan terjadi keluar barang tanpa bea cukai. 

Kebijakan membakar kapal, mungkin juga bernama perahu, yang tertangkap tentu saja memberi peringatan agar jangan main-main lagi dengan pemerintah yang ingin memperlihatkan taji. Cita-cita Jokowi-JK agar Jalesveva Jayamahe, di laut kita jaya! Harus didukung atas nama nasionalisme dan kedaulatan NKRI. Waktu yang akan menjawab, apakah kebijakan menenggelamkan maupun membakar itu hanyalah citra belaka. 
Negara Kepulauan
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki luas laut melebihi luas daratan. Perlu modal, pengetahuan, tenaga yang besar agar SDA laut ini bisa dimanfaatkan. Harus diakui, jangankan memanfaatkan secara optimal, menjaganya saja tidak mampu karena keterbatasan alat, teknologi, anggaran dan yang terpenting, terlalu lama kita memunggungi laut. Membiarkan semuanya bisa dijarah orang lain. Tidak memokuskan kebijakan perikanan dan kelautan serupa fokusnya menggali kekayaan lain. 

Kesadaran atas sebagai negara kepulauan ini sangat penting dengan harapan, lahirnya kebijakan yang mampu membuat kekayaan laut bisa terpelihara, termanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. 

Akhirnya, harus kita pandang kebijakan berani Menteri Perikanan dan Kelautan sebagai sesuatu positif. Berhentilah mencemooh, jika hanya karena berbeda aliran pemikiran, aliran politik, atau memang tidak pernah memiliki keinginan memilih pasangan Jokowi–JK. Paling tidak, Susi Pujiastuti telah melakukan langkah awal agar negeri ini disegani oleh negara lain. Nah, kita apa? 

Atau kita ingin negeri ini sebaliknya, serupa dalam fiksi yang ditulis Buya Hamka itu, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Karamnya cinta dan cita-cita sebuah bangsa karena tidak mampu berbuat apa-apa. Asyik saling serang antar sesama dalam kapal, lupa badai melanda sampai tenggelam. Entahlah. []

Comments

Popular posts from this blog

METODE TAFSIR TAHLILI

RESENSI ASMARA DI ATAS HARAM

#DIRUMAHAJA