Monday, December 1, 2008

WACANA KEIMANAN

TEOLOG DAN FILOSOF


Oleh Abdullah Khusairi MA


Abdullahkhusairi"Teolog meyakini nash Al-Qur'an kemudian mencari argumen, sedangkan filosof mencari argumen kemudian meyakini."
                                                                             -Mahmûd Subhí-


Akal selalu berusaha mencari argumen untuk memperkokoh keyakinan. Adalah tabu, bagi sebagian aliran dalam Islam mempertanyakan tuhan dalam pertanyaan-pertanyaan nakal, tetapi pada dasarnya, hal inilah pada gilirannya menambah kekokohan iman didada.


Teolog dan filosof Islam pada tataran isoteris, awam di level eksoteris sering kebakaran jenggot. Karena tidak begitu siap menerima tafsir yang mereka anggap liar dan jauh menyimpang.


Perdebatan tentang Wujud Allah, Keesan Allah, Sifat-sifat Allah, Perbuatan Allah & Perbuatan Manusia, Keadilan Tuhan, Hari Kiamat, terakhir, Rasul dan Wahyu, adalah perdebatan yang membuka cakrawala berpikir.

Inilah material dari ilmu logika, anak sulung ilmu filsafat yang kelak melahirkan cucu-cucu ilmu dengan segala spesifikasinya. Pada awalnya, melahirkan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial, seterusnya, ilmu pengetahuan alam melahirkan fisika, biologi dan sebagainya. Sementara, ilmu sosial mengitari fenomena kemanusiaan yang komplek dialektis.


Bicara soal corak pemikiran, di dunia Islam terdapat tiga corak utama, yaitu aliran rasional, tradisional dan rasional tradisional.


Aliran rasional, diwakili oleh kaum Mu'tazilah, sedangkan tradisional diwakili kaum asy'arî, sementara itu di antara kedua kutub tersebut, mâturîdiyyah. Mâturîdiyyah terbagi dua, pertama mâturîdiyyah Samarkand lebih dekat ke Mu'tazilah, kedua, mâturîdiyyah Bukhara yang dekat dengan Asy'ariyyah.


Perbedaan dalam berpendapat terhadap tujuh hal di atas tadi dicoba oleh Ibnu Rusyd menyatukan dalam pola pemikirannya. Dimana, mempertemukan corak rasional yang memiliki pendapat posisi akal dan peran akal lebih dominan dari wahyu, dipertemukan dengan corak tradisional yang mengedepankan wahyu dan makna harfiah ayat-ayat. Namun demikian, tiga corak pemikiran tadi telah menggunakan akal, sesuai dengan tingkat pemahaman dan keyakinan masing-masing.


Ibnu Rusyd bernama lengkap, Abû al-Wahîd Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Rusyd, lahir di Cordoba pada tahun 520 H (1126 M. Ia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang memiliki tradisi dan peran intelektual yang besar serta mempunyai keahlian yang diakui dan disegani di kalangan praktisi hukum. Kakek dari pihak ayah adalah ahli hukum terkemuka dalam mazhab al-Mâlikî di wilayah Maghrib dan Andalusia, kakeknya itu juga aktif dalam bidang politik dan sosial.


Latar belakang ini membawa pengaruh yang tidak sedikit terhadapnya. Sebagai bagian dari keluarga yang mencintai ilmu pengetahuan, semangat dan kecerdasannya di atas rata-rata. Buktinya, ia bisa menguasai tafsir al-Qur'an, Hadits, Fikih, bahasa dan sastra arab. Ia juga belajar matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat dan ilmu pengobatan. Pengetahuan filsafatnya dipelajari dari Ibn Thufayl, sedangkan ilmu kedokteran ia pelajari dari Ja'far ibn Hârûn dan Abû Marwan ibn Jarbûn. Ibn Rusyd (Averoes) menguasai ilmu kalam, tetapi tidak mengikuti salah satu aliran secara fanatik. Sebagai keluarga pejabat kadi, ia juga memiliki jenjang karier sebagai hakim di Seville.


Membaca biodata dan pemikiran Ibnu Rusyd, kita serasa berada di tengah ngarai sembari merasakan, begitu dalam kita terpuruk dan begitu jauh untuk bangkit. Pemikiran memang tidak langsung mengubah dunia, tetapi ide tercetus selalu dari pikiran yang cemerlang, seterusnya dikerjakan dengan keyakinan dan semangat yang tak pernah padam. Agaknya, tujuh perdebatan di dalam teologi Islam merupakan bagian dari proses untuk mengasah pikiran ---agar cemerlang---dan mempertebal iman---sehingga kokoh bak batu karang---sebagai potret manusia yang mulia. []


Catatan ini tumpahan dari bacaan Tujuh Perdebatan Utama Teologi Islam, Afrizal M, Erlangga: 2007

2 comments:

  1. Hmmm,... Suatu informasi yang sangat berharga Pak,... Baru tahu saya bahwa pelajaran ini sangat menarik,....

    ReplyDelete
  2. Theolog lahir dari tembok batasan-batasan yang dibuat manusia. Meyakini, memperkuat keimanan, dan mempertebal tembok adalah kecenderungan yang terjadi. Di luar tembok adalah musuh, memperluas tembok adalah hak. Dengan Perang, perselisihan dan perdamaian adalah cara menjaga eksistensi sang tembok. Timbul tembok-tembok kecil diantara tembok besar, terkadang damai terkadang ada ledakan besar menghancurkan salah satu tembok.
    Theolog tetap di dalam tembok, harus meyakini keberadaan dan sejarah tembok itu.

    Filosof lahir di dalam tembok, berakal dan cerdas tak bisa dikekang dan dibelenggu. Dikorek-korek tembok itu, dilubangi dan dihancurkan. Dia lari ke atas gunung melihat banyak kotak bertembok di bawah. Berfikir dan merenung, akhirnya ditinggalkannya daerah tembok2 itu, menuju tempat lain yang belum pernah tersentuh...

    Mandala

    ReplyDelete