ABDULLAH
KHUSAIRI - PADANG
Zaman android yang serba mudah dan indah ini, mengakses
informasi semudah menggerakkan jari di layar sentuh seluler. Sayangnya, kemudahan
ini tidak dibarengi kesiapan literasi media massa, sehingga informasi diterima
tanpa penyaringan yang layak.
Dampaknya adalah menyebarnya informasi bohong dan
bodong. Dunia pun banjir informasi. Membawa sampah-sampah kepentingan sesaat
orang-orang tak bertanggung-jawab atas informasi yang disebarkan. Sampah-sampah
penetrasi kepentingan politik dan ekonomi orang-orang yang memperkuda kebodohan
pengguna android. Menjadi semacam jarum hypodermic
yang menyuntik tapi tak terasa sakit dan tak disadari, demi mencapai tujuan
kepentingannya.
Bagi mereka yang tidak punya literasi media massa
memadai, akan menelan bulat-bulat informasi yang diluncurkan. Sialnya lagi,
menyebarkan kembali dengan penuh keyakinan atas kebenaran berita yang
didapatkan. Inilah yang membuat runyam.
Literasi Media
Literasi media adalah, kemampuan memahami,
menganalisis kebenaran informasi dan media yang menyebarkan. Kritis terhadap siapa
yang membuat informasi, dimana ia dapatkan, untuk apa ia melakukannya, serta
lalukan verifikasi setiap informasi yang didapatkan. Apalagi media online yang
simpangsiur menjadi viral di media sosial.
Secara sederhana,
setiap media, baik online, cetak maupun elekronik, memiliki peran
produksi informasi. Ada kaidah jurnalistik yang dipakai, serta kode etik
jurnalistik dalam mendapatkannya. Setiap media yang resmi, memiliki badan
hukum, tim kerja redaksi, bertanggung jawab atas kerja jurnalistik yang
dilakukan setiap hari. Profesional dan siap melayani hak jawab. Sebagaimana
diatur dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Sementara itu, kini muncul media online yang tidak
memiliki reporter, kerjanya hanya copy
paste dari media mainstream, lalu
merobah judul lebih provokatif. Nama media online yang dipakai kadang-kadang
juga mendompleng nama media cetak --- ini sudah memerlihatkan itikad buruk.
Jika tidak memerhatikan dengan seksama, mudah sekali publik akan terbawa arus
informasi yang keliru. Itikad berberita kadang-kadang tampak jelas, hanya
menyebarkan kebencian, kedengkian, serta muatan politik yang kental. Bagi
publik yang cerdas bermedia tidak akan menggunakan media serupa ini sebagai
referensi informasinya.
Sikap kritis terhadap media online melalui
literasi media sangatlah penting agar tidak membawa kesesatan lebih lanjut.
(lihat Q.S: al Hujurat: 6)
Informasi yang menyesatkan hanya menjadi arena
pembodohan serta bisa jadi membawa petaka. Perang sering kali dimulai dari
kegagalan komunikasi dan informasi. Inilah yang harus dipertimbangkan.
Kemampuan mengkonsumsi informasi memang berhubungkait
dengan kemauan, kemampuan serta kepentingan. Artinya, setiap orang memiliki
segmen informasi yang berbeda. Namun demikian, kita akan dinilai oleh orang
lain, konsumsi dari media informasi yang salah akan membawa kekeliruan mendasar
dalam membangun konstruksi kebenaran faktual.
Mereka yang mengerti seluk beluk informasi yang
diproduksi dengan profesional akan selalu membaca dan membagikan informasi
melalui media online resmi pula. Sementara itu, bagi yang tidak mengerti,
mungkin juga karena terlibat dalam kepentingan terhadap informasi, akan
membagikan informasi sungguhpun dari media online yang abal-abal. (Lihat
Komentar, Jurnalisme Online Situs Radikal,
SINGGALANG, 6 April 2015)
Informasi adalah asupan pengetahuan untuk
penalaran. Kamu adalah apa yang kamu
makan, begitu kata orang kesehatan. Kamu
adalah apa yang kamu baca, begitu pula kata orang akademik. Media online,
kini bak kecambah tumbuh di musim hujan. Bacalah dengan seksama, tetaplah
kritis terhadap informasi yang datang dan media online yang dibaca, pilih media
online yang profesional dalam memroduksi karya jurnalistik. Jangan yang media
abal-abal, kalau tak ingin disebut sebagai pembaca abal-abal. Jangan sebar
informasi palsu, ingat UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) No. 11 Tahun
2008 yang selalu mengintai. Begitulah kiranya, agar selamat dalam era banjir informasi
ini. Salam. [] DITERBITKAN DI HARIAN SINGGALANG