Monday, December 15, 2008

BUKABUKU PADEK

Puisi Akhir Tahun




ABDULLAH KHUSAIRI5Aneh. Beberapa minggu terakhir ini, tempat-tempat pertemuan di hotel-hotel penuh oleh aparat pemerintah menggelar acara dari berbagai dinas dan instansi. Berbagai pemerintah daerah. Pertemuan ini, pertemuan itu. Pelatihan ini pelatihan itu. Dan sebagainya. Dan sebagainya.
Konon kabarnya. Ini konon kabarnya, jadi asbabunnuzul kabar ini tidak begitu kuat. Acara-acara digelar untuk menghabiskan sisa anggaran tahunan. Agar akhir tahun, benar-benar anggaran belanja sudah habis terbelanjakan. Karena, menghabiskan anggaran adalah "prestasi" untuk tahun depan untuk dapat lagi. Biar dianggarkan kembali.
Anggaran belanja dan pembangunan memang sering sekali dihabiskan di ujung tahun. Tutup tahun maka tutup buku. Tahun baru, pakai buku baru. Maksudnya, buku keuangan yang baru. Aneh. Negeri yang aneh.
"Saya pernah tolak sebuah kegiatan yang mengharuskan saya membubuhkan tandatangan surat dengan penanggalan yang mundur. Jauh pada bulan-bulan sebelumnya. Ini perbuatan yang tidak benar. Nurani saya berkata demikian," pengakuan seseorang yang patut dipuji agaknya. Sebuah sikap yang masih beranjak dari nurani.

"Ah semua orang juga pakai nurani."
"Ya. Ini nuraninya masih benar."
"Benar bagaimana?"
"Ya benar. Karena masih memikirkan soal efektif tidaknya anggaran dibelanjakan. Kalau tak habis pakai, ya dipulangkan. Tahun depan digunakan lagi. Tidak dipaksakan."
"Itu yang tak punya nurani. Kalau sudah dikembalikan, tahun depan tak dapat lagi. Tindakan paling bodoh bagi seorang yang masih punya nurani."
"Kalau tak dapat lagi, salah sendiri. Bukan diakali seperti itu. Memaksakan anggaran habis percuma di akhir tahun."
"Ya harus habis. Bodoh sekali kalau tak bisa menghabis anggaran."
Pertengkaran itu tiba-tiba membuat bergidik. Mengerikan. Tapi sangat ingin sekali saya menulisnya. Meminjam istilah Seniman Perdana Rida K. Liamsi, hasrat menulis sangat sulit dibunuh. Walau akhirnya, puisi hanyalah sebuah catatan sejarah, catatan suatu ketika. "Catatan sebuah luka," ungkap Rida K. Liamsi dalam Perjalanan Kalekatu (Sagang, 2008). Akhirnya saya menuliskan, Puisi Akhir Tahun.






menjelang terompet tahun baru berbunyi
hantarkanlah undangan resmi kepadaku
aku akan datang
tanda tangan yang kau perlukan
akan aku torehkan dengan benar
setulus hati seindah pelangi
sebab akulah sedekah
paling seksi di Desember ini
seutas Januari akan segera datang
menggantung harapan baru untuk kita raih lagi
seperti tahun-tahun sebelumnya
dalam suasana yang sama
kita berbagi pada negeri ini
melupakan sejenak tentang orang lain
yang memang tak perlu dipikirkan
marilah pesta ini kita mulai
di ruang yang dingin
kita saling pandang-pandangan
akhir kata akan terjawab
berapa kau dapat
dari tanda tangan yang terikat?
"lumayanlah untuk tambah belanja anak bini."






Saya dengan pede sekali mengantarkan puisi ini kepada seorang sastrawan agar diterima sebagai sebuah karya yang layak dibaca dan dipublikasi. Sebab saya berharap layak muat dalam ruang puisi.
"Ah, jelek kau punya puisi. Tak mesra sedikitpun. Engkau buat lagilah, biar kubacanya kan!" logat utaranya enak sekali terdengarnya.
Bah! Saya ingin marah. Tapi setelah dipikir-pikir, buat apa? Yang penting puisi saya sudah dibacakannya. Itu saja saya sudah senangnya pulak! [] abdullahkhusairi@yahoo.com

1 comment:

  1. wuih...mantap sekali nuansa sarkasme nya bos...BRAVO..sekali dunia maya tetap dunia maya...he2

    ReplyDelete